Mohon tunggu...
Sahrullah 03
Sahrullah 03 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

SEORANG JURNALIS PEMULA DAN KONTEN KREATOR

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Teori Belajar Kontruktivisme dalam Pembelajaran

23 Juni 2024   12:17 Diperbarui: 30 Juni 2024   12:38 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dunia pendidikan, teori belajar konstruktivisme sebenarnya tidak dapat dikagetorikan sebagai teori belajar. Teori konstruktivsime ini sejatinya adalah berawal dari ilmu filsafat, terutama filsafat ilmu. Dalam konteks filsafat ilmu, konstruktivisme yang dijelaskan atau dikaji adalah bagaimana proses terbentuk kemampuan manusia dalam ilmu pengetahuan berdasarkan dari apa saja pengalaman-pengalaman yang sudah dilaluinya.

Secara bahasa, konstruktivisme dalam dimaknai artinya adalah membangun. Dapat didefinisikan bahwa teori konstruktivisme adalah usaha atau kegiatan membangun atata hidup manusia di dunia modern. Teori belajar jenis ini lebih mengarah kepada proses belajar kontekstual. Artinya, teori belajar ini menekankan pada bagaimana manusia membangun kemampuan ilmu pengetahuan dalam dirinya dengan cara sedikit lebih sedikit yang hasilnya diketahui secara individu itu sendiri dalam rangka mengambangkan potensi dirinya.

Teori ini mendorong peserta didik untuk memiliki niat, motivasi dan tujuan hidup dalam menemukan bakat apa yang cocok bagi dirinya sendiri, yang kemudian itu digunakan untuk meningkatkan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi berbasikan pengalaman- pengalaman yang dilaluinya selama ini. Teori konstruktivisme ini memberikan ruang kebebasan kepada peserta didik untuk bebas belajar menurut model belajar yang cocok dan sesuai dengan dirinya sendiri.

Dalam teori konstruktivisme ini, belajar yang selama ini sulit dipahami kini menjadi lebih mudah dimengerti karena peserta diri mengembangkan cara efektif memahami pelajaran dengan melihat dan mengevaluasi pengalaman-pengalaman proses belajar selama ini, mana proses belajar yang tidak cocok, tidak efektif dan sulit dipahami ditinggalkan, Seblaiknya mana yang memudahkan menjadi lebih paham, maka dilanjutkan penggunaannya

Konstruktivisme adalah sebuah pendekatan dalam teori pembelajaran yang menekankan pada peran aktif individu dalam membangun pengetahuan dan pemahaman mereka sendiri. Menurut perspektif konstruktivisme, pembelajaran tidak hanya terjadi melalui penerimaan informasi dari luar, tetapi juga melalui proses aktif interpretasi dan konstruksi oleh individu berdasarkan pengalaman, pemikiran, dan persepsinya sendiri. Dengan kata lain, konstruktivisme meyakini bahwa setiap individu memiliki kerangka kognitif unik yang membentuk cara mereka memahami dunia.[1] Pendekatan ini menegaskan bahwa pembelajaran yang berarti terjadi ketika siswa secara aktif terlibat dalam proses pembangunan pengetahuan, baik secara individual maupun melalui interaksi sosial. 

Secara konseptual, konstruktivisme menempatkan proses belajar sebagai sebuah konstruksi mental yang aktif dan berkelanjutan. Hal ini berarti bahwa pengetahuan tidak dilihat sebagai sesuatu yang diterima pasif dari luar, tetapi sebagai sesuatu yang dibangun oleh individu melalui refleksi, pengalaman, dan dialog.[2] Dalam hal ini, guru berperan sebagai fasilitator atau pembimbing yang membantu siswa dalam mengeksplorasi konsep, membangun pemahaman mereka sendiri, dan mengintegrasikan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki. 

Sebagai kontrast, pendekatan konstruktivis menolak ide bahwa pengetahuan dapat ditransfer secara langsung dari guru ke siswa. Sebaliknya, pengetahuan dipandang sebagai konstruksi aktif yang terjadi dalam pikiran individu. Dengan demikian, pembelajaran konstruktivis mempromosikan pemikiran kritis, pemecahan masalah, dan kemampuan berpikir mandiri yang mendorong siswa untuk menjadi pembelajar yang aktif dan mandiri.

Pada tingkat yang lebih luas, konstruktivisme juga menekankan pentingnya konteks dalam pembelajaran. Pengalaman individu, budaya, dan latar belakang sosial memainkan peran penting dalam pembentukan pengetahuan dan pemahaman.[3] Oleh karena itu, pembelajaran konstruktivis sering kali menekankan pada penggunaan situasi nyata, studi kasus, dan proyek-proyek kolaboratif yang relevan dengan kehidupan siswa.

Konstruktivisme bukan hanya sebuah teori belajar, tetapi juga sebuah kerangka kerja yang mengakui kompleksitas dan keunikan setiap proses belajar individu. Dengan menekankan pada peran aktif siswa dalam pembelajaran, konstruktivisme memberikan fondasi yang kuat untuk pengembangan pendidikan yang inklusif, merangsang, dan berkelanjutan  

Belajar konstruktivisme adalah teori belajar yang menekankan peran aktif individu dalam membangun pengetahuan dan pemahaman melalui konstruksi makna berdasarkan pengalaman, pemikiran, dan refleksi.

Dalam teori ini, pengetahuan tidak hanya diserap secara pasif dari guru atau sumber informasi lain, tetapi secara aktif dikonstruksi oleh individu melalui interaksi dengan lingkungan dan pengalamannya.

  • Hakikat Pembelajaran Kontruktivisme Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks dan Brooks (1993) mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.  
  • Tujuan Belajar Menurut Aliran Belajar Konstruktivisme

    • Dalam aliran belajar konstruktivisme, tujuan pembelajaran lebih dari sekadar memahami fakta atau informasi yang disampaikan. Tujuan utamanya adalah untuk memfasilitasi proses konstruksi pengetahuan yang bermakna bagi siswa. Salah satu tujuan utama adalah mengembangkan pemahaman yang mendalam dan berkelanjutan tentang konsep-konsep tertentu.[1] Ini tidak hanya mencakup pemahaman permukaan tentang fakta-fakta, tetapi juga pemahaman yang lebih dalam tentang hubungan antara konsep-konsep tersebut. 
  •  
    • Selain itu, tujuan belajar konstruktivisme juga melibatkan pengembangan keterampilan berpikir kritis dan kreatif. Siswa didorong untuk tidak hanya menerima informasi secara pasif, tetapi juga untuk mengevaluasi, menganalisis, dan menyintesis informasi tersebut. Hal ini memungkinkan mereka untuk menghasilkan pemikiran yang orisinal dan solusi yang inovatif terhadap masalah yang kompleks.
  •  
    • Tujuan lainnya adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah secara mandiri. Dengan menekankan pada proses pembelajaran yang aktif dan mandiri, siswa diajak untuk mengambil inisiatif dalam menemukan solusi untuk masalah yang mereka hadapi.[2] Guru berperan sebagai pembimbing yang memberikan dukungan dan arahan, namun pada akhirnya, siswa diharapkan dapat memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan mereka sendiri untuk menyelesaikan masalah tersebut. 
  •  
    • Selain itu, tujuan belajar konstruktivisme juga mencakup pengembangan kemampuan kolaboratif dan komunikatif siswa. Dalam lingkungan pembelajaran konstruktivis, siswa didorong untuk berinteraksi dengan sesama mereka dalam diskusi, proyek kolaboratif, dan aktivitas berbasis kelompok lainnya. Hal ini tidak hanya membantu mereka membangun pemahaman bersama tentang konsep-konsep tertentu, tetapi juga mengembangkan keterampilan sosial yang penting untuk kesuksesan di dunia nyata.
  • Tujuan belajar konstruktivisme adalah untuk membentuk siswa yang tidak hanya memiliki pengetahuan yang kuat dalam bidang akademis tertentu, tetapi juga memiliki keterampilan berpikir kritis, kreatif, mandiri, dan sosial yang diperlukan untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang sukses dan berkontribusi dalam masyarakat  
  • Aliran belajar konstruktivisme memiliki beberapa tujuan utama dalam proses belajar mengajar, yaitu:

    1. Membangun Pengetahuan dan Pemahaman yang Mendalam:

    • Siswa tidak hanya menghafal informasi, tetapi secara aktif membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman dan refleksi.
    • Pengetahuan yang dibangun diharapkan lebih kuat dan tahan lama karena dihubungkan dengan pengalaman dan pemahaman pribadi siswa.
  • 2. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Kreatif:

    • Siswa didorong untuk mempertanyakan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi secara kritis.
    • Mereka juga didorong untuk mencari solusi kreatif untuk masalah dan menghasilkan ide-ide baru.
  • 3. Meningkatkan Keterampilan Memecahkan Masalah:

    • Siswa belajar bagaimana menerapkan pengetahuannya untuk memecahkan masalah nyata dalam kehidupan.
    • Mereka mengembangkan kemampuan untuk berpikir logis, sistematis, dan strategis dalam menyelesaikan masalah.
  • 4. Mendorong Kemandirian Belajar:

    • Siswa belajar untuk bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri.
    • Mereka mengembangkan kemampuan untuk mencari informasi, mengatur waktu, dan mengelola diri sendiri dalam belajar.
  • 5. Meningkatkan Motivasi dan Keterlibatan Belajar:

    • Siswa lebih termotivasi untuk belajar ketika mereka secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran.
    • Mereka merasa lebih bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri dan lebih tertarik dengan materi pelajaran.
  • 6. Mengembangkan Pembelajar Seumur Hidup:

    • Siswa belajar bagaimana belajar secara mandiri dan efektif.
    • Mereka mengembangkan keterampilan yang mereka butuhkan untuk terus belajar sepanjang hidup mereka.
  • Secara keseluruhan, tujuan belajar menurut aliran belajar konstruktivisme adalah untuk membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri, kritis, kreatif, dan mampu memecahkan masalah. Pendekatan ini menekankan pentingnya pengalaman, refleksi, dan interaksi dalam membangun pengetahuan dan pemahaman yang mendalam.

  • Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Konstruktivisme
  • Teori belajar konstruktivisme memiliki beberapa kelebihan, di antaranya:

    1. Meningkatkan Motivasi dan Keterlibatan Belajar:

    • Siswa lebih termotivasi untuk belajar ketika mereka secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran.
    • Mereka merasa lebih bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri dan lebih tertarik dengan materi pelajaran.
  • 2. Membangun Pengetahuan dan Pemahaman yang Mendalam:

    • Siswa tidak hanya menghafal informasi, tetapi secara aktif membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman dan refleksi.
    • Pengetahuan yang dibangun diharapkan lebih kuat dan tahan lama karena dihubungkan dengan pengalaman dan pemahaman pribadi siswa.
  • 3. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Kreatif:

    • Siswa didorong untuk mempertanyakan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi secara kritis.
    • Mereka juga didorong untuk mencari solusi kreatif untuk masalah dan menghasilkan ide-ide baru.
  • 4. Meningkatkan Keterampilan Memecahkan Masalah:

    • Siswa belajar bagaimana menerapkan pengetahuannya untuk memecahkan masalah nyata dalam kehidupan.
    • Mereka mengembangkan kemampuan untuk berpikir logis, sistematis, dan strategis dalam menyelesaikan masalah.
  • 5. Mendorong Kemandirian Belajar:

    • Siswa belajar untuk bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri.
    • Mereka mengembangkan kemampuan untuk mencari informasi, mengatur waktu, dan mengelola diri sendiri dalam belajar.
  • 6. Mengembangkan Pembelajar Seumur Hidup:

    • Siswa belajar bagaimana belajar secara mandiri dan efektif.
    • Mereka mengembangkan keterampilan yang mereka butuhkan untuk terus belajar sepanjang hidup mereka.
  • Kekurangan Teori Belajar Konstruktivisme

    Di samping kelebihannya, teori belajar konstruktivisme juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu:

    1. Memerlukan Guru yang Terampil dan Kreatif:

    • Guru perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk menerapkan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran.
    • Guru harus mampu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan mendorong partisipasi aktif siswa.
  • 2. Memerlukan Waktu dan Sumber Daya yang Lebih Banyak:

    • Penerapan pendekatan konstruktivisme mungkin memerlukan waktu dan sumber daya yang lebih banyak dibandingkan dengan pendekatan tradisional.
    • Siswa membutuhkan waktu untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman dan refleksi.
  • 3. Tidak Sesuai untuk Semua Siswa:

    • Pendekatan konstruktivisme mungkin tidak sesuai untuk semua siswa, terutama bagi mereka yang membutuhkan struktur dan arahan yang lebih jelas.
    • Siswa dengan kemampuan belajar yang berbeda mungkin memerlukan pendekatan belajar yang berbeda pula.
  • 4. Sulit untuk Diukur:

    • Hasil belajar yang diperoleh melalui pendekatan konstruktivisme mungkin sulit untuk diukur secara objektif.
    • Penilaian belajar perlu dilakukan dengan cara yang lebih komprehensif dan memperhatikan berbagai aspek perkembangan siswa.
  • 5. Kemungkinan Miskonsepsi:

    • Siswa mungkin mengalami miskonsepsi atau kesalahpahaman dalam membangun pengetahuannya sendiri.
    • Guru perlu secara cermat membimbing dan mengarahkan siswa agar mereka membangun pengetahuan yang benar dan sesuai.

  • Ciri-ciri Aliran Konstruktivisme
  • Aliran konstruktivisme dalam pembelajaran memiliki beberapa ciri khas yang membedakannya dari aliran belajar tradisional. Berikut adalah beberapa ciri-cirinya:

    1. Penekanan pada Peran Aktif Siswa:

    • Siswa tidak hanya menerima informasi secara pasif dari guru, tetapi secara aktif membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman, interaksi, dan refleksi.
    • Guru berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa dalam proses belajarnya.
  • 2. Pembelajaran Berpusat pada Pengalaman:

    • Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman langsung, baik melalui percobaan, observasi, maupun pemecahan masalah.
    • Guru menyediakan berbagai kegiatan belajar yang memungkinkan siswa untuk terlibat secara aktif dan membangun pengetahuannya sendiri.
  • 3. Penghubungan Pengetahuan Baru dengan Pengetahuan Lama:

    • Siswa menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah mereka miliki sebelumnya.
    • Hal ini membantu siswa untuk memahami konsep baru dengan lebih baik dan membangun pengetahuannya secara bermakna.
  • 4. Penekanan pada Konteks:

    • Pengetahuan dipelajari dalam konteks yang bermakna bagi siswa.
    • Guru menghubungkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata siswa sehingga mereka dapat memahami manfaat dan relevansinya.
  • 5. Penilaian Berkelanjutan:

    • Penilaian dilakukan secara berkelanjutan untuk memantau kemajuan belajar siswa.
    • Penilaian tidak hanya berfokus pada hasil belajar, tetapi juga pada proses belajar siswa.
  • 6. Penerapan Pendekatan yang Beragam:

    • Guru menggunakan berbagai pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar dan kebutuhan siswa.
    • Hal ini memungkinkan siswa untuk belajar dengan lebih efektif dan efisien.
  • 7. Pembelajaran Kolaboratif:

    • Siswa encouraged to work together in groups to solve problems and share ideas.
    • This helps them to develop their communication and collaboration skills.
  • 8. Pembelajaran Mandiri:

    • Siswa belajar untuk bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri.
    • Mereka mengembangkan kemampuan untuk mencari informasi, mengatur waktu, dan mengelola diri sendiri dalam belajar.
  • 9. Pembelajaran Seumur Hidup:

    • Siswa belajar bagaimana belajar secara mandiri dan efektif.
    • Mereka mengembangkan keterampilan yang mereka butuhkan untuk terus belajar sepanjang hidup mereka.

  • Prinsip-prinsip Belajar Konstruktivisme
  • Keterlibatan aktif: Individu harus terlibat secara aktif dalam proses belajar, baik secara fisik maupun mental.
  • Pengalaman langsung: Pengetahuan terbaik diperoleh melalui pengalaman langsung, baik melalui percobaan, observasi, atau pemecahan masalah.
  • Konteks: Pengetahuan dipelajari dalam konteks yang bermakna bagi individu.
  • Konstruksi makna: Individu membangun makna mereka sendiri dari informasi yang mereka terima.
  • Refleksi: Individu perlu merefleksikan pengalaman dan pemahaman mereka untuk membangun pengetahuan yang lebih dalam.

  • Penerapan Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran
  • Teori konstruktivisme dapat diterapkan dalam berbagai metode pembelajaran, seperti:

    1. Pembelajaran Berbasis Proyek:

    • Siswa bekerja sama dalam proyek jangka panjang untuk memecahkan masalah yang kompleks.
    • Mereka merumuskan pertanyaan penelitian, mengumpulkan data, menganalisis data, dan mempresentasikan temuan mereka.
    • Pembelajaran berbasis proyek membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan komunikasi.
  • 2. Pembelajaran Berbasis Masalah:

    • Siswa belajar dengan memecahkan masalah nyata.
    • Guru memberikan masalah yang menantang dan relevan dengan kehidupan siswa.
    • Siswa bekerja sama untuk mencari solusi kreatif untuk masalah tersebut.
    • Pembelajaran berbasis masalah membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan kolaborasi.
  • 3. Pembelajaran Kooperatif:

    • Siswa bekerja sama dalam kelompok untuk mencapai tujuan belajar bersama.
    • Setiap anggota kelompok memiliki peran dan tanggung jawab yang berbeda.
    • Siswa saling membantu dan belajar dari satu sama lain.
    • Pembelajaran kooperatif membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan komunikasi, kolaborasi, dan kepemimpinan.
  • 4. Pembelajaran Mandiri:

    • Siswa belajar untuk bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri.
    • Mereka merumuskan tujuan belajar mereka sendiri, memilih sumber belajar, dan memantau kemajuan mereka sendiri.
    • Pembelajaran mandiri membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan belajar mandiri, motivasi, dan disiplin diri.
  • 5. Penggunaan Media Pembelajaran yang Beragam:

    • Guru menggunakan berbagai media pembelajaran untuk membantu siswa membangun pengetahuannya sendiri.
    • Media pembelajaran yang dapat digunakan antara lain buku, video, audio, gambar, dan simulasi.
    • Penggunaan media pembelajaran yang beragam membantu siswa untuk belajar dengan lebih efektif dan efisien.
  • 6. Penilaian Autentik:

    • Penilaian dilakukan secara autentik untuk mengukur kemampuan siswa dalam menerapkan pengetahuannya dalam situasi nyata.
    • Penilaian autentik dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti observasi, portofolio, dan proyek.
    • Penilaian autentik membantu siswa untuk memahami manfaat dan relevansinya dari apa yang mereka pelajari.
  • 7. Pembelajaran yang Berpusat pada Siswa:

    • Guru menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran.
    • Kebutuhan, minat, dan gaya belajar siswa dipertimbangkan dalam proses pembelajaran.
    • Pembelajaran yang berpusat pada siswa membantu siswa untuk merasa lebih terlibat dan termotivasi dalam belajar.
  • Tips untuk Menerapkan Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran

    Berikut adalah beberapa tips untuk menerapkan teori konstruktivisme dalam pembelajaran:

    • ** Ciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan mendukung.**
    • ** Berikan siswa kesempatan untuk belajar secara aktif dan interaktif.**
    • ** Gunakan berbagai metode pembelajaran yang menarik dan bervariasi.**
    • ** Berikan umpan balik yang konstruktif dan tepat waktu.**
    • ** Libatkan orang tua dan masyarakat dalam proses pembelajaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun