Mohon tunggu...
S A Hadi
S A Hadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sholikhul A Hadi

Happy is the people whitout history

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seludang Nakula

6 Januari 2019   07:48 Diperbarui: 6 Januari 2019   08:24 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seludang Bougenville yang gugur di tepi halaman sekolah, tampak seperti huruf U dengan warna merah muda dan latar hijau yang ditimbulkan oleh daun rumput jepang. Bougenville yang ditanam di tepi halaman itu, dapat berbunga sepanjang tahun dan berdaun lebat. Begitu juga dengan rumput jepang yang walaupun kemarau masih tampak segar. Nampaknya, keduanya dirawat dengan baik oleh tukang kebun sekolah. Tetapi satu hal yang aku perhatikan saat pertama kali aku masuk ke pintu gerbang sekolah, Seludang Bougenville yang masih menempel pada bunganya. Fungsinya yang hanya sebagai pelindung dari putik bunga mampu menyajikan kesan keindahan yang memukau mata.

Aku saat itu mengenakan atasan putih dan bawahan hitam dan Keplek nama yang terbuat dari kardus dengan rambut dikepang dua berdiri di balik pagar besi menunggu giliran kelompokku memasuki halaman sekolah. 

Aku menerawang jauh ke dalam halaman dan melihat dua orang senior dengan pakaian putih abu-abu berdiri di bawah Beugenvil. Keduanya saling bertukar senyum sambil menggerakkan ranting yang menjulur di atas kepalanya. Terkadang yang laki-laki memetik bunganya dan melemparkannya ke muka yang perempuan dan saat bunga itu mengenai kening si perempuan mereka saling tertawa bersama.

Aku bahagia saat itu, karena untuk pertama kalinya aku diterima sekolah terbaik di kota kita dan satu sekolah dengan Kakakku Saka. Aku sendiri tidak ingin seperti Saka yang saat itu menempuh tahun terakhir sekolahnya, karena mengambil jalur percepatan. Aku akan menikmati masa SMAku dan merangkai cinta sebagaimana sinetron cinta kasih di sekolah. Aku membayangkan dapat bercengkrama dengan kekasihku nanti di dekat tanaman Bougenville yang selalu berbunga sepanjang tahun. Tentu itu merupakan pengalaman yang sangat indah.

Aku berdiri di baris nomer dua dari depan tepat di hadapan Rasyid, pemimpin apel pagi itu. Selanjutnya aku mengenal Rasyid sebagai seorang ketua osis di masa-masa orentasi kelas. Mungkin saat itu Rasyid telah mengetahui latar belakangku, di tengah kesibukannya memperhatikan kelompok demi kelompok memasuki halaman dan merapikan barisnya, beberapa kali dia tertangkap basah mencuri pandang padaku. Pada mulanya dia cepat-cepat memalingkan muka saat ketahuan, tetapi setelah berulang berkali-kali dia tampak tersipu malu olehku. Seorang senior memang tidak boleh tampak lemah dihadapan junior baru dan menyukai seorang junior merupakan salah satu wujud kelemahan itu.

"Siaaapp Grak!" Perintahnya agar kami semua berada dalam posisi siap. Aku mencoba untuk mengikuti instruksinya. Namun aku melihat mata Rasyid memberikan hormat padamu yang berjalan melewati sisi kiri barisan kami dengan menundukkan kepalanya. Awalnya aku mengira yang datang seorang guru, tetapi setelah aku tengok ke samping, ternyata itu kamu. Akupun kaget mengetahui kamu ada di sekolah itu. Seorang remaja dengan reputasi buruk sepertimu tidak semestinya diterima sekolah ini. Aku saja butuh usaha keras agar dapat masuk, pikirku. Meskipun faktanya, pagi itu kamu melewati barisan kami dengan tenang, memberikan salam kepada teman-temanmu yang mengawasi kami dari bawah Bougenville.

"Hei, apa yang kamu perhatikan?" Bentak Rasyid sambil menudingkan tangannya padaku. Dia datang menghampiriku dan mendekatkan mulutnya ke telingaku sambil berbisik, " Kau mengenalnya?" Aku merasakan geli akibat napasnya yang menyentuh telingaku. Dengan sambil menahan tawa aku menggelengkan kepala. 

