PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Agama Islam memberikan pedoman-pedoman dalam kehidupan dari hal-hal terkecil hingga hal-hal besar melalui Al-Qur’an dan Hadis-hadis Nabi Saw. Al-Qur’an turun tidak hanya diperuntukkan kepada ummat Islam, melaiknkan kepada seluruh manusia. Dalam memahami dan menelaah mengenai isi dan kandungan Al-Qur’an dibuthkannya penfsiran dalam setiap ayat dan surahnya. Terdapat banyak sekali kitab-kitab tafsir dan banyak nya ulama tafsir (Mufassir) sehingga dapat memudahkan para pembaca dalam memahami isi kandungan Al-Qur’an.
Pedoman-pedoman dalam Al-Qur’an juga mencakup segala aspek kehidupan dan diperuntukkan secara rata baik laki-laki maupun perempuan termasuk persoalan fikih misalnya mengenai tuntunan dalam berpakaian yang juga terdapat di dalamnya, mengenai aurat dan juga batasan-batasannya. Islam sangat memuliakan wanita dan Islam datang juga untuk memperjuangkan hak-hak wanita. Maka dari itu Islam menurunkan ayat mengenai tuntunan untuk berpakaian yang yang lebih rinci kepada wanita karena dari situlah Islam dapat memuliakan dan menjujung derajat wanita. Dalam memuliakan wanita, Islam tidak hanya berbicara dalam tataran konseptual namun tentunya juga mengatur masalah teknis, dari urusan pendidikan hingga tataran pernikahan rumah tangga, keluarga, warisan hingga dalam masalah pakaian dan perhiasan. Pembahasan mengenai aurat dan aneka jenis pakainnya masih menjadi pembahasan yang banyak diperbincangkan dari beberapa penafsiran dan pandangan mengenai apa saja macam-macamnya, cara dan batasan pemakaiannya dan ruang lingkup pembagian batasan aurat dan pemetaannya .
PEMBAHASAN
Bahasan Kebahasaan
Dalam Islam terdapat istilah yang disebut dengan aurat. Aurat secara makna syari’at adalah bagian tubuh yang haram untuk dilihat. Dalam Islam aurat juga diatur mengenai batasan-batasannya serta perintah menutup aurat diperintahkan secara merata baik kepada laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu bagian-bagian tubuh yang termasuk aurat maka harus ditutup. Menurut kesepakatan ulama’ aurat bagi laki-laki meliputi pusar sampai lutut sedangkan perempuan auratnya meliputi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Dikarenakan manusia merupakan makhluk sosial dan pastinya menjalani aktifitas serta interaksi maka diciptakanlah pakaian sebagai syarat dan alat untuk menutup bagian tubuh yang termasuk aurat. Dalam sholat salah satu syarat sah-nya yaitu dengan menutup aurat, sehingga apapun yang mampu menutupi auratnya dalam sholat maka akan menajdikan sholatnya sah. Tetapi belum tentu pakaian yang menutup aurat boleh dikenakan Muslimah saat keluar rumah. Karena untuk keluar rumah Allah tidak hanya mengharuskan para Muslimah untuk menutup aurat saja tetapi juga dengan menutup aurat secara syar’i atau keseluruhan, dan komeponen pakaian syar’i inilah yng disebut dengan Hijab yang terdiri di dalamnya pakaian rumah (al-tsaub), kerudung (khimar), dan Jilbab atau gamis (al-qhamis).
Jilbab
Secara bahasa atau etimologi Jilbab berasal dari kata Jalaba yang memiliki arti penutup sehingga dapat dimaksudkan menutupi tubuh dengan sesuatu yang lain sehingga aurat tertutup dan tidak dapat terlihat. Dalam arti lain Jilbab memiliki bentuk jamak Jalabib yang bermakna menghimpun dan membawa sesuatu yang terlepas atau dalam keterangan lain disebutkan juga berasal dari kata Jalbu yang bermakna menarik atau menghimpun. Namun arti Jilbab sendiri masih banyak diperselisihkan dikalangan pendapat para ulama’. Dari yang (dikutip oleh Muhammad Akmal Haris dalam buku Perempuan dan Jilbab karya Ibrahim halaman 3), secara istilah atau terminologi diartikan sebagai pakaian dalam (al-qahamis/gamis) atau selendang atau kerudung (khimar) atau pakaian untuk melapisi segenap pakaian perempuan bagian luar untuk menutupi seluruh tubuh sama halnya mantel (milhafah). Setidaknya pakaian atau selendang itu dapat menutupi bagian kepala, dada dan belakang tubuh perempuan.
Ayat-Ayat Terkait, Penafsiran dan Konteks Asbab an-Nuzul
Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat surah terdapat ayat mengenai perintah untuk menutup aurat dan mengenakan Jilbab sebagai pakaian seorang wanita Muslilmah yaitu yang teertera dalam Qur’an surah An-Nur ayat 31 dan surah Al-Ahzab ayat 59 seperti dibawah ini yang berbunyi:
Qs. Al-A’raf ayat 26 (Diturunkannya pakaian untuk menutup aurat)
يَا بَنِيْٓ اٰدَمَ قَدْ اَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُّوَارِيْ سَوْءٰتِكُمْ وَرِيْشًاۗ وَلِبَاسُ التَّقْوٰى ذٰلِكَ خَيْرٌۗ ذٰلِكَ مِنْ اٰيٰتِ اللّٰهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُوْنَ ٢٦
Terjemahan:
Wahai anak cucu Adam, sungguh Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan bulu (sebagai bahan pakaian untuk menghias diri). (Akan tetapi,) pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu merupakan sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Allah agar mereka selalu ingat.
Konteks Asbabun Nuzul
Latar belakang dari turunnya ayat ini sangat berkaitan dengan situasi masyarakat Arab di Makkah pada masa itu, yang masih jauh dari nilai-nilai moral dan panduan agama yang diaplikasikan secara serius. Dalam Tafsir al-Ṭabarī, disebutkan telah terjadi fenomena di mana orang-orang Arab melakukan tawaf di sekitar Ka’bah dalam keadaan telanjang. Perbuatan ini merupakan hasil dari pengaruh was-was setan yang menghasut mereka untuk mengabaikan perintah Allah SWT terkait berpakaian untuk menutupi aurat. Allah menegur mereka karena terpengaruh oleh tipu daya setan yang berhasil membuat mereka melepaskan pakaian yang telah diamanatkan oleh Allah untuk melindungi aurat mereka.
Tafsir Qs. Al-A’raf ayat 26
Di ayat-ayat sebelumnya Allah memerintah Adam dan Hawa keluar dari surga dan dijelaskan bahwa setan adalah musuh paling berbahaya. Serta tuntunan kepada keturunan Adam akan hal yang dapat memberi manfaat di dunia serta peringatan kepada setan yang selalu berusaha menyesatkan. Wahai anak cucu Adam! Ingatlah dan bersyukurlah pada Kami dengan menaati perintah Kami, karena sesungguhnya Kami telah memberikan karunia kepadamu dengan menyediakan kemudahan untuk mendapatkan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa, yakni dengan menghambakan diri kepada Allah dengan penuh ketulusan dan kecintaan (keimanan), itulah yang lebih baik, karena hal tersebut akan mendatangkan kebahagiaan, meraih kecintaan Allah, dan menyelamatkan kamu dari azab Allah. Hal tersebut merupakan sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, dengan kisah tersebut mereka, yakni manusia, menjadi ingat dan dapat mengambil pelajaran, bahwa siapa pun yang menyalahi perintah Allah dan melanggar larangan-Nya akan mendapatkan murka Allah.
Qs. An-Nur ayat 31 (Perintah Menutup Aurat)
وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اٰبَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اَخَوٰتِهِنَّ اَوْ نِسَاۤىِٕهِنَّ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُنَّ اَوِ التّٰبِعِيْنَ غَيْرِ اُولِى الْاِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ اَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلٰى عَوْرٰتِ النِّسَاۤءِۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِاَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّۗ وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Terjemahan:
Katakanlah kepada para perempuan yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (bagian tubuhnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. Hendaklah pula mereka tidak menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, para perempuan (sesama muslim), hamba sahaya yang mereka miliki, para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Hendaklah pula mereka tidak mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.
Konteks Asbab an-Nuzul
Menurut Ibn Katsir asbabun nuzul ayat ini adalah seperti apa yang dikisahkan oleh Muqotttil bin Hayyan, telah sampai kepada kami bahwa Jabir bin Abdillah al-Anshori menceritakan bahwa sesunggunya Asma’ binti Musyidah dahulu berada di sudut tempat pada Bani Haritsah kemudian para perempuan masuk kepadanya tanpa memakai penutup maka terlihatlah apa yang ada pada kaki-kaki mereka seperti perhiasan kaki, dan terlihat pula dada dan kunciran-kunciran rambut mereka, kemudian Asma’ berkata: “Alangkah buruknya (pemandangan) ini”. Lalu Allah menurunkan surah An-Nur ayat 31 yang berkenaan dengan peristiwa itu sebagai perintah kepada kaum mukminat untuk menutup aurat mereka.
Menurut Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat ini haruslah berpijak pada ayat sebelumnya yaitu an-Nur ayat 30, yang dimana Allah memberikan dua perintah kepada kaum laki-laki untuk menjaga pandangan dan syahwatnya maka pada ayat berikutnya 31 Allah juga memerintahkan kaum perempuan untuk juga mengontrol dua hal tersebut dengan menutup aurat dan menjaga pandangan serta tidak menampakkan perhiasan (tabarruj) keculi yang biasa dapat dilihat.
Tafsir Tahlili
Pada ayat ini Allah menyuruh Rasul-Nya agar mengingatkan perempuan-perempuan yang beriman supaya mereka tidak memandang hal-hal yang tidak halal bagi mereka, seperti aurat laki-laki ataupun perempuan, terutama antara pusar dan lutut bagi laki-laki dan seluruh tubuh bagi perempuan. Begitu pula mereka diperintahkan untuk memelihara kemaluannya (farji) agar tidak jatuh ke perzinaan, atau terlihat oleh orang lain. Sabda Rasulullah Saw. Dari Ummu Salamah, bahwa ketika dia dan Maimunah berada di samping Rasulullah datanglah Abdullah bin Umi Maktum dan masuk ke dalam rumah Rasulullah (pada waktu itu telah ada perintah hijab). Rasulullah memerintahkan kepada Ummu Salamah dan Maimunah untuk berlindung (berhijab) dari Abdullah bin Umi Maktum, Ummu Salamah berkata, wahai Rasulullah bukankah dia itu buta tidak melihat dan mengenal kami?, Rasulullah menjawab, apakah kalian berdua buta dan tidak melihat dia?. (Riwayat Abu Daud dan at-Tirmidzi) Begitu pula mereka para perempuan diharuskan untuk menutup kepala dan dadanya dengan kerudung, agar tidak terlihat rambut dan leher serta dadanya. Sebab kebiasaan perempuan mereka menutup kepalanya namun kerudungnya diuntaikan ke belakang sehingga nampak leher dan sebagian dadanya, sebagaimana yang dilakukan oleh perempuan-perempuan jahiliah. Di samping itu, perempuan dilarang untuk menampakkan perhiasannya kepada orang lain, kecuali yang tidak dapat disembunyikan seperti cincin, celak/sifat, pacar/inai, dan sebagainya. Lain halnya dengan gelang tangan, gelang kaki, kalung, mahkota, selempang, anting-anting, kesemuanya itu dilarang untuk ditampakkan, karena terdapat pada anggota tubuh yang termasuk aurat perempuan, sebab benda-benda tersebut terdapat pada lengan, betis, leher, kepala, dan telinga yang tidak boleh dilihat oleh orang lain. Perhiasan tersebut hanya boleh dilihat oleh suaminya, bahkan suami boleh saja melihat seluruh anggota tubuh istrinya, ayahnya, ayah suami (mertua), putra-putranya, putra-putra suaminya, saudara-saudaranya, putra-putra saudara laki-lakinya, putra-putra saudara perempuannya, karena dekatnya pergaulan di antara mereka, karena jarang terjadi hal-hal yang tidak senonoh dengan mereka. Begitu pula perhiasan boleh dilihat oleh sesama perempuan muslimah, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau pelayan/pembantu laki-laki yang tidak mempunyai keinginan terhadap perempuan, baik karena ia sudah lanjut usia, impoten, ataupun karena terpotong alat kelaminnya. Perhiasan juga boleh ditampakkan dan dilihat oleh anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan, sehingga tidak akan timbul nafsu birahi karena mereka belum memiliki syahwat kepada perempuan. Di samping para perempuan dilarang untuk menampakkan perhiasan, mereka juga dilarang untuk menghentakkan kakinya, dengan maksud memperlihatkan dan memperdengarkan perhiasan yang dipakainya yang semestinya harus disembunyikan. Perempuan-perempuan itu sering dengan sengaja memasukkan sesuatu ke dalam gelang kaki mereka, supaya berbunyi ketika ia berjalan, meskipun dengan perlahan-lahan, guna menarik perhatian orang. Sebab sebagian manusia kadang-kadang lebih tertarik dengan bunyi yang khas daripada bendanya sendiri, sedangkan benda tersebut berada pada betis perempuan. Pada akhir ayat ini, Allah menganjurkan agar manusia bertobat dan sadar kembali serta taat dan patuh mengerjakan perintah-Nya menjauhi larangan-Nya, seperti membatasi pandangan, memelihara kemaluan/kelamin, tidak memasuki rumah oranglain tanpa izin dan memberi salam, bila semua itu mereka lakukan, pasti akan bahagia baik di dunia maupun di akhirat.
Qs. Al-Ahzab ayat 59 (Perintah Mengenakan Jilbab)
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَاۤءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّۗ ذٰلِكَ اَدْنٰىٓ اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا
Terjemahan:
“Wahai Nabi (Muhammad), katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin supaya mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Konteks Asbab an-Nuzul
Terdapat dalam suatu riwayat dari Imam Bukhari, istri Nabi, Asiyah Radiallahuanhu mengatakan, suatau hari Saudah istri Nabi keluar rumah untuk sebuah hajat atau keperluan (peristiwa ini terjadi setelah turunnya perintah hijab atau menutup aurat). Saudah memiliki postur tubuh yang tinggi dan sedikit gemuk sehingga mudah dikenali. Pada waktu itu Umar melihatnya dan berkata, “Wahai Saudah, ketahuilah bahwa sesungguhnya engkau tidak asing bagi kami dan mudah kami kenali, karena itu perhatikanlah bagaimana engkau pergi keluar”. Dengan tergesa-gesa Saudah kembali pulang dan pada saat itu Rasulullah berada dirumah Aisyah dan sedang makan malam, tangan beliau sedang memegang ‘arq (tulang setelah dagingya tinggal sedikit. Kemudian Saudah masuk dan berkata “Ya Rasulullah, saya pergi keluar untuk suatu keperluan, lalu ditengah jalan Umar bin Khattab berkata begini dan begitu”. Kemudian Allah menurunkan wahyu ayat ini kepada Rasulullah, dan pada saat itu Rasulullah masih memegang ‘arq tersebut lalu bersaba, “Sesungguhnya telah diizinkan bagi kalian pergi keluar untuk suatu keperluan”.
Tafsir Ijmali (Kementerian Agama RI)
Dalam ayat ini Allah Swt memerintahkan perempuan mukmin, khususnya istri-istri Nabi agar mengenakan jilbab supaya terhindar dari gangguan dan hinaan orang-orang fasik. Jilbab yang dimaksud ialah baju longgar yang menutupi baju rumah dan kerudung wanita atau disebut baju luar bagi wanita. Jilbab memiliki beragam macam jenis mengikuti adat dari suatu daerah dengan syarat tidak transparan dan dapat menutupi anggota tubuh (aurat). sebelum ayat ini turun, pakaian wanita merdeka dan budak hampir sama yang membuat mereka sulit dibedakan sehingga wanita merdeka sering digoda oleh para lelaki. Maka dengan di syariatkannya jilbab juga ditujukan agar menjadi pembeda antara wanita merdeka dan budak dan sebagai bentuk untuk memuliakan wanita dengan menutup aurat.
Hadis-Hadis Terkait Aurat dan Jilbab
Hadist at-Tirmidzi nomor 2717
Muhammad bin Bashshar menceritakan kepada kami, Amr bin ‘Āṣīm menceritakan kepada kami, Hammam menceritakan kepada kami dari Qatādah dari Muwarriq dari Abū al-Aḥwaṣ dari Abdullah dari nabi saw berkata, “Perempuan adalah aurat, maka apabila dia keluar (rumah), maka setan membelalakkan matanya dan bermaksud buruk terhadapnya”.
Hadis at-Tirmidzi nomor 1173
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي زِيَادٍ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ حُبَابٍ أَخْبَرَنِي الضَّحَّاكُ بْنُ عُثْمَانَ أَخْبَرَنِي زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلَا تَنْظُرُ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلَا يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ وَلَا تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ صَحِيحٌ
telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Abu Ziyad] telah menceritakan kepada kami [Zaid bin Hubab] telah menceritakan kepada kami [Adl Dlahhak bin Utsman] telah mengabarkan kepadaku [Zaid bin Aslam] dari [Abdurrahman bin Abu Sa'id Al Khudri] dari [Ayahnya] ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain dan janganlah seorang wanita melihat aurat wanita lain, janganlah seorang laki-laki satu selimut dengan laki-laki lainnya dan juga janganlah seorang wanita satu selimut dengan wanita lainnya." Abu Isa berkata; Hadits ini hasan gharib shahih.
Hadist Riwayat Abu Dawud
Aisyah r.a meriwayatkan, suatu waktu Asma’ binti Abu Bakar datang mnemui Rasulullah Saw dengan pakaian yang tipis. Tatkala melihatnya, Rasulullah memalingkan wajah dari Asma’ lalu bersabda:
يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلاَّ هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْ
“Wahai Asma’ sesungguhnya wanita apabila sudah baligh tidak boleh dilihat darinya kecuali ini an ini.” Beliau menujuk ke muka dan telapak tangannya.
Hadist Muslim nomor 1475
و حَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ حَفْصَةَ بِنْتِ سِيرِينَ عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلَاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِحْدَانَا لَا يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا
Dari Ummu Athiyah, Rasulullah Saw memerintahkan kami untuk keluar pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha baik gadis-gadis, wanita-wanita yang sedang haid, maupun wanita yang sudah menikah. Mereka yang sedang haid tidak mengikuti sholat dan hanya mendengarkan kebaikan serta nasehat-nasehat kepada kaum muslimin “Maka aku (Ummu Athiyah) berkata, “Ya Rasulullah, ada seorang dari kami yang tidak memiliki Jilbab”, maka Rasulullah Saw bersabda, “Hendaklah saudaranya meminjamkan Jilbab kepadanya.”
Hadis tersebut memberikan penjelasan bahwa Jilbab adalah pakaian luar, pakaian rangkap yang dipakai muslimah saat keluar rumah untuk menutup auratnya. Penegasan Rasulullah Saw “Hendaklah saudaranya meminjamkan Jilbab kepadanya” juga sekaligus perintah bahwa bagi muslimah dengan mengenakan Jilbab adalah wajib.
Pendapat Ahli Bahasa dan Para Ulama (Mufassir)
Pendapat tentang Jilbab
- Fairuzabadi dalam Kamus Al-Muhith mengatakan “Jilbab adalah gamis (al-qhamis) pakaian yang luas , tapi selain selubung/selimut (milhafah) atau sesuatu yang dipakai olehnya untuk menyelimuti pakainnya mulai dari ata seperti selubung/selimut (milhafah), atau dia adalah khimar (penutup kepala)”.
- Ibn Manzhur dalam Kamus Lisanul ‘Arab mengatakan “dan Jilbab ialah qhamis (baju panjang) dan jilbab adalah pakaian luas lebih luas dari khimar (penutup kepala) selain al-rida’ (selendang), yang digunaakan oleh wanita untuk menutupi kepala dan dadanya. Dikatakan juga bahwa dia adalah pakaian luas yang digunakan oleh wanita, selain milhafah (mantel). Dikatakan juga bahwa dia adalah apa yang digunakan oleh wanita untuk menyelimuti pakaian rumahnya mulai dari atas. Dikatakan juga bahwa dia adalah milhafah (mantel). Ibn Sikkit berkata bahwa Al-Amriyah telah berkata: al-jilbab adalah al-izar (seubung/seperti jubah). Dikatakan juga bahwa jilbab wanita adalah selubung (mula’ah) yang digunakannya untuk menyelimuti dirinya”.
- Al-Jauhari dalam Kamus Ash-Shihah secara singkat beliau mengatakan “al-jilbab adalah al-milhafah”.
- Ibn Katsir dalam tafsirnya mengenai surah Al-Ahzab 59 menuliskan “jilbab adalah al-rida’ (selendang) yang dipakai diatas khimar. Begitu juga pendapat dari Ibn Mas’ud, Ubaidah, Qatadah, hasan Al-Bashri, Sa’id ibn Jubair, Ibrahim Al-Nakha’i, Atha’ Al-Khurasani, dan lainnya, jilbab itu seperti al-izar saat ini”.
- Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya menulis “Jalabib adalah bentuk plural dari jilbab. Jilbab adalah pakaian yang lebih besar daripada khimar Diriwayatkan dari Ibn Abbas dan Ibn Mas’ud bahwa ia layaknya al-rida’ (selendang) dikatakan pula itu semisal qina’ (miqna’ah). Yang shahih bahwa jilbab itu adalah pakaian yang menutupi seluruh badan”.
- Ibn Rajab dalam kitab Fathul Baari menjelaskan “Jilbab adalah mula’ah yang menutupi seluruh badan, dirangkap diatas al-tsaub (pakaian rumah), dapat dikenal dengan sebutan izar”.
- Al-Baqa’i dalam tafsirnya menjelaskan “bahwa tiada ulama’ yang salah dalam mengartikan jilbab. Karena jilbab adalah segala jenis pakaian longgar yang dapat menutupi seluruh tubuh Muslimah (al-qhamis)”.
- M. Quraish Shihab dalam tafsirnya mengartikan jilbab sebagai baju kurung yang longgar (gamis) dilengkapi dengan kerudung penutup kepala”.
Dari beberapa pendapat para ulama’ dan ahli bahasa d iatas secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua pengertian yang pertama jilbab adalah pakaian rangkap yang menutupi khimar dan baju rumah khimar yang ukurannya lebih besar dan yang kedua jilbab adalah pakaian rangkap yang menutupi pakaian rumah yang terulur mnutuoi tubub bagian bawah selain kepala (baju kurung atau daster). Dan pendapat yang umum digunakan oleh masyarakat sekarang jilbab adalah baju kurung (milhafah, mula’ah, atau gamis).
Analisis Materi
Menutup aurat merupakan sebuah kewajiban bagi seluruh ummat Islam baik laki-laki maupun perempuan karena perintah menutup aurat sangat jelas tertuang dalam Al-Qur’an dan hadis seperti yang telah dibahas pada materi diatas yaitu mengenai tafsir ayat-ayat tentang perintah menutup aurat dan memakai jilbab. Menutup aurat dengan sempurna hukumnya turun dan wajib sepenuhnya ketika seorang laki-laki dan perempuan telah mencapai usia baligh. Dalam hal menutup aurat, penggunaan, serta batasan sesiapa yang dapat melihatnya pun telah diatur dalam ayat Al-Qur’an dan hadis. Tak hanya menutup aurat, Allah pun memerintahkan kepada laki-laki dan perempuan untuk menjaga pandangan dan kemaluannya hal ini bertujuan agar membetengi manusia dari kemaksiatan. Dalam Islam hukum diturunkan dengan rata baik kepda laki-laki maupun perempuan. Meski dalam pelaksanannya akan ada beberapa perbedaan karena pada dasarnya dari kodrat dan batasan aurat laki-laki dan perempuan pun berbeda. Dalam hal menutup aurat ini tentulah bahasan bagi perempuan lebih kompleks karena hal tersebut merupakan bentuk keistemewaan terhadap perempuan. Karena tujuan dan alasan dengan diturunkannya dalil mengenai perintah tersebut juga untuk kemuliaan khususnya bagi kaum perempuan.
Terdapat beberapa istilah dalam penyebutan pakaian yang dikenakan untuk menutup aurat seperti hijab, kerudung, dan jilbab yang memiliki makna yang hampir sama meski berbeda dalam arti bahasa. Dan jika dibahas secara mendalam tiga istilah tersebut ternyara memiliki perbedaan bahkan dikalangan ulama terdapat perbedaan dalam memaknai istilah tersebut Tetapi jumhur ulama dan mufassir mengartikan bahwa Jilbab merupakan pakaian longgar yang menjuntai dari ujung kepala hingga ujung kaki tanpa ada potongan dan menutupi lekuk tubuh. Jilbab sendiri bisa diartikan sebagai jubah atau gamis yang kemudian digunakan dengan khimar atau kerudung labuh yang menutupi hingga area dada atau pusar agar menutupi bentuk dan lekuk tubuh. Meskipun masih terdapat beberapa orang menganggap dengan berpakaian seperti itu terasa lebih berat dan menyusahkan padahal jika dimaknai lagi sesungguuhnya dengan pakaian seperti itu justru mempermudah dan melindungi para kaum perempuan saat beraktifitas diluar rumah.
Menurut data dan survei bahwa godaan terbesar laki-laki adalah kaum wanita. Dan godaan terbesar bagi wanita adalah naluri ingin dilihat/terlihat. Maka dari itu dalam surat dan pembahasan ayat diatas Allah memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menjaga pandangan dan kemaluan serta menurunkan pakaian dan perintah untuk memakai Jilbab bagi kaum perempuan agar para kaum laki-laki dan perempuan terhindar dari godaan-godaan tersebut. Dan tugas kita sebagai seorang Muslim/ah adalah menaati segala apa yang dieperintahkan oleh Allah dan sabda Rasul-Nya serta menjauhi segala larangan dan kemaksiatan dan saling menasehati, mengajak dan mengingatkan kembali jika terdapat saudara Muslim/ah yang masih belum paham atau belum menutup aurat dan memakai Jilbab dengan sempurna agar secara perlahan kembali menaati perintah Allah dalam menutup aurat.
PENUTUP
Dalam Islam terdapat istilah yang disebut dengan aurat. Aurat secara makna syari’at adalah bagian tubuh yang haram untuk dilihat Dalam Islam aurat juga diatur mengenai batasan-batasannya serta perintah menutup aurat diperintahkan secara merata baik kepada laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu bagian-bagian tubuh yang termasuk aurat maka harus ditutup. Menurut kesepakatan ulama’ aurat bagi laki-laki meliputi pusar sampai lutut sedangkan perempuan auratnya meliputi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.
Secara bahasa atau etimologi Jilbab berasal dari kata Jalaba yang memiliki arti penutup sehingga dapat dimaksudkan menutupi tubuh dengan sesuatu yang lain sehingga aurat tertutup dan tidak dapat terlihat. Dalam arti lain Jilbab memiliki bentuk jamak Jalabib yang bermakna menghimpun dan membawa sesuatu yang terlepas atau dalam keterangan lain disebutkan juga berasal dari kata Jalbu yang bermakna menarik atau menghimpun. Secara istilah Jilbab adalah pakaian longgar yang menutupi bagian tubuh wanita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H