Mohon tunggu...
Sahyoni
Sahyoni Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar dan Pemerhati Sosial

Rakyat Badarai

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Shin Tae-yong, Bahasa dan Sepakbola

7 Januari 2025   22:49 Diperbarui: 9 Januari 2025   14:56 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sepak bola, bahkan satu detik saja dapat memengaruhi tempo dan arah permainan. Akibatnya, jika pesan terlambat sampai, permainan bisa berubah drastis dan berpotensi membawa konsekuensi fatal.

Bahasa sebagai Bentuk Ekspresi 

Bahasa tidak pernah berdiri sendiri; ketika sebuah kalimat diucapkan, banyak implikasi yang dapat ditangkap tergantung pada nada, konteks, dan situasi. 

Sebagai contoh, ketika seorang pelatih meneriakkan kata "run" (lari) kepada pemain, nada keras dapat mengekspresikan ketidakpuasan terhadap pemain yang kurang aktif, tidak membuka ruang, atau bahkan sebagai perintah untuk melakukan marking terhadap lawan. 

Namun, jika perintah yang sama disampaikan oleh penerjemah dengan nada yang datar atau suara kurang tegas, artinya bisa berbeda. Pemain mungkin malah menggiring bola sendirian tanpa operan, berasumsi situasi belum darurat.

Nada dan ekspresi sangat menentukan pesan yang diterima. Sebuah perintah atau pernyataan dengan nada datar mungkin dianggap kurang penting, sementara perintah yang diteriakkan keras dan berulang kali jelas menunjukkan situasi darurat yang harus segera ditindaklanjuti. 

Di ruang ganti, pelatih bisa memberikan evaluasi terhadap permainan baik itu berupa koreksi kesalahan atau apresiasi keberhasilan. Tentunya pelatih tidak hanya menggunakan bahasa universal dengan mengacungkan jempol tetapi butuh personal discussion yang akan memberikan motivasi dan semangat yang tidak bisa disampaikan oleh jempol. 

Ini sangat penting karena chemistry yang terbangun antara pemain dan pelatih akan memberikan efek bagus terhadap tim dan performa permainan. Akan sangat absurd sekali jika setiap apresiasi hanya dengan bahasa tubuh, jika ini dilakukan belum menyentuh psikologi dari para pemain hanya pada level indrawi saja.

Coach STY, meskipun ia memahami istilah teknis sepak bola seperti heading, crossing, atau marking, agaknya ia belum menguasai bahasa Indonesia atau bahasa Inggris secara komunikatif. 

Situasi ini menjadi lebih menantang dengan kehadiran pemain naturalisasi yang menggunakan bahasa Inggris atau Belanda. Pelatih harus mampu mengelola komunikasi dua bahasa: Bahasa Indonesia untuk pemain lokal dan bahasa Inggris untuk pemain diaspora. Situasi ini agak sedikit mirip dengan Mauricio Pocetthino seorang yang berkebangsaan Argentina berkesempatan melatih Southampton pada era 2013. 

Salah satu kendala yang dihadapi oleh dia adalah faktor bahasa. Dalam sebuah wawancara dia menegaskan bahwa awal-awal masa kepelatihan bahasa tubuh merupakan pilihan mujarab yang dia ambil. Buktinya klub yang ia latih berhasil bertengger pada peringkat 9 EPL, hasil yang tidak begitu buruk untuk sekelas Premier League. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun