"Aku tidak ingin dipimpin oleh orang yang tidak amanah. Aku merasa saudaraku Robi yang paling patut memimpin kita sekarag. Bukan orang yang hanya mau jabatannya saja seperti Lukman." Yesa datang menghampirinya, menuntunnya dan mempersilahkan duduk di salah satu kursi kosong.
Setelah dia membenarkan posisi duduknya dan saat ruangan rapat itu mendadak hening. Para peserta rapat berdiri dan menyalami Robi sambil mengucapkan selamat tanpa menghiraukan keberadaan Firman dan Bahrain. Semua telah bersepakat untuk memilih Robi sebagai pemimpin mereka.
Dalam gelap ketika matanya semakin berat, terdengar suara seorang polisi memasuki ruangannya. " Segera kalian kemasi barang-barangmu dan ikut kami ke kantor!"
Sebuah alat pembakar yang biasa disebutnya bong dan sekantong inex yang baru saja dibelinya di ambil oleh petugas berwajib. Dia berjalan mengikuti petugas yang membawanya ke kantor polisi. Tidak ada ingatan bagaimana dia di bawa ke kantor polisi. Tidak pula teringat olehnya siapa saja yang telah dia hubungi sejak malam itu. Dia hanya tahu kabar dari temannya bahwa senior -- senior telah mengetahui keadaannya.
"Robi... Robi..." Suara panggilan itu terdengar jauh. "Cepat bawa dia ke rumah sakit! Dia over dosis."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H