Mohon tunggu...
S A Hadi
S A Hadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sholikhul A Hadi

Happy is the people whitout history

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seludang Nakula

6 Januari 2019   07:48 Diperbarui: 6 Januari 2019   08:24 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Dia temanku dan sekarang kamu aku tugaskan untuk mengenalnya, mengetahui semua tentangnya. Jika dia tidak mau menjawab atau jika kamu kembali dan kamu tidak tahu apa yang aku tanyakan tentangnya, maka kamu tidak aku ijinkan mengikuti rangkaian orientasi ini. Aku harap kamu tahu resikonya jika kamu tidak ikut orentasi." Aku mengedipkan mata memberikan tanda bahwa aku telah memahami apa yang dimaksudnya.

Aku memasuki kelasmu dan kemudian menghampirimu. Kamu duduk di kursi pojok belakang dengan jarak terjauh dari pintu yang  terletak di depan kelas. Hal itu mengharuskanku melewati banyak teman kelasmu yang tiap berpapasan mengeluarkan kata-kata ejekan, aku tidak menghiraukannya. Aku berjalan terus sambil merunduk dan berhenti tepat di sampingmu.

Mengenalmu dengan segala reputasimu. Reputasi baik seperti saat kamu memenangkan berbagai lomba olimpiade saat SD. Reputasi buruk sejak perceraian kedua orang tuamu hingga saat itu. Dan ketika aku berdiri tepat di sampingmu, reputasi burukmu seolah menyadap semua fungsi sarafku hingga membuatnya lumpuh. Aku berdiri membatu.

"Greeghhh" Suara kursi yang kamu sodorkan tiba-tiba mencairkan kebekuanku. Aku ingat betul apa yang kamu sampaikan saat itu, "Hei Azifah adiknya Raka. Silahkan duduk!" Saat itu aku benar-benar tersanjung dengan sambutanmu. Aku merasa suasana yang sebelumnya tegang berubah menjadi hangat dan meskipun aku belum mengucapkan sepatah katapun, aku merasa sudah cukup dekat denganmu. 

"Mas, aku di..di..diminta berkenalan denganmu." Meskipun demikian, ternyata suaraku masih belum keluar dengan sempurna. "Aku sudah mengenalmu dengan baik, bagaimana mungkin aku tidak mengenal adik dari sahabatku. Namamu Azifah fitriah, kamu lahir dua hari setelah idul fitri. Bahkan aku tahu makanan kesukaanmu, cumi dan sayur yang paling kamu benci terong. Lantas perkenalan apalagi yang perlu kita lakukan?"

"Aku diminta menanyakan semua tentangmu mas." Aku sudah mulai nyaman duduk di sisimu. Aku merasa aura kakakku hadir bersamamu di pagi itu. Kamu sendiri tentu tahu, dari kedua Kakakku Raka dan Saka, Rakalah yang paling dekat denganku. Kau memiliki matanya Raka dan juga keberaniannya. Kau menatapku layaknya Raka menatapku. 

"Berikan saja kertasmu padaku, dan beristirahatlah di sini sampai nanti pulang. Tidak akan ada yang berani mengganggumu. Jika kamu mau, besok berangkatlah bareng aku, biar aku yang ngomong sama si Rasyid Ketua panitia ospekmu." Sungguh saat itu hampir saja aku berteriak karena raasa haru yang begitu mendalam. Sebuah perhatian yang telah lama aku rindukan sejak kepergian Raka.

Dahulu Raka selalu memperlakukanku seperti itu, pernah suatu saat ketika aku dimarahi ibuku karena nilaiku yang jatuh, Raka kemudian memintaku masuk ke dalam lemarinya. Di dalam lemari itu, dia telah mempersiapkan selimut tebal yang dapat aku jadikan alas dan batal yang dapat aku gunakan tidur. 

Saat malam tiba dan waktunya untuk makan malam, Raka akan mengambilkan makanan dari dapur. Berbeda dengan Raka, saka orangnya sangat adil. Dia suka melaporkan kenakalan-kenakalan kecilku kepada ibu sehingga seringkali ibu memarahiku karenanya. Aku tahu kematian Raka juga merupakan duka yang mendalam buatmu seperti halnya diriku. Itulah mengapa setelah meninggalnya Raka aku selalu berharap dapat dekat denganmu, aku ingin menceritakan segala kenangan indahku bersama raka. Namun nampaknya hal itu sedikit mustahil, pertama karena kita tidak satu sekolah dan kedua karena Reputasi burukmu bersama Raka. 

Ibu seringkali menyalahkan kamu atas kematian Raka. Dia berpikir harusnya kamu bersamanya malam itu saat dia dikroyok oleh preman pasar karena perkelahian kalian  dengan anak dari pimpinan mereka sebelumnya. Meskipun kita sama-sama tahu bahwa kematiannya adalah kecelakaan yang bahkan kamu sendiri tidak bersamanya waktu itu.

Berbicara tentang raka berarti membuka luka lama kita. Hanya saja aku ingin menyampaikan rasa terima kasihku atas semua yang telah kamu upayakan untuk Raka sepeninggalnya. Kau telah berani menjebak preman pasar itu untuk keluar dari kandangnya sehingga polisi dengan mudah dapat menangkap mereka. Sungguh sebuah keberanian yang tidak pernah aku bayangkan dimiliki oleh anak yang saat itu baru duduk di kelas tiga SMP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun