Suara seorang lelaki terdengar beriringan dengan suara ketokan pintu. "Mbak Frida, apakah ada di dalam?"
Aku mengatur nada suaraku hingga menyerupai suara Frida. " Ada apa pak?"
Aku berlari tergopoh-gopoh membuka pintu. Aku pandangi mata ketiga lelaki itu dengan wajah kaget. "ada apa ini pak, kok malam-malam begini berkunjung?"
"Ayo ikut aku ke lapangan!" Perintahnya tegas.
Aku berjalan mengikuti ketiga lelaki itu. Dalam perjalanan, aku saksikan pula perempuan-perempuan lain yang masih mengenakan piyamanya berjalan searah denganku. Dari percakapan mereka, aku tahu bahwa Irwanlah lelaki yang memergoki Frida saat bersama dengan Wahyudi.
Kami semua berdiri berjajar layaknya barisan semut yang hendak memasuki lubangnya. Satu persatu dari kami di periksa oleh Irwan dan Wahyudi yang berdiri di tengah lapangan. Untuk perempuan yang tidak dicurigai, segera diminta kembali ke rumah. Tetapi beberapa perempuan yang dicurigai atau memiliki kemiripan ciri fisik dengan teman tidur Wahyudi akan dipisahkan. Sudah terdapat sekitar delapan orang perempuan yang berjajar di belakang Irwan dan Wahyudi.
Menurut kasak-kusuk yang aku dengar, Wahyudi masih dalam keadaan mabuk berat saat tertangkap. Wahyudi mengaku bahwa dirinya bertemu dengan perempuan itu di dekat perempatan. Dia sama sekali tidak mengenal perempuan itu. Perempuan itu pula yang menawarkan diri kepadanya. Irwan sendiri bukan orang yang tahu dengan detail wajah perempuan itu. Dia hanya melihat perempuan itu dari kejauhan. Meskipun dia membawa lampu senter, tidak sekalipun perempuan itu menoleh ke belakang sehingga mukanya terlihat.
Aku berpikir bahwa  hal itu yang mendasari pak lurah melakukan ini semua. Dia tidak ingin terjadi salah tangkap seperti beberapa bulan lalu yang pernah dialami oleh kampung sebelah. Di kampung itu, telah dilakukan penghukuman pada perempuan baik-baik yang diduga melakukan perzinaan hanya karena sekilas mirip dengan perempuan yang kabur dari penggerbekan di salah satu warung remang-remang dekat hutan.
Aku berjalan dengan pelan mengikuti arus. Aku buang rasa kawatirku dengan berpegang pada perhitungan stokastik sederhana yang pernah aku pelajari di sekolah. Dengan keyakinan yang tinggi, aku percaya semua akan baik-baik saja.
Aku telah berdiri tepat di depan Irwan dan Wahyudi ketika keduanya saling pandang. Wahyudi tampak tersenyum kepadaku. Mungkin dia mengenaliku. Tetapi Irwan memandangku dengan cara yang aneh. Dia memicingkan matanya dan menelitiku dari atas sampai bawah.
"Aku yakin dia perempuannya." Teriak Wahyudi. Tercium aroma alkohol menyebur dari mulutnya. Aku masih dapat mendengarkan tawanya yang menyebalkan di tengah kepanikanku.