Pikiran semacam itu akan menimbulkan dendam. Aku tidak ingin menumbuhkan dendam dalam sisa hidupku. Dendam kerap kali menggiring kita berjalan di luar kendali. Jika Reva saja yang sejatinya mencintai Said mampu memaafkan dirinya karena menunda jawabannya, aku merasa tidak memiliki alasan untuk menjaga prasangka itu.
Aku masih menyimpan data pelanggaran HAM yang dilakukan oleh para pejabat. Aku akan terus menyimpan data yang kita dapatkan dengan susah payah itu sampai pada saat yang telah ditentukan. Mungkin sampai saat Reva telah siap aku tinggalkan. Sudah dua Said terbunuh karena data semacam itu. Akupun tidak bisa menjamin keselamatan diriku sebagai Thalib muda. Aku berharap ketika Thalib muda terbunuh menyusul Thalib tua, semua telah terencana dengan baik.
"Kapan kamu memberikan jawaban?" Tanyamu sambil berpamitan.
Dua Minggu Lagi kita akan bertemu di dekat kantor gubernur.
Seperti itulah kiranya rangkuman dari percakapan kita waktu itu. Kali ini aku telah menepati janjiku datang menemuimu dan kemudian memberikan jawaban yang menjadi bukti atas keteguhan hatiku.Â
Jika kamu telah menemukan surat ini di dalam saku celanaku, maka berarti aku telah ditemukan terbujur kaku di mobil dan sekarang jasadku berada di ruang otopsi. Seorang dokter dengan baju putih telah memberikan sebuah surat kepadamu yang menyatakan penyebab kematianku adalah serangan jantung.
Sejak dulu aku sudah tahu pembunuh Said. Sekarang pun aku terbunuh olehnya dengan cara yang lebih halus. Cepat kamu hapus air matamu, tegakkan badanmu dan sampaikan kepada atasanmu bahwa tugas telah selesai!
Untukmu Munir, teman terbaikku.
Salam hormat
Thalib
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI