Mohon tunggu...
S A Hadi
S A Hadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sholikhul A Hadi

Happy is the people whitout history

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seludang Nakula

6 Januari 2019   07:48 Diperbarui: 6 Januari 2019   08:24 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibuku baru saja pulang dari Jakarta menerima penghargaan sekolah percontohan untuk sekolah yang baru saja di pimpinnya. Kabar mengenai penggerbekan kita di Motel Jaya telah rame dibicarakan oleh semua orang. Ibuku terbawa emosi. Sebagai orang tuaku dia merasa anaknya sendiri telah mencemarkan nama baiknya. Sebagai seorang kepala sekolah, dia merasa skandal yang kita lakukan telah mencemarkan penghargaan yang baru saja dia terima. Ibuku ingin mengambil keputusan sebelum skandal kita terdengar oleh seluruh kota.

Pagi itu, ibuku memanggil kita ke ruang siding. Dia membacakan segala dakwaan kepada kita tanpa meminta pembelaan. Diujung pidatonya dia menyampaikan detail hukuman yang telah direncanakan untuk kita. Kamu dikeluarkan dengan tidak hormat sedangkan aku sebagai korban dikeluarkan dengan hormat dan diberikan surat pindah.

Setelah mengeluarkan putusan itu, barulah bapakku menceritakan semuanya kepada ibu lewat telpon. Dia bilang, " Tidak ada tindakan terlarang yang Azifah dan Nakula lakukan. Jika kamu tidak percaya, dapat kamu bawa Azifah ke doter segera agar kamu mengetahui kebenarannya. Tapi kamu telah mengeluarkan keputusan sekarang dan aku harap kamu dapat memperbaiki keadaan ini." Bapakku kemudian menutup telponnya. Hari sebelum keputusan itu ditetapkan, ibuku tidak mau menerima telpon dari bapakku. Dia merasa marah pada bapakku yang telah memilih untuk menetap di Jepang, guna masa depan penelitiannya. Dia merasa semua adalah kesalahan bapakku yang tidak mau merawat anak-anaknya. Dia merasa hancur untuk kedua kalinya setelah peristiwa meniggalnya Raka setahun pasca kepergian bapakku ke Jepang.

Nasi telah menjadi bubur, ketika selembar kertas yang menyatakan aku masih perawan berada di tangan ibuku. Sejak saat itu ibuku memutuskan untuk mengundurkan diri dari kepala sekolah dan meninggalkan profesi guru yang selama ini menjadi kebanggaannya. Aku dan ibu memutuskan untuk pergi meninggalkan kota menyusul bapak. Saka tidak mau mengikuti kami. Dia tidak ingin meninggalkan kota yang sangat dicintainya.

Tiap minggu Saka selalu memberikan kabar tentang perkembanganmu. Seperti saat bulan kedua setelah kamu dikeluarkan, kamu ditangkap polisi karena tertangkap menganiaya Rafi dan Yati yang ketahuan berpacaran di taman kota. Satu tahun setelahnya, Saka memberikan kabar bahwa kamu telah memiliki banyak pengikut. Bahkan kabarnya pengikutmu telah berkembang sampai di luar kota. Kamu membangun jaringan penjaga parkir liar yang sangat ditakuti di kota dan sering terlibat perkelahian karena perebutan lahan parkir.

Empat tahun berlalu dan aku dengarkan dari Saka bahwa kamu telah memiliki dua orang anak dari seorang penjaga Karaoke yang bernama Anike, teman SMPku. Aku selanjutnya menanyakan kabarmu langsung ke Anike. Dia mengabarkan bahwa kamu semakin hari semakin tenggelam dalam buku-buku bacaanmu. Kamu mulai membaca buku-buku Foucoult tentang kekuasan yang kamu dapatkan dari para pengusaha yang meminta pelindungmu. Sampai suatu hari, anike mengabarkan bahwa kamu memulai sebuah bisnis baru diluar bisnis Parkir dan perlindungan.

Sepuluh tahun kemudian

Pada pagi buta ini, sebuah kabar yang aku terima dari Anike kemarin sore mengharuskanku menuliskan Email ini kepada Saka. Anike mengabarkan tentang dirimu yang telah dirawat di Rumah sakit akibat baku tembak dengan Aparat kepolisian. Bisnis kokainmu terungkap setelah seorang kurir tertangkap oleh petugas imigrasi bandara. Sekitar dua kilogram kokain tersimpan dalam perutnya. Sejak saat itulah, kamu menjadi buronan pihak kepolisian.

Sebelum semuanya terlambat, Aku ingin mengucapkan maaf yang terdalam kepadamu, orang tuamu, kedua anakmu Azifah dan Raka serta Anike istrimu bahwa sesungguhnya akulah orang yang patut disalahkan ketika terjadi sesuatu yang tidak dinginkan padamu. Akulah orang yang selama ini telah menghancurkan hidupmu, sedangkan aku sendiri dengan bebas tanpa rasa bersalah hidup di Jepang meninggalkanmu terdampar dalam kubangan lumpur di kota kita. Hidup dengan menanggung dosa yang tidak pernah kamu lakukan di saat muda. Aku tidak ingin semua orang memandangmu hina, seperti mereka memandang babi yang dianggap najis. Aku ingin sampaikan bahwa akulah yang menanam satu sel virus yang telah menggerogoti seluruh hidupmu. Aku ingin kamu dikenang sebagai orang baik, dengan kemuliaan budi pekerti seperti yang aku ketahui bukan seperti apa yang selama ini mereka saksikan. Itulah mengapa aku menceritakan semua kisah kita terlebih dahulu sebelum aku meminta maaf. Karena aku ingin orang-orang mengenalmu sebagai kamu yang dulu bukan kamu yang sekarang.

Untuk Anike, Azifah,Raka, dan semua yang hadir dalam pemakaman Nakula. Sebagaimana janjiku pada Nakula, ketika kalian mendengarkan tulisan ini di bacakan oleh Saka di pemakaman. Maka pada jam yang sama aku telah membuka kaca jendela kamar apartemenku. Dengan susah payah aku naiki jendela itu dan menjatuhkan diriku keluar, terbang melayang mengikuti Nakula yang sekarang telah terbujur kaku di dalam tanah di bawah kaki kalian seperti saludang yang gugur bersama bunganya ketika bunganya dipetik. Mungkin butuh berhari-hari buatku dikeluarkan dari kotak jenazah di rumah sakit dan kemudian di kirim ke Indonesia. Namun aku ingin memesan sebuah tempat sempit di samping makam Nakula. 

Aku berharap kehinaanku akan tertutup dengan kehinaan lain yang lebih besar. Aku juga berharap dengan memilih mati seperti ini, telah dapat menghilangkan dendam kalian atas semua perbuatan yang mengakibatkan Nakula meninggalkan kalian dalam keadaan yang dihinakan oleh orang suci. Dengan meninggal seperti ini, setidaknya aku telah mengurangi rasa bersalah yang tiap hari semakin keras menggangguku dan membuatku depresi. Mohon maaf atas semua kesalahanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun