"Gue harus bangkit," bisiknya pelan, meski suara itu terdengar goyah.
Besok pagi, Hana akan datang. Dan meski Liora belum yakin apa yang akan berubah, setidaknya itu adalah langkah pertama untuk keluar dari kegelapan ini.
Pagi itu, hujan masih setia mengguyur kota. Liora duduk di ujung sofa dengan piyama lusuh, memandangi handphone-nya yang tiba-tiba bergetar. Nama Hana muncul di layar, diikuti pesan suara.
"Yor, maaf banget gue nggak bisa jemput. Kerjaan kantor mendadak chaos. Tapi jangan pikir lo lolos ya!" suara Hana terdengar agak tergesa-gesa. "Gue udah transfer duit ke lo. Pokoknya hari ini lo harus keluar, ngopi, dan cari udara segar. Lo tinggal ke caf langganan kita. Gue traktir. Jangan bikin gue kesel."
Liora mengerutkan dahi, lalu mengecek notifikasi bank di ponselnya. Benar saja, ada transfer dari Hana dengan keterangan: JANGAN NGELAWAN YA!.
Dia mendesah panjang sambil menyandarkan kepala ke sofa. Hana benar-benar nggak kasih celah buat alasan.
"Kakak kelas satu SMA gue ini beneran nggak ada takutnya," gumamnya sambil tersenyum kecil. Tapi senyuman itu cepat hilang, digantikan keraguan. Udara luar terasa seperti dunia yang terlalu besar untuk dihadapi. Apalagi sendiri. Apa iya dia bisa melakukannya?
Setelah hampir setengah jam galau, akhirnya Liora memutuskan untuk bangkit. Ia mengambil jaket tipis dari gantungan, lalu merapikan rambutnya sekadarnya. "Cuma ke cafe, Yor. Nggak usah dandan segala," bisiknya sambil mematut diri di cermin.
Di luar apartemen, hujan mulai mereda, menyisakan gerimis kecil. Liora memesan ojek online, dan dalam waktu singkat, dia sudah tiba di depan caf yang dimaksud Hana. Aroma kopi bercampur roti panggang menyeruak begitu pintu kaca dibuka. Suasana hangat dan ramah menyambutnya, kontras dengan dinginnya cuaca di luar.
Liora memilih meja di pojok dekat jendela. Pandangannya sesekali mengarah ke luar, ke jalanan basah yang dipenuhi pantulan lampu-lampu. Di meja, daftar menu sudah terbuka, tapi pikirannya melayang.
"Mbak, udah siap pesan?" suara pelayan membuyarkan lamunannya.