Berbeda 180 derajat dengan jokowi, Aburizal bakrie (ARB) adalah calon presiden yang kurang populis. Hampir semua lembaga survei menempatkan popularitas ARB dibawah Jokowi. Namun begitu, ARB memiliki visi kepemimpinan yang sangat demokratis. ARB percaya if men were angels, no gevernment would be necessary, Sebagimana ungkapan James Madison. Karenanya Demokrasi harus dibangun dengan nilai-nilai yang rasional dan accountabel.
Untuk dapat membawa kepada masa keemasan Indonesia, berbarengan dengan 100 tahun kemerdekaan bangsa Indonesia, ARB mencanangkan Visi Indonesia 2045 yang dilakukan melalui 3 tahapan. Setiap tahapan mempunyai titik berat dan prioritas pembangunan tersendiri, namun secara terencana dan sistematis ditata secara berkesinambungan antara satu tahapan dengan tahapan berikutnya.
Skenario pembangunan nasional pada dasawarsa ini adalah: Pertumbuhan Ekonomi yang tinggi, Pemerataan Pembangunan dan Pendapatan, serta Pengurangan Pengangguran dan Kemiskinan. Dalam periode 2015-2025, pertumbuhan ekonomi rata-rata ditargetkan sekitar 8-9 persen per tahun. Sumber pertumbuhan terutama berasal dari investasi, ekspor, dan peningkatan produktivitas melalui peningkatan keterampilan pekerja dan penguasaan teknologi.
Dalam dasawarsa ini, pendapatan per kapita ditargetkan sekitar US$ 10.000-US$ 12.000. Untuk menjamin pertumbuhan tinggi yang dapat dinikmati masyarakat luas, pertumbuhan harus disertai dengan penciptaan kesempatan kerja yang luas. Pengangguran ditargetkan menjadi 6 persen pada tahun 2020 dan 4 persen pada 2025. Pekerja di sektor formal ditargetkan meningkat menjadi 45 persen pada tahun 2020 dan 60 persen pada tahun 2025.
Dasawarsa Kedua, 2025-2035: "MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN DI SEGALA BIDANG MEMASUKI NEGARA MAJU". Pada dasawarsa ini, Indonesia sudah siap menjadi negara maju. Pertumbuhan ekonomi ditargetkan rata-rata 10-11 persen per tahun. Pendapatan per kapita pada tahun 2035 ditargetkan sebesar US$ 21.000-US$ 23.000. Dengan tingkatan pendapatan per kapita ini, tahun 2035 Indonesia sudah tergolong negara maju. Pertumbuhan ekonomi lebih mengandalkan pada inovasi dan produktivitas yang direpresentasikan oleh variabel TFP di luar sumbangan modal dan tenaga kerja. Peranan TFP dalam pertumbuhan ekonomi mencapai sekitar 60 persen.
Karena inovasi yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi, maka lembaga penelitian, baik perguruan tinggi dan pemerintah maupun perusahaan, sudah dapat menghasilkan produk dan proses yang dapat diaplikasikan dalam kegiatan ekonomi yang nyata. Biaya penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai bidang pembangunan pada dasawarsa ini ditingkatkan menjadi 2 % dari PDB.
Dasawarsa Ketiga, 2035-2045: Â "TERWUJUDNYA INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU NEGARA MAJU". Pada dasawarsa ini, Indonesia sebagai negara maju melakukan konsolidasi untuk mempertahankan statusnya. Pertumbuhan ekonomi melambat pada tingkat 6-7 persen, karena pertumbuhan ekonomi negara maju tidak bisa berada pada angka yang tinggi lagi. Target PDB per kapita pada tahun 2045 adalah US$ 41.000 dan pada tahun 2045 sebesar US$ 43.000. Perekonomian semakin ditopang oleh inovasi dan produktivitas yang tinggi. Peranan TFP dalam perekonomian mencapai sekitar 70 persen.
Biaya untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada tahapan pembangunan dasawarsa ini ditingkatkan menjadi 3 % dari PDB. Kesejahteraan masyarakat sangat tinggi. Sekalipun demikian, permasalahannya adalah menjaga supaya ketimpangan pendapatan tidak tinggi tetap menjadi prioritas. Begitu pula pelayanan publik untuk golongan usia tua menjadi semakin penting karena Indonesia sudah menjadi aging society.
Bagi kita visi kepemimpinaan ARB lebih rasional, daripada populisme Jokowi. Kita harus berani melawan populisme yang sesaat dan menyesatkan. Kita tidak boleh takut menyampaikan pilihan-pilihan rasional demokratis, sekalipun mungkin menyebabkan turunnya popularitas. Karena kita yakin, populisme yang ada di Indonesia saat ini bukan lagi menjadi madunya demokrasi. Di tangan para pemimpin dan politisi yang tidak berani melawan arus, populisme berubah menjadi "racun" yang akan membunuh demokrasi secara perlahan, tapi pasti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H