Bencana alam datang silih berganti dan tiada henti. Baru -- baru ini gempa terjadi tidak hanya di Indonesia, akan tetapi juga melanda Negara lainya yaitu Suriah dan Turki. Turki dan Suriah bagian utara telah dilanda gempa dengan kekuatan 7,8 SR pada senin 6 Februari 2023 yang menyebabkan lebih dari 44.000 jiwa meninggal dunia.(BBC News).Â
Berbagai elemen tampak bersatu padu dalam penyelamatkan dan penanganan korban yang masih tertimbun puing-puing reruntuhan bangunan, aksi itupun diwarnani dengan kisah pilu. Suriah menjadi salah satu Negara yang terdampak gempa yang justru harus bersabar dalam menunggu bantuan datang, ini dikarenakan Suriah sedang menghadapi sanksi embargo dari AS dan Eropa. Hal ini akibat dari konflik berkepanjangan di Suriah yang membuatnya tidak memiliki alat berat, ambulans, bahkan truk pemadam yang memadai, sehingga hal ini menjadi kendala dalam menerima bantuan Internasional.
Allepo, misalnya, kota yang ditempati warga sipil tersebut harus sabar dalam menunggu untuk mendapatkan bantuan meski dalam waktu yang lama. Mereka yang selamatpun tidak dapat berbuat apa-apa meski mendengar orang-orang yang terjebak dalam reruntuhan masih hidup. Mereka tidak memiliki peralatan untuk menolong. Di kota lainnyapun, pemerintah telah menurunkan kendaraan pemadam berikut ambulans, akan tetapi jumlah tersebut tidak bisa membantu banyak karena terbatas dan kondisinya yang tidak lagi layak. (BBC News).
Tiga hari setelah gempa Turki dan Suriah, Indonesia juga dilanda hal serupa. Di Kota Jaya Pura, Papua, gempa dengan berkekuatan 5,4 SR yang menyebabkan 2.136 jiwa mengungsi dan satu meninggal dunia serta merusak 55 bangunan. Gempa tersebut menenggelamkan kafe-kafe dan juga merusak lima gedung perkantoran dan RSUD Kota Jaya Pura. (BBC News).
Antisipasi Negara
Gempa bumi terjadi diakibatkan oleh pergeseran/gesekan lempeng di bumi, baik secara vertikal maupun horizontal. Islam telah memandang hal ini adalah ketetapan Allah Taala yang tidak dapat dielak maupun diubah. Akan tetapi, manusia telah diberi karunia berupa akal untuk dapat mengantisipasinya, yaitu dengan menyiapkan hal-hal yang dapat dilakukan dalam meminimalkan kerusakan dan jumlah korban gempa.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah membuat bangunan tahan gempa, terutama untuk sarana milik umum. Penataan tata letak kota khusus wilayah rawan gempa juga sangat diperlukan, supaya jika terjadi gempa rakyat bisa lari ke tempat yang aman. Pemerintah juga perlu menyiapkan alokasi dana besar untuk menanggulangi jika gempa terjadi.
Persiapan itu wajib dilaksanakan oleh pemerintah, hal ini karena mereka adalah pelayan dan pelindung bagi rakyat. Mereka wajib mengayomi dan memastikan jika rakyatnya bisa hidup aman. Itu karena pemimpin bagai penggembala sebagaimana dalam hadis, "Imam adalah raa'in atau penggembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR Bukhari).
Persiapan semacam ini tentu saja membutuhkan dana besar dan Negara wajib untuk menyiapkannya. Sayangnya, saat ini keuangan berbagai Negara sangat lemah. Sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan membuat Negeri - Negeri muslim tidak mampu berbuat apa-apa. Sumber keuangan hanya bertumpu pada pajak dan hutang saja, bukan dari pengelolaan SDA atau sumber dari kharaj, jizyah, fai, dan ganimah sebagaimana dalam aturan Islam. Sehingga, Negara tidak siap dalam menghadapi bencana besar dan menunggu uluran tangan dari pihak lain untuk memperbaiki keadaan.
Pemerintah memang sudah menetapkan aturan pembangunan gedung tahan gempa, akan tetapi pihak kontraktor banyak yang tidak mematuhinya. Bangunan tahan gempa itu biayanya mahal. Rakyat mana mampu untuk membayar? Jadi, agar rakyat bisa beli hunian, mereka membuat bangunan biasa supaya bisa mendapatkan keuntungan. Inilah potret dari kapitalisme yang diterapkan, semua bernilai kapitalistik. Apa pun dilakukan demi mendapatkan keuntungan semata, meskipun harus membahayakan nyawa banyak orang.
Kejadian penanganan di Suriah seharusnya membuat banyak orang berpikir betapa sekat nasionalisme dan titah AS lebih didengar daripada jeritan saudara muslim di sana. Dikala mereka membutuhkan bantuan dengan segera, masyarakat dunia justru sulit untuk memberikan pertolongan dikarenakan terhalang masuk akibat dari sanksi embargo tadi.
Nasionalisme juga berhasil mendirikan sekat tembok raksasa dimana suatu negara akan lebih mementingkan menyelamatkan penduduknya terlebih dahulu daripada penduduk negara lain, meskipun mereka adalah kaum muslim, dimana sebagai dalam hadis "Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggotanya merasakan sakit, seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam." Â (HR al-Bukhari dan Muslim). Tersebab itulah, bisa kita katakan negara tidak mampu mengayomi dan memberikan pelayanan keamanan yang layak.
Bersatunya Negeri Islam
Apabila semua kesulitan ini terjadi karena dominasi dari asing dan sekat nasionalisme, tentu satu-satunya cara agar bantuan bisa segera tersalurkan adalah menghilangkan kesulitan tersebut. Dengan cara menyatukan seluruh Negeri muslim untuk mematahkan pengaruh asing tersebut atas dunia Islam. Mereka harus berani dalam melawan asing yang memusuhi Islam.
Persatuan dari Negeri muslim ini secara otomatis akan menghapus sekat nasionalisme. Dengan begitu, umat Islam akan benar-benar menjadi satu tubuh dan bisa saling menguatkan dalam satu naungan institusi yang menerapkan Islam secara kaffah. Dengan sistem ekonomi yang menerapkan Islam secara Kaffah akan mampu membangun perekonomian yang kuat, dengan begitu, ia mampu membiayai pembuatan bangunan, termasuk bangunan dengan struktur tahan gempa.
Hal ini telah terbukti pada masa kekhalifahan Utsmaniyah, bangunan -- bangunan umum didirikan dengan menggunakan teknologi tahan gempa. Sehingga, beberapa bangunan tidak roboh meskipun dilanda dua kali gempa besar. Pada masa sekarang seharusnya bangunan jauh lebih bagus dan bisa mengatisipasi gempa, mengingat lebih majunya teknologi saat ini. Dengan begitu struktur bangunan yang tahan gempa diperlukan terutama di daerah yang terindikasi rawan gempa semisal Turki dan Indonesia.
Bagi daerah yang mengalami gempa khalifah atau pemimpin akan mengomando rakyatnya untuk bahu membahu menolong sesame baik terhadap muslim atau nonmuslim. Hal ini pernah dicontohkan oleh Umar bin Khaththab saat terjadi bencana kelaparan, Sang Khalifah Umar mengirim surat kepada Gubernur Mesir, saat itu pula sang Gubernur mengirimkan bantuan makanan dan lain-lain. Sungguh dengan penerapan Islam secara kaffah mampu mengalahkan dominasi asing, dan dengan aturan yang diturunkan oleh sang Pencipta yaitu Allah Azza Wa Jalla Negara mampu menjadi pelayan keamanan dan menyiapkan tanggap bencana terbaik. (wallahualam bisowab)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H