"Terus mengapa kamu memperhatikannya?" bentaknya keras. Aku merasakan suhu panas mengalir melalui darahku, memuncak hingga keujung kepalaku. Aku kehilangan suaraku dan tubuhku bergetar. Aku coba kembali mengambil kendali pada tubuhku dengan mekeyakinai  bahwa dia hanya ingin mempermalukanku atas kejadian sebelumnya.

" Ikut aku ke depan!" Dia kembali ke posisinya dan aku mengikutinya. " Lihat ini, temanmu!" perintahnya kepada seluruh peserta apel. " Baru saja masuk sekolah dia sudah berani melanggar peraturan. Siapa yang mengenalnya?" Tidak seorangpun yang berani mengaku telah mengenalku. " Kau sebelumnya sekolah di mana?" Tanyanya padaku. 

"SMP 2" Jawabku. "Ulangi! aku tidak mendengarnya." Dia membentakku. Tubuhku tersentak kaget oleh suara kerasnya. " SMP 2 Kak." Jawabku keras. " Bagi yang merasa lulusan SMP 2 silahkan angkat tangan dan maju kedepan." Sahut seorang senior perempuan yang berdiri di belakang barisan." Tetapi tidak satupun berani maju ke depan. " Jika tidak ada yang berani maju, aku akan memeriksa data kalian di TU sekolah dan yang terbukti lulusan SMP2 akan mendapatkan sanksi yang cukup berat." Sahut Rasyid lagi.

Semua temanku berbondong-bondong maju ke depan. Mereka berbaris di belakangku. Lebih dari seperempat peserta apel adalah teman sekolahku di SMP. Hal itu sangat wajar karena SMPku termasuk SMP Terbaik nomer tiga di Kota. "Kau, belum kenal dengan senior  yang tadi bukan?" Tanya pemimpin itu. Akupun mengangguk beberapa kali. 

"Dia temanku dan sekarang kamu aku tugaskan untuk mengenalnya, mengetahui semua tentangnya. Jika dia tidak mau menjawab atau jika kamu kembali dan kamu tidak tahu apa yang aku tanyakan tentangnya, maka kamu tidak aku ijinkan mengikuti rangkaian orientasi ini. Aku harap kamu tahu resikonya jika kamu tidak ikut orentasi." Aku mengedipkan mata memberikan tanda bahwa aku telah memahami apa yang dimaksudnya.

Aku memasuki kelasmu dan kemudian menghampirimu. Kamu duduk di kursi pojok belakang dengan jarak terjauh dari pintu yang  terletak di depan kelas. Hal itu mengharuskanku melewati banyak teman kelasmu yang tiap berpapasan mengeluarkan kata-kata ejekan, aku tidak menghiraukannya. Aku berjalan terus sambil merunduk dan berhenti tepat di sampingmu.

Mengenalmu dengan segala reputasimu. Reputasi baik seperti saat kamu memenangkan berbagai lomba olimpiade saat SD. Reputasi buruk sejak perceraian kedua orang tuamu hingga saat itu. Dan ketika aku berdiri tepat di sampingmu, reputasi burukmu seolah menyadap semua fungsi sarafku hingga membuatnya lumpuh. Aku berdiri membatu.

"Greeghhh" Suara kursi yang kamu sodorkan tiba-tiba mencairkan kebekuanku. Aku ingat betul apa yang kamu sampaikan saat itu, "Hei Azifah adiknya Raka. Silahkan duduk!" Saat itu aku benar-benar tersanjung dengan sambutanmu. Aku merasa suasana yang sebelumnya tegang berubah menjadi hangat dan meskipun aku belum mengucapkan sepatah katapun, aku merasa sudah cukup dekat denganmu. 

"Mas, aku di..di..diminta berkenalan denganmu." Meskipun demikian, ternyata suaraku masih belum keluar dengan sempurna. "Aku sudah mengenalmu dengan baik, bagaimana mungkin aku tidak mengenal adik dari sahabatku. Namamu Azifah fitriah, kamu lahir dua hari setelah idul fitri. Bahkan aku tahu makanan kesukaanmu, cumi dan sayur yang paling kamu benci terong. Lantas perkenalan apalagi yang perlu kita lakukan?"

"Aku diminta menanyakan semua tentangmu mas." Aku sudah mulai nyaman duduk di sisimu. Aku merasa aura kakakku hadir bersamamu di pagi itu. Kamu sendiri tentu tahu, dari kedua Kakakku Raka dan Saka, Rakalah yang paling dekat denganku. Kau memiliki matanya Raka dan juga keberaniannya. Kau menatapku layaknya Raka menatapku. 

"Berikan saja kertasmu padaku, dan beristirahatlah di sini sampai nanti pulang. Tidak akan ada yang berani mengganggumu. Jika kamu mau, besok berangkatlah bareng aku, biar aku yang ngomong sama si Rasyid Ketua panitia ospekmu." Sungguh saat itu hampir saja aku berteriak karena raasa haru yang begitu mendalam. Sebuah perhatian yang telah lama aku rindukan sejak kepergian Raka.

Dahulu Raka selalu memperlakukanku seperti itu, pernah suatu saat ketika aku dimarahi ibuku karena nilaiku yang jatuh, Raka kemudian memintaku masuk ke dalam lemarinya. Di dalam lemari itu, dia telah mempersiapkan selimut tebal yang dapat aku jadikan alas dan batal yang dapat aku gunakan tidur. 

Saat malam tiba dan waktunya untuk makan malam, Raka akan mengambilkan makanan dari dapur. Berbeda dengan Raka, saka orangnya sangat adil. Dia suka melaporkan kenakalan-kenakalan kecilku kepada ibu sehingga seringkali ibu memarahiku karenanya. Aku tahu kematian Raka juga merupakan duka yang mendalam buatmu seperti halnya diriku. Itulah mengapa setelah meninggalnya Raka aku selalu berharap dapat dekat denganmu, aku ingin menceritakan segala kenangan indahku bersama raka. Namun nampaknya hal itu sedikit mustahil, pertama karena kita tidak satu sekolah dan kedua karena Reputasi burukmu bersama Raka. 

Ibu seringkali menyalahkan kamu atas kematian Raka. Dia berpikir harusnya kamu bersamanya malam itu saat dia dikroyok oleh preman pasar karena perkelahian kalian  dengan anak dari pimpinan mereka sebelumnya. Meskipun kita sama-sama tahu bahwa kematiannya adalah kecelakaan yang bahkan kamu sendiri tidak bersamanya waktu itu.

Berbicara tentang raka berarti membuka luka lama kita. Hanya saja aku ingin menyampaikan rasa terima kasihku atas semua yang telah kamu upayakan untuk Raka sepeninggalnya. Kau telah berani menjebak preman pasar itu untuk keluar dari kandangnya sehingga polisi dengan mudah dapat menangkap mereka. Sungguh sebuah keberanian yang tidak pernah aku bayangkan dimiliki oleh anak yang saat itu baru duduk di kelas tiga SMP.

Setelah tiga hari masa ospekku, hubungan kita kembali menjauh. Seolah-olah kita tidak lagi saling kenal, bahkan saat aku berpapasan denganmu, seolah kamu tidak melihatku. Padahal sebenarnya aku ingin sekali menyapamu. Beberapa kali aku mencari kesempatan untuk bertemu denganmu dengan menunggumu di jalan yang biasa kamu lalui atau bahkan terkadang aku dengan sengaja berjalan memutar saat istirahat siang agar dapat melewati kelasmu dan melihatmu.  Setidaknya rutinitas itu berjalan selama satu semester.

Suatu hari Yati sahabatku sejak SD meminta waktuku untuk berbicara empat mata di Caf milik Rafi. Pertama dia bercerita tentang hubungan kalian yang telah terjalan sejak SMP. Sungguh suatu kabar yang menyesakkan dadaku. Bahkan dia bercerita bahwa dialah yang melarang kamu menyapa atau bahkan bertemu denganku setelah tragedi Ospek itu. Dengan perasaan bersalah, dia meminta maaf kepadaku atas tindakannya itu. Diapun akhirnya aku ceritakan tentang aku yang menganggapmu sebagai jelmaan dari Raka. Kedua Yati memperkenalkanku dengan Rafi, seorang anak dari anggota Dewan yang kaya dan dihormati.

Hubunganku dengan Rafi semakin hari semakin dekat dan satu bulan setelahnya akupun jadian dengannya. Kamu tentu ingat bagaimana kita berempat sering keluar bersama ke tempat-tempat wisata. Dengan mobil Rafi, kita hampir tiap minggu pergi ke malang, tretes dan bromo. Aku sendiri tidak pernah menyangka bahwa kenangan itu bakal berakhir.

Malam itu, selepas acara pembukaan Caf baru milik Rafi dipinggiran kota, hujan turun dengan sangat lebat dan disertai petir yang terdengar menakutkan.  Rafi masih sibuk menerima tamu kolega bapaknya dan dia meminta agar kita pulang bersama. Dengan ragu kamu nyalakan motormu sambil menungguku. Aku tahu, Yatilah satu-satunya menjadi sebab atas keraguanmu. Kamu tidak mau dianggap mengkhianati Yati dengan memboncengku. Tetapi kamu tidak mungkin menolak permintaan Rafi dan atau berinisiatif menelpon Yati terlebih dahulu. 

Kamu mengenal sifat dan karakter Yati yang pencemburu. Pilihan terakhirmu adalah memintaku untuk meminta ijin ke Yati, namun hal itu enggan kamu lakukan karena kamu takut aku memandang rendahmu. Mengetahuai itu dari ceramah yang biasa kamu sampaikan saat kita bersama, tentang sifat kesatria yang seharusnya dimiliki oleh seorang lelaki agar tatanan kehidupan didunia stabil sebagaimana Yudistira yang rela diasingkan hanya untuk menjalani kesepakatannya dengan Kurawa yang telah mengalahkannya dalam permainan dadu yang licik. Kamu selalu bilang, seorang kesatria harus menjankan kesepakatannya walaupun pahit dan kamu memandang, hubunganmu dengan Yati adalah sebuah kesepatan yang berarti bahwa kamu tidak akan bersama seorang perempuan lain tanpa ijinnya. Aku kemudian berinisiatif menelpon Yati terlebih dahulu untuk meminta ijinnya pulang bersamamu.

Nampaknya hujan terlalu lebat sehingga sungai tengah kota tidak dapat menampung limpahan airnya. Jalanan semakin tergenang oleh air dan tepat di pertigaan dekat patung pahlawan yang dengan gagah mengangkat pedangnya, genangan itu sudah setinggi perut orang dewasa. Akibatnya, motormu mogok. Kamu melarangku turun dari Motor waktu itu dan kamu mendorongnya di dalam banjir. Aku melihat napasmu yang mulai terengah-engah. Aku memaksa turun namun justru itu malah membuatmu marah.  

"Jika kamu turun, aku akan diam di sini dan tidak bergerak. Sudah menjadi tanggung jawab seorang lelaki agar dapat menjaga perempuan yang ada di sampingnya." Karena kata-katamu itulah akhirnya kita bertengkar malam itu. Sebuah pertengkaran kecil yang kemudian memaksamu harus mengalah.

Motel Jaya yang berjarak sekitar lima puluh meter dari tempat kita bertengkar adalah satu-satunya pilihanku agar bisa mengurangi bebanmu. Aku tidak ingin melihatmu mendorong motor hingga sampai rumah yang jaraknya sekitar lima kilo meter dari sana. Aku turun dan berlari meniggalkanmu menuju motel. Aku pesan sebuah kamar untuk kita berdua. Aku keluar dan menunggumu di depan pagar. Aku tahu penjaga motel itu mengenalmu. Dia melihatmu dengan mata sinis saat kamu melewatinya.

Setelah beberapa tahun kemudian, barulah aku ketahui bahwa dua penjaga motel itu bernama Joko dan Dirman. Mereka berdua tinggal di dekat gang pasar tempat Raka ditemukan tergeletak tak bernyawa. Kedua orang itulah yang melaporkan sebagaimana keterangan ibuku. Sesuatu kabar yang mengejutkan aku terima dua tahun lalu, bahwa sekarang mereka berdua menjadi pengawal pribadimu. Sebuah kejadian yang diluar nalarku.

Suatu hari Bapakku bertanya tentang apa yang aku lakukan denganmu di motel itu sebelum Guru kita menjemput paginya. Aku Jawab " aku membuka bajuku yang basah dan kemudian menggantungnya agar sedikit kering, begitu juga dengan Nakula. Aku tidur disamping Nakula dengan perasaan yang membumbung tinggi dengan gairah yang tidak tertahankan. A

ku menciumi Nakula  dengan harapan agar dia melakukan hal yang lebih lagi, namun ternyata dia hanya menanggapi apa yang aku lakukan dengan membalas ciumanku. Mungkin dia tidak ingin membuatku kecewa. Sampai saat pagi, ketika suara ketokan Pak Basri membangunkan kami, Nakula tidak melakukan sesuatu yang berlebihan. Dia hanya memelukku sebagai balasan atas pelukan yang aku lakukan padanya." Dan bapakku terkagum-kagum dengan keteguhanmu memegang Dharma, menjaga batas. Dia bilang, " Wajar jika kamu bergairah dengannya dan sangatlah istimewa jika Nakula tidak melebihi batas."  

Ibuku baru saja pulang dari Jakarta menerima penghargaan sekolah percontohan untuk sekolah yang baru saja di pimpinnya. Kabar mengenai penggerbekan kita di Motel Jaya telah rame dibicarakan oleh semua orang. Ibuku terbawa emosi. Sebagai orang tuaku dia merasa anaknya sendiri telah mencemarkan nama baiknya. Sebagai seorang kepala sekolah, dia merasa skandal yang kita lakukan telah mencemarkan penghargaan yang baru saja dia terima. Ibuku ingin mengambil keputusan sebelum skandal kita terdengar oleh seluruh kota.

Pagi itu, ibuku memanggil kita ke ruang siding. Dia membacakan segala dakwaan kepada kita tanpa meminta pembelaan. Diujung pidatonya dia menyampaikan detail hukuman yang telah direncanakan untuk kita. Kamu dikeluarkan dengan tidak hormat sedangkan aku sebagai korban dikeluarkan dengan hormat dan diberikan surat pindah.

Setelah mengeluarkan putusan itu, barulah bapakku menceritakan semuanya kepada ibu lewat telpon. Dia bilang, " Tidak ada tindakan terlarang yang Azifah dan Nakula lakukan. Jika kamu tidak percaya, dapat kamu bawa Azifah ke doter segera agar kamu mengetahui kebenarannya. Tapi kamu telah mengeluarkan keputusan sekarang dan aku harap kamu dapat memperbaiki keadaan ini." Bapakku kemudian menutup telponnya. Hari sebelum keputusan itu ditetapkan, ibuku tidak mau menerima telpon dari bapakku. Dia merasa marah pada bapakku yang telah memilih untuk menetap di Jepang, guna masa depan penelitiannya. Dia merasa semua adalah kesalahan bapakku yang tidak mau merawat anak-anaknya. Dia merasa hancur untuk kedua kalinya setelah peristiwa meniggalnya Raka setahun pasca kepergian bapakku ke Jepang.

Nasi telah menjadi bubur, ketika selembar kertas yang menyatakan aku masih perawan berada di tangan ibuku. Sejak saat itu ibuku memutuskan untuk mengundurkan diri dari kepala sekolah dan meninggalkan profesi guru yang selama ini menjadi kebanggaannya. Aku dan ibu memutuskan untuk pergi meninggalkan kota menyusul bapak. Saka tidak mau mengikuti kami. Dia tidak ingin meninggalkan kota yang sangat dicintainya.

Tiap minggu Saka selalu memberikan kabar tentang perkembanganmu. Seperti saat bulan kedua setelah kamu dikeluarkan, kamu ditangkap polisi karena tertangkap menganiaya Rafi dan Yati yang ketahuan berpacaran di taman kota. Satu tahun setelahnya, Saka memberikan kabar bahwa kamu telah memiliki banyak pengikut. Bahkan kabarnya pengikutmu telah berkembang sampai di luar kota. Kamu membangun jaringan penjaga parkir liar yang sangat ditakuti di kota dan sering terlibat perkelahian karena perebutan lahan parkir.

Empat tahun berlalu dan aku dengarkan dari Saka bahwa kamu telah memiliki dua orang anak dari seorang penjaga Karaoke yang bernama Anike, teman SMPku. Aku selanjutnya menanyakan kabarmu langsung ke Anike. Dia mengabarkan bahwa kamu semakin hari semakin tenggelam dalam buku-buku bacaanmu. Kamu mulai membaca buku-buku Foucoult tentang kekuasan yang kamu dapatkan dari para pengusaha yang meminta pelindungmu. Sampai suatu hari, anike mengabarkan bahwa kamu memulai sebuah bisnis baru diluar bisnis Parkir dan perlindungan.

Sepuluh tahun kemudian

Pada pagi buta ini, sebuah kabar yang aku terima dari Anike kemarin sore mengharuskanku menuliskan Email ini kepada Saka. Anike mengabarkan tentang dirimu yang telah dirawat di Rumah sakit akibat baku tembak dengan Aparat kepolisian. Bisnis kokainmu terungkap setelah seorang kurir tertangkap oleh petugas imigrasi bandara. Sekitar dua kilogram kokain tersimpan dalam perutnya. Sejak saat itulah, kamu menjadi buronan pihak kepolisian.

Sebelum semuanya terlambat, Aku ingin mengucapkan maaf yang terdalam kepadamu, orang tuamu, kedua anakmu Azifah dan Raka serta Anike istrimu bahwa sesungguhnya akulah orang yang patut disalahkan ketika terjadi sesuatu yang tidak dinginkan padamu. Akulah orang yang selama ini telah menghancurkan hidupmu, sedangkan aku sendiri dengan bebas tanpa rasa bersalah hidup di Jepang meninggalkanmu terdampar dalam kubangan lumpur di kota kita. Hidup dengan menanggung dosa yang tidak pernah kamu lakukan di saat muda. Aku tidak ingin semua orang memandangmu hina, seperti mereka memandang babi yang dianggap najis. Aku ingin sampaikan bahwa akulah yang menanam satu sel virus yang telah menggerogoti seluruh hidupmu. Aku ingin kamu dikenang sebagai orang baik, dengan kemuliaan budi pekerti seperti yang aku ketahui bukan seperti apa yang selama ini mereka saksikan. Itulah mengapa aku menceritakan semua kisah kita terlebih dahulu sebelum aku meminta maaf. Karena aku ingin orang-orang mengenalmu sebagai kamu yang dulu bukan kamu yang sekarang.

Untuk Anike, Azifah,Raka, dan semua yang hadir dalam pemakaman Nakula. Sebagaimana janjiku pada Nakula, ketika kalian mendengarkan tulisan ini di bacakan oleh Saka di pemakaman. Maka pada jam yang sama aku telah membuka kaca jendela kamar apartemenku. Dengan susah payah aku naiki jendela itu dan menjatuhkan diriku keluar, terbang melayang mengikuti Nakula yang sekarang telah terbujur kaku di dalam tanah di bawah kaki kalian seperti saludang yang gugur bersama bunganya ketika bunganya dipetik. Mungkin butuh berhari-hari buatku dikeluarkan dari kotak jenazah di rumah sakit dan kemudian di kirim ke Indonesia. Namun aku ingin memesan sebuah tempat sempit di samping makam Nakula. 

Aku berharap kehinaanku akan tertutup dengan kehinaan lain yang lebih besar. Aku juga berharap dengan memilih mati seperti ini, telah dapat menghilangkan dendam kalian atas semua perbuatan yang mengakibatkan Nakula meninggalkan kalian dalam keadaan yang dihinakan oleh orang suci. Dengan meninggal seperti ini, setidaknya aku telah mengurangi rasa bersalah yang tiap hari semakin keras menggangguku dan membuatku depresi. Mohon maaf atas semua kesalahanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun