Kata-kata itu membuat Liora termenung. Ia memandangi cangkirnya, seakan ada jawaban yang tersembunyi di dalamnya. "Berdamai, ya?" gumamnya pelan.
"Ya. Berdamai sama diri lo, sama masa lalu lo, sama semua hal yang lo pikir nggak bisa lo kontrol. Nggak gampang sih, tapi itu lebih baik daripada terus usaha kabur," Raka menambahkan.
Obrolan itu terus berlanjut, dan tanpa sadar, waktu sudah berlalu jauh. Matahari yang tadinya bersembunyi di balik awan hujan mulai tenggelam, menyisakan langit jingga yang terlihat dari jendela kafe.
"Kayaknya gue harus pulang," ujar Liora sambil melirik jam tangannya. "Thanks buat ngobrolnya, Raka. Gue nggak nyangka bisa ngobrol kayak ini sama orang yang baru gue kenal."
Raka tersenyum. "Sama-sama. Kadang, ngobrol sama orang baru malah bisa jadi penyegaran. Kita nggak punya ekspektasi, jadi semuanya ngalir aja."
Liora mengangguk pelan, setuju. Ia mengambil tasnya, lalu berdiri. Tapi sebelum pergi, ia menoleh ke Raka lagi. "Eh, lo biasanya ke sini hari apa? Siapa tau kita bisa ngobrol lagi."
"Gue nggak punya jadwal tetep, tapi kayaknya sekarang gue bakal lebih sering ke sini," jawab Raka sambil tertawa kecil.
Liora tersenyum, lalu melangkah keluar kafe. Hujan sudah berhenti, menyisakan udara yang segar dan dingin. Di sepanjang perjalanan pulang, ia memikirkan kata-kata Raka. Berdamai... mungkin gue harus mulai belajar itu, pikirnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H