Robi merasa tidak perlu terpancing dengan pernyataan Yesa. Dia mengenal juniornya itu dengan sangat baik. Yesa seringkali mencari tahu dengan rasa sok-nya itu. "Aku tunggu." Jawabnya singkat berharap segera dapat mengakhiri perbincangan itu.
"ngomong-ngomong mereka semua telah memaafkanmu." Tutup Yesa.
Maaf merupakan kata yang sangat mudah keluar dari mulut seseorang. Robipun sering bilang maaf kepada orang yang pernah melakukan salah padanya. Begitupun jaringannya juga sering memberikan maaf pada orang yang telah melakukan salah. Kenyataan selalu berbeda pada tindakan yang kemudian dilakukannya. Â Robi yang mengatakan maaf belum tentu sepenuhnya memberikan maaf. Ketika maafnya telah diucapkan, tindakan seringkali tidak menyertainya.
Pada lingkungannya,terutama pada jejaring aktifis mahasiswa sepertinya. Seorang hidup dalam idealisme yang sangat tinggi. Setiap kesalahan kecil dari seseorang bisa jadi berakibat fatal pada jaringannya. Seperti beberapa tahun lalu yang pernah terjadi. Teman Robi yang bernama Maksum ditemukan telah menggunakan uang jejaringnya untuk kepentingan pribadi. Maksum dengan cepat meminta maaf atas kelalaiannya itu.Â
Dia berkeliling menjelaskan alasan terpakainya uang jaringan dan bersedia mengembalikan secepatnya. Semua orang memaafkannya, termasuk Robi. Setelahnya, Maksum merasa permasalahannya telah selesai. Meskipun kenyataannya, tidak seorangpun mau berkerjasama dengannya setelah insiden itu.
Robi tetap merasa kalau kesalahannya tidak sebesar Maksum. Dia merasa mungkin benar apa yang disampaikan oleh Yesa bahwa seniornya telah mampu memaafkannya. Barangkali itu benar, semua akan sangat baik baginya. Dia akan segera kembali ke Jakarta, melanjutkan aktifitasnya sebagai orang yang memegang hak sebagai puncak pimpinan dari jaringanya. Meskipun dalam hati ragu, dirinya tidak mengalami apa yang pernah menimpa Maksum.
Membayangkan semua kembali seperti sebelumnya terasa begitu indah bagi Robi. Sekali perintah, ratusan atau mungkin ribuan orang akan menjalankanya. Ketika dia berkeinginan, semua orang akan dengan sigap membantunya. Mereka bekerja sesuai dengan keahlian masing-masing. Semua tentu berada di bawah kendali Yesa.Â
Sementara itu, Robi tinggal menunggu hasil akhir dari usaha mereka. Memolesnya agar terlihat lebih cantik dan mengklaim itu sebagai upayanya. Tidak seorangpun akan berani menolak klaimnya.
Dia kembali berniat untuk menghubungi Yesa. Memintanya agar menyiapkan orang yang dapat membantunya bertahan dan menyerang balik para seniornya yang telah mengusirnya dari kota. "Yesa, kamu tahu kasusku bukan?"
Suara Yesa terdengar serak, "Iya mas. Aku jelas sangat memahami apa yang menimpamu."
"Aku telah lama berjuang untuk mencapai titik ini. Aku berjuang sendiri tanpa bantuan siapapun. Aku juga tidak pernah melawan siapapun selama ini. Tetapi mereka memperlakukanku layaknya seorang pesakitan. Mereka sekarang ingin mencabutku dari akar rumputku dan ingin pula mengakhiri karirku. Mereka benar-benar tidak adil padaku."