Pemilihan umum atau pemilu adalah puncak dari sistem demokrasi. Pada pemilu, rakyat diberikan kesempatan untuk memilih wakil-wakil mereka dalam pemerintahan untuk memimpin dan menentukan arah bangsa kedepannya mau seperti apa. Tentu saja, pemilu ini begitu penting terutama untuk masyarakat karena wakil-wakil yang nantinya terpilih, kebijakan-kebijakan yang mereka buat akan memberikan dampak bagi kehidupan masyarakat.
Pengertian pemilu berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 pasal 1 (1) adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pada tanggal 14 Februari 2024, masyarakat akan dihadapkan pada pemilihan umum tersebut. Walaupun waktu menuju pemilu masih terbilang cukup lama, namun berbagai media sudah ramai memberitakan hal-hal yang berkaitan dengan pemilu dari sekarang, terutama berita-berita terkait dengan pilpres. Mulai dari pemberitaan terkait koalisi-koalisi yang dibentuk oleh masing-masing partai politik, pengusungan nama bakal calon presiden dan calon wakil presiden, hingga yang terakhir adalah terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang memperbolehkan seseorang di bawah usia 40 tahun bisa menjadi capres maupun cawapres asalkan sedang atau pernah menduduki jabatan negara yang dipilih melalui pemilu, termasuk pemilihan kepala daerah. Karena putusan MK inilah Gibran Rakabuming Raka dipilih sebagai wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto dan akibatnya memunculkan spekulasi di kalangan publik akan adanya politik dinasti dikarenakan Gibran adalah putra sulung dari Presiden Joko Widodo.
Pemilu 2024 di Indonesia, dengan segala kemajuan teknologi dan komunikasi yang dimilikinya, membawa harapan besar dan tantangan dalam bentuk hoaks atau berita palsu. Hoaks atau berita palsu di tengah-tengah situasi politik yang sedang panas-panasnya akan memberikan dampak yang buruk, terutama bagi masyarakat, mulai dari polarisasi yang tak terhindarkan hingga menimbulkan konflik yang sifatnya destruktif.
Menurut KBBI, hoaks adalah informasi yang dibuat-buat atau direkayasa untuk menutupi informasi yang sebenarnya. Dengan kata lain, hoaks diartikan sebagai upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang seolah olah meyakinkan akan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya. Hoaks merupakan salah satu fenomena yang diakibatkan oleh adanya perkembangan teknologi dan komunikasi, terutama dengan munculnya berbagai macam media secara bebas di internet, yang tentu tidak semua media memberikan berita-berita yang kredibel.
Menjelang pemilu 2024 ini, ada banyak sekali hoaks yang bertebaran di internet. Namun, bukan tanpa alasan, hoaks-hoaks yang bertebaran di internet menjelang pemilu 2024 ini tentu ada penyebabnya. Berikut beberapa penyebab beredarnya hoaks menjelang pemilu 2024 :
Calon presiden, calon wakil presiden, calon wakil-wakil rakyat, dan partai politik, sering memanfaatkan perbedaan identitas untuk menaikkan dukungannya terhadap mereka, karena identitas adalah masalah yang sensitif bagi masyarakat Indonesia, maka ini menjadi ladang yang bagus buat pemerintah untuk meningkatkan dukungan masyarakat terhadap mereka. Contohnya saja penggunaan sentimen-sentimen atau slogan-slogan yang bersifat Islami, maka secara tidak langsung, masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam akan mendukung calon tersebut.
Selain daripada itu, penggunaan politik identitas di Indonesia akan sangat menguntungkan bagi para calon yang diusung oleh partai tertentu karena memang basis politik di Indonesia adalah identitas itu sendiri. Indonesia terdiri atas berbagai macam suku, agama, dan golongan. Karena perbedaan-perbedaan identitas itulah maka mereka menggunakan kesempatan ini untuk menarik dukungan dari masyarakat, terutama sekali penarikan dukungan ini ditujukan kepada mayoritas.
Penggunaan politik identitas sebenarnya merupakan hal yang wajar dalam upayanya untuk menarik dukungan dari masyarakat, yang menjadi masalah adalah ketika mereka menggunakan kekuasaannya untuk memanipulasi media dan menyebarkan hoaks kepada masyarakat. Informasi yang beredar di internet sekarang sudah tidak terkendali lagi. Ada banyak sekali berita yang bermunculan setiap detiknya dan kalau kita tidak kritis dalam membaca berita-berita di internet tersebut, maka bisa saja kita akan mengonsumsi berita-berita hoaks. Terlebih lagi biasanya para oknum itu dengan berbagai macam cara sengaja menyebarkan hoaks yang berkaitan dengan identitas seseorang untuk merendahkan golongan yang lain dan berakhir pada konflik antar identitas yang berbeda. Mereka yang berbeda dukungan saling mencela satu sama lain, saling menfitnah satu sama lain, dan saling membenci satu sama lain.
2. Peran media
Media sebagai sumber informasi tentu saja memberikan peran penting menjelang pemilu 2024. Masing-masing media berlomba-lomba untuk memberikan berita terbaru terkait dengan pemilu, mulai dari informasi kandidat presiden dan wakil presiden, isu-isu politik, dan penyelenggaraan seminar atau percakapan dari calon-calon presiden.
Dalam memberikan informasi-informasi yang berkaitan dengan pemilu tersebut, idealnya media-media harus menjunjung tinggi netralitas sesuai dengan prinsip dasar jurnalistik. Namun, karena berbagai hal seperti kepemilikan media oleh individu atau perusahaan tertentu yang memiliki kepentingan politik sendiri, tekanan dari berbagai pihak, persaingan dengan media lain, dan polarisasi masyarakat menyebabkan media harus berpihak kepada golongan dan kepentingan tertentu yang mengakibatkannya menjadi tidak netral.
3. Peran media sosial
Selain daripada media, informasi juga dapat diperoleh dari media sosial. Media sosial merujuk pada jenis media digital yang digunakan untuk berinteraksi, berbagi informasi, dan berkomunikasi dengan orang lain secara online. Contoh dari media sosial diantaranya adalah facebook, twitter, dan instagram.
Menjelang pemilu 2024, media sosial juga punya peran yang signifikan dalam upayanya untuk menyebarkan informasi terkait dengan isu-isu politik yang sedang terjadi. Namun, seperti media konvensional tadi, media sosial juga memberikan dampak yang negatif bagi para pembaca jika tidak digunakan dengan baik. Bahkan mungkin dampaknya lebih parah daripada media konvensional karena media sosial ini biasanya menyediakan fitur untuk para penggunanya berinteraksi satu sama lain.
Dilatarbelakangi oleh perbedaan pilihan dan kemudian di panas-panasi oleh berita yang saling menjelekkan satu sama lain, hal ini menjadikan polarisasi terjadi dan pada akhirnya menyebabkan orang-orang yang berbeda pilihan ini saling menghina dan mencaci. Perlakuan-perlakuan seperti itu menyebabkan kondisi politik yang tidak sehat. Ditambah lagi, dengan adanya algoritma media yang cenderung menciptakan "gelembung informasi" dimana pengguna terpapar informasi yang hanya sesuai dengan pandangan mereka, sehingga menghambat eksposur terhadap sudut pandang yang berbeda. Dengan adanya algoritma media ini tentu saja akan menjadikan masing-masing individu anti terhadap pandangan yang bertolak belakang dengannya.
4. Kurangnya literasi
Dengan adanya banyak berita yang tersebar di berbagai media, menjadikan kita sulit untuk membedakan antara berita hoaks dan berita yang kredibel. Apalagi ditambah dengan kurangnya literasi, hal ini akan menyebabkan seseorang makin sulit lagi dalam membedakan mana berita yang benar dan mana yang hoaks. Dalam konteks pemilu 2024 nanti, hal ini akan menjadi sangat berbahaya karena orang-orang tersebut akan dengan mudah untuk terperdaya oleh informasi-informasi palsu dan jika kekurangan kemampuan untuk membedakan mana berita yang benar dan mana yang palsu dibarengi dengan emosi yang tidak stabil, maka konflik yang diharapkan pun akan terjadi.
Dengan banyaknya literasi, setidaknya ada kemungkinan untuk orang itu punya pola pikir yang kritis dan selalu skeptis terhadap sesuatu. Sehingga orang tersebut tidak akan gampang terperdaya oleh judul-judul berita yang bombastis dan mencoba untuk meneliti kembali apakah berita tersebut benar adanya atau tidak dengan cara membandingkan berita dari berbagai sumber.
Dengan adanya pemaparan terkait penyebab hoaks menjelang pemilu 2024, saya berharap kepada masyarakat, untuk menyaring lagi berita-berita yang dikonsumsi dan janganlah mudah terprovokasi hanya karena media memberikan informasi yang tidak sesuai dengan pandangannya.
Sahrul Romadlon
Mahasiswa Sastra Indonesia, Universitas Padjadjaran
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H