Di ranah legislatif, jumlah oknum-oknum legislator (baik di DPR, dan atau di DPRD) sudah mencapai ratusan orang. Fakta ini tentu sangat memprihatinkan, sebab para kepala daerah dan legislator yang telah diberi mandat oleh rakyat untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat, justru terjerembab dalam tindakan tidak terpuji yakni memperkaya diri sendiri melalui korupsi.
Peristiwa penangkapan para koruptor oleh KPK, menjadi pertanda bahwa keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat telah dilukai oleh para koruptor. Di tengah kesulitan rakyat mendapatkan akses kelayakan penggunaan infrastruktur publik (listrik, jalan, dan air bersih), para koruptor justru tega melukai hati rakyat. Sejatinya, rakyat yang telah menunaikan kewajiban membayar pajak, harus memperoleh haknya yang setimpal untuk menikmati kelayakan infrastruktur publik.
Rakyat tentu saja berharap agar di masa mendatang, parpol-parpol sebagai medium promosi kepemimpinan politik harus menempuh langkah progresif untuk mempromosikan sikap anti-korupsi.Â
Salah satu terobosan progresif yang dapat dilakukan adalah dengan mendorong kader-kadernya di DPR dan atau DPRD, agar menempuh mekanisme pembahasan APBN dan atau APBD secara terbuka.Â
Hal ini mengandaikan bahwa pembahasan APBN dan APBD tersebut dilakukan  dengan mengundang elemen-elemen masyarakat untuk menyaksikan secara langsung proses pembahasan anggaran di dalam sidang-sidang dewan. Terobosan ini akan menutup peluang bagi elite-elite politik yang berintegritas rendah untuk mencuri uang negara.
Kegagalan Kaderisasi
Suburnya korupsi yang dilakukan oleh elite-elite politik ditengarai merupakan akibat dari krisis ideologi perjuangan di dalam tubuh parpol. Krisis ideologi semacam ini sesungguhnya menggambarkan bahwa telah terjadi kegagalan kaderisasi di dalam partai. Kegagalan kaderisasi inilah yang menggerus dan merusak citra parpol di mata rakyat.
Selain itu, indikasi kegagalan kaderisasi juga tergambar dari cara-cara instan yang ditempuh oleh parpol untuk menaikkan popularitasnya, dengan memobilisasi masuknya artis-artis yang belum memiliki dasar-dasar kepemimpinