Mohon tunggu...
Sahrony A Hirto
Sahrony A Hirto Mohon Tunggu... -

lagi mengecam pendidikan S2 pada jurusan Ilmu Manajemen dan Kebijakan Publik UGM Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Reformasi Birokrasi di Indonesia dalam Perspektif Perilaku

27 Juli 2012   07:25 Diperbarui: 4 April 2017   16:44 9700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

9.Struktur dan kultur birokrasi pemerintah yang mengabaikan prinsip-prinsip good governance.

10.Struktur organisasi pemerintah yang belum mengindahkan azas “Hemat Struktur Kaya Fungsi”.[2]

Persoalan ini kemudian kiranya bagi penulis menjadi alasan penting kenapa reformasi birokrasi dilaksanakan. Alasan ini pula yang kiranya digunakan untuk meletakkan akar reformasi di tahun 1998 di bangsa ini tetapi kiranya perjalanan reformasi khususnya untuk birokrasi masih belum terasa, bahkan ada yang mengatakan berjalan ditempat jika dibandingkan dengan reformasi politik. Senada dengan pernyataan tersebut pandangan Miftah Thoha terkait pelaksanaan reformasi di bangsa ini yang lebih mengedepandakan reformasi politik dari pada reformasi birokrasi dimana pandangan beliau bahwa Selama 10 tahun terakhir ini kita merasakan kemajuan reformasi di bidang politik dan ekonomi, Di bidang politik demokrasi semakin berkembang baik, kebebasan berpolitik dan perbedaan pendapat dijamin sangat baik. Akan tetapi kehidupan birokrasi menunjukkan kurva terbalik, hal ini bisa dilihat dari dua indikator Indek Prsepsi Korupsi dan Indek kemudahan pelayanan usaha[3].

Namun bagaimanapun pandangan tentang birokrasi, dalam prakteknya di dunia empirik, image negatif terhdap birokrasi cenderung lebih berkembang, sehingga istilah birokrasi menjadi suatu stigma terhadap perilaku administrasi pemerintahan yang berbelit-belit. Bahkan dari permasalahan inilah bermunculan berbagai upaya-upaya konseptual untuk melakukan perbaikan citra birokrasi melalui gerakan reformasi birokrasi bahkan berangkat dari berbagai persoalan diatas yang mendasari penulis untuk tertarik mengulas bagaimana pelaksanaan reformasi birokrasi dalam prespektif perilaku birokrasi di Indonesia.  Dengan maksud memberikan sebuah masukan konseptual guna perbaikan citra birokrasi kedepannya.

B.Reformasi Birokrasi dan Tuntutan

Di indonesia reformasi birokrasi merupakan bagian dai tuntutan reformasi secara total yang meliputi aspek politik, ekonomi, hukum dan sosial. Reformasi birokrasi sendiri menurut Khan (1981) dalam bukunya Warsito Utomo mendefinisikan reformasi sebagai suatu usaha melakukan perubahan-perubahan pokok dalam suatu sistem birokrasi yang bertujuan mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang telah lama. Selain itu ditambahkan pula oleh Quah (1976) bahwa reformasi sebagai suatu proses untuk mengubah proses dan prosedur birokrasi publik dan sikap serta tingkah laku birokrat untuk mencapai efektivitas birokrasi dan tujuan pembangunan nasional.[4]

Dari kedua defenisi yang penulis kutip diatas tergambar jelas bagaimana reformasi birokrasi itu sendiri sebenarnya menekankan tentang perubahan perilaku atau kebiasaan-kebiasaan lama dari aparatur pemerintahan. Selain itu reformasi birokrasi juga memberikan perubahan perilaku kepada para aparatur pemerintahan itu sendiri.

Reformasi birokrasi pada dasarnya merupakan bagian dari reformasi administrasi negara. Hal ini bila dilihat dari pemahaman bahwa birokrasi merupakan salah satu unsur administrasi negara yang menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan berupa pelayanan publik, sehubungan dengan hal tersebut maka sebenarnya reformasi administrasi negara termasuk didalamnya reformasi birokrasi pemerintahan. Reformasi birokrasi itu sendiri bukanlah merupakan hal baru di Indonesia karena sudah terjadi ketika adanya peralihan kekuasaan dari era orde lama ke orde baru. Tetapi yang perlu ditekankan dalam penulisan ini adalah semangat reformasi yang bersumbu pada reformasi 1998 yang mencoba memberikan perbaikan terhadap sistem pemerintahan sebelumnya yang telah berkuasa hampir 32 tahun lebih. Bahkan dimasa kepemimpinan Soeharto, Indonesia mengidap virus Parkinson dan Proliferasi dimana dibuat dengan tujuan agar memperkuat kekuasaan yang sedang berlangsung.[5]

Dalam usaha untuk merespon tuntutan masyarakat terhadap perlunya reformasi birokrasi di Indonesia, beberapa upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam sistem birokrasi di Indonesia tidak bisa diabaikan, salah satu diantanya adalah dihapuskannya satu warna kepatuhan birokrasi terhadap satu partai tertentu. Bahkan sekarang kita dapat mendengar istilah netralitas birokrasi dalam partisipasi politik. Ini merupakan sebuah dampak dari pelaksanaan birokrasi itu sendiri. Tetapi pada kenyataannya perubahan yang dilakukan dapat dikatakan kurang atau bahkan tidak berpengaruh terhadap image negatif birokrasi itu sendiri terutama jika dikaitkan dengan masalah budaya kerja birokrasi yang cenderung korup (KKN). Bahkan disalah satu media cetak Nasional (kompas) mengatakan bahwa dari 33 gubernur 17 diantaranya tersangkut perkara sehingga harus dinonaktifkan dari jabatannya.[6]

Dari data diatas menunjukkan bahwa dengan adanya konsep desentralisasi yang merupakan bagian dari agenda reformasi itu sendiri juga belum memberikan hasil memuaskan dari sisi reformasi birokrasi di daerah. Bahkan terkesan memberikan peluang untuk menjadi raja-raja kecil di daerah-daerah pemekaran. Selain itu alasan utama dimekarkannya daerah salah satu sebabnya yaitu mendekatkan pelayanan terhadap masyarakat tetapi pada kenyataannya masyarakat kurang merasakan pelayanan tersebut masih saja dengan pola-pola lama yang berbelit-belit.

C.Perilaku Birokrat dan Permasalahannya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun