Setelah tiga hari masa ospekku, hubungan kita kembali menjauh. Seolah-olah kita tidak lagi saling kenal, bahkan saat aku berpapasan denganmu, seolah kamu tidak melihatku. Padahal sebenarnya aku ingin sekali menyapamu. Beberapa kali aku mencari kesempatan untuk bertemu denganmu dengan menunggumu di jalan yang biasa kamu lalui atau bahkan terkadang aku dengan sengaja berjalan memutar saat istirahat siang agar dapat melewati kelasmu dan melihatmu. Â Setidaknya rutinitas itu berjalan selama satu semester.
Suatu hari Yati sahabatku sejak SD meminta waktuku untuk berbicara empat mata di Caf milik Rafi. Pertama dia bercerita tentang hubungan kalian yang telah terjalan sejak SMP. Sungguh suatu kabar yang menyesakkan dadaku. Bahkan dia bercerita bahwa dialah yang melarang kamu menyapa atau bahkan bertemu denganku setelah tragedi Ospek itu. Dengan perasaan bersalah, dia meminta maaf kepadaku atas tindakannya itu. Diapun akhirnya aku ceritakan tentang aku yang menganggapmu sebagai jelmaan dari Raka. Kedua Yati memperkenalkanku dengan Rafi, seorang anak dari anggota Dewan yang kaya dan dihormati.
Hubunganku dengan Rafi semakin hari semakin dekat dan satu bulan setelahnya akupun jadian dengannya. Kamu tentu ingat bagaimana kita berempat sering keluar bersama ke tempat-tempat wisata. Dengan mobil Rafi, kita hampir tiap minggu pergi ke malang, tretes dan bromo. Aku sendiri tidak pernah menyangka bahwa kenangan itu bakal berakhir.
Malam itu, selepas acara pembukaan Caf baru milik Rafi dipinggiran kota, hujan turun dengan sangat lebat dan disertai petir yang terdengar menakutkan. Â Rafi masih sibuk menerima tamu kolega bapaknya dan dia meminta agar kita pulang bersama. Dengan ragu kamu nyalakan motormu sambil menungguku. Aku tahu, Yatilah satu-satunya menjadi sebab atas keraguanmu. Kamu tidak mau dianggap mengkhianati Yati dengan memboncengku. Tetapi kamu tidak mungkin menolak permintaan Rafi dan atau berinisiatif menelpon Yati terlebih dahulu.Â
Kamu mengenal sifat dan karakter Yati yang pencemburu. Pilihan terakhirmu adalah memintaku untuk meminta ijin ke Yati, namun hal itu enggan kamu lakukan karena kamu takut aku memandang rendahmu. Mengetahuai itu dari ceramah yang biasa kamu sampaikan saat kita bersama, tentang sifat kesatria yang seharusnya dimiliki oleh seorang lelaki agar tatanan kehidupan didunia stabil sebagaimana Yudistira yang rela diasingkan hanya untuk menjalani kesepakatannya dengan Kurawa yang telah mengalahkannya dalam permainan dadu yang licik. Kamu selalu bilang, seorang kesatria harus menjankan kesepakatannya walaupun pahit dan kamu memandang, hubunganmu dengan Yati adalah sebuah kesepatan yang berarti bahwa kamu tidak akan bersama seorang perempuan lain tanpa ijinnya. Aku kemudian berinisiatif menelpon Yati terlebih dahulu untuk meminta ijinnya pulang bersamamu.
Nampaknya hujan terlalu lebat sehingga sungai tengah kota tidak dapat menampung limpahan airnya. Jalanan semakin tergenang oleh air dan tepat di pertigaan dekat patung pahlawan yang dengan gagah mengangkat pedangnya, genangan itu sudah setinggi perut orang dewasa. Akibatnya, motormu mogok. Kamu melarangku turun dari Motor waktu itu dan kamu mendorongnya di dalam banjir. Aku melihat napasmu yang mulai terengah-engah. Aku memaksa turun namun justru itu malah membuatmu marah. Â
"Jika kamu turun, aku akan diam di sini dan tidak bergerak. Sudah menjadi tanggung jawab seorang lelaki agar dapat menjaga perempuan yang ada di sampingnya." Karena kata-katamu itulah akhirnya kita bertengkar malam itu. Sebuah pertengkaran kecil yang kemudian memaksamu harus mengalah.
Motel Jaya yang berjarak sekitar lima puluh meter dari tempat kita bertengkar adalah satu-satunya pilihanku agar bisa mengurangi bebanmu. Aku tidak ingin melihatmu mendorong motor hingga sampai rumah yang jaraknya sekitar lima kilo meter dari sana. Aku turun dan berlari meniggalkanmu menuju motel. Aku pesan sebuah kamar untuk kita berdua. Aku keluar dan menunggumu di depan pagar. Aku tahu penjaga motel itu mengenalmu. Dia melihatmu dengan mata sinis saat kamu melewatinya.
Setelah beberapa tahun kemudian, barulah aku ketahui bahwa dua penjaga motel itu bernama Joko dan Dirman. Mereka berdua tinggal di dekat gang pasar tempat Raka ditemukan tergeletak tak bernyawa. Kedua orang itulah yang melaporkan sebagaimana keterangan ibuku. Sesuatu kabar yang mengejutkan aku terima dua tahun lalu, bahwa sekarang mereka berdua menjadi pengawal pribadimu. Sebuah kejadian yang diluar nalarku.
Suatu hari Bapakku bertanya tentang apa yang aku lakukan denganmu di motel itu sebelum Guru kita menjemput paginya. Aku Jawab " aku membuka bajuku yang basah dan kemudian menggantungnya agar sedikit kering, begitu juga dengan Nakula. Aku tidur disamping Nakula dengan perasaan yang membumbung tinggi dengan gairah yang tidak tertahankan. A
ku menciumi Nakula  dengan harapan agar dia melakukan hal yang lebih lagi, namun ternyata dia hanya menanggapi apa yang aku lakukan dengan membalas ciumanku. Mungkin dia tidak ingin membuatku kecewa. Sampai saat pagi, ketika suara ketokan Pak Basri membangunkan kami, Nakula tidak melakukan sesuatu yang berlebihan. Dia hanya memelukku sebagai balasan atas pelukan yang aku lakukan padanya." Dan bapakku terkagum-kagum dengan keteguhanmu memegang Dharma, menjaga batas. Dia bilang, " Wajar jika kamu bergairah dengannya dan sangatlah istimewa jika Nakula tidak melebihi batas." Â