PEMBAHASAN
Definisi dan Jenis Cyberbullying
Cyberbullying merupakan bentuk baru dari tindakan bullying yang memerlukan perhatian serius dari masyarakat dan pemerintah. Olweus menekankan pentingnya upaya pencegahan terhadap cyberbullying, termasuk pengawasan dan regulasi hukum serta pendidikan dan sosialisasi kepada anak-anak tentang bahaya dan dampak negatif dari tindakan tersebut, menurut Olweus (dalam Rovida, 2024).
Cyberbullying dapat didefinisikan sebagai tindakan merugikan yang dilakukan dengan sengaja dan berulang-ulang melalui komputer, telepon genggam, dan perangkat elektronik lainnya. Tindakan tersebut meliputi pengiriman pesan mengancam atau mempermalukan seseorang melalui pesan teks, surel, email, menulis komentar menghina di media sosial, serta mengancam atau mengintimidasi seseorang dalam bentuk daring (Hakim, 2018). Cyberbullying menciptakan lingkungan di mana korban sering kali merasa tidak aman dan terisolasi, dengan dampak psikologis yang dapat berkepanjangan seperti kecemasan, depresi, dan bahkan mungkin menyebabkan dampak fisik pada individu yang terkena dampak.
- Menyebar kebohongan atau mengunggah informasi memalukan tentang seseorang di media sosial.
- Mengirim pesan atau memberi ancaman yang menyakitkan melalui platform chatting, menuliskan kata-kata menyakitkan pada kolom komentar media sosial, atau mengunggah sesuatu yang memalukan atau menyakitkan.
- Meniru atau mengatasnamakan seseorang (misalnya dengan akun palsu atau menggunakan akun seseorang) dan mengirim pesan jahat kepada orang lain atas nama mereka.
- Mengirimkan pesan yang berisi ancaman di media sosial.
- Menyiapkan atau membuat situs atau grup (group chat, room chat) yang berisi kebencian tentang seseorang atau dengan tujuan untuk menyebar kebencian terhadap seseorang.
- Menghasut anak-anak atau remaja lainnya untuk mempermalukan seseorang.
- Membuat akun palsu, membajak, atau mencuri identitas online untuk mempermalukan seseorang atau menyebabkan masalah dengan menggunakan nama mereka.
- Memaksa anak-anak agar mengirimkan gambar sensual atau terlibat dalam percakapan seksual.
Bullying secara langsung atau tatap muka dan cyberbullying seringkali dapat terjadi secara bersamaan. Namun, cyberbullying akan meninggalkan jejak digital seperti rekaman atau catatan yang dapat berguna sebagai bukti untuk menghentikan tindakan bullying ini. Hak Asasi Manusia (HAM) dalam kasus cyberbullying adalah perlindungan yang diberikan kepada individu yang menjadi korban tindakan tersebut (Revida, 2024).
Dampak Cyberbullying Terhadap Hak Asasi ManusiaÂ
Dampak dari cyberbullying terhadap hak asasi manusia mencakup konsekuensi yang serius dan luas bagi individu yang menjadi korban. Fenomena ini tidak hanya mengganggu kesejahteraan emosional dan psikologis mereka, tetapi juga secara fundamental melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia yang mendasar.
- Hak Privasi: Cyberbullying sering kali melibatkan penyebaran informasi pribadi tanpa izin, seperti nomor telepon, alamat rumah, atau foto-foto pribadi. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak privasi individu yang dilindungi oleh berbagai peraturan dan konvensi hak asasi manusia.
- Kebebasan Berekspresi: Meskipun kebebasan berekspresi dianggap hak asasi manusia yang penting, cyberbullying dapat mengancam kebebasan ini dengan menciptakan lingkungan di mana individu merasa takut atau terintimidasi untuk menyatakan pendapat atau berpartisipasi dalam diskusi daring.
- Perlindungan dari Perlakuan Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat: Cyberbullying secara langsung melanggar hak asasi manusia dengan menyebabkan penderitaan emosional dan psikologis pada korban. Ini termasuk penghinaan, pelecehan, atau ancaman yang merendahkan martabat individu secara online.
- Keamanan Pribadi: Korban cyberbullying sering kali merasa tidak aman secara fisik dan emosional akibat ancaman atau intimidasi yang mereka terima melalui media elektronik. Hal ini berpotensi mengganggu hak asasi manusia terhadap keamanan pribadi dan ketenangan jiwa.
- Akses ke Keadilan dan Perlindungan Hukum: Tantangan dalam mengidentifikasi dan menindak pelaku cyberbullying dapat menghambat akses korban ke keadilan dan perlindungan hukum yang memadai. Ini menyoroti pentingnya peran hukum dalam melindungi hak asasi manusia dari serangan cyberbullying.
Cyberbullying bukan hanya masalah perilaku digital, tetapi juga merupakan isu hak asasi manusia yang kompleks dan mendesak untuk diatasi dengan berbagai pendekatan, termasuk pendidikan, kesadaran masyarakat, teknologi, dan peraturan hukum yang memadai.
Peran Teknologi dan Hukum   Â
Peran teknologi dan hukum sangat penting dalam melindungi individu dari cyberbullying di era digital. Teknologi memberikan alat dan cara untuk mendeteksi dan mencegah kasus cyberbullying. Dengan cara platform sosial dapat memakai filter untuk kata-kata kasar atau memungkinkan pengguna untuk melaporkan perilaku yang merugikan. Di sisi lain, hukum juga penting karena memberikan aturan yang jelas tentang apa yang dapat dianggap sebagai cyberbullying dan cara menanggapi kasus tersebut secara hukum.
- Pasal 368 ayat (1) KUHP mengatur mengenai ancaman dan penghinaan dengan ancaman pidana maksimal sembilan tahun penjara, sedangkan Pasal 310 ayat (1) KUHP mengatur mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik dengan ancaman pidana maksimal sembilan bulan penjara.
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur tentang cyberbullying dan mengancam pelaku dengan pidana. Pasal 27 ayat (3) UU ITE mengatur mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik melalui media elektronik, dengan ancaman pidana maksimal enam tahun penjara dan/atau denda hingga satu miliar rupiah.
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU ITE juga mengatur tentang cyberbullying dan memberikan sanksi pidana kepada pelaku. Pasal 45 ayat (1) UU ITE mengatur mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik melalui media elektronik, dengan ancaman pidana maksimal enam tahun penjara dan/atau denda hingga satu miliar rupiah.
korban cyberbullying diharapkan dapat melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwenang seperti kepolisian atau kejaksaan, untuk menindaklanjuti kasus tersebut (Fitriana, 2023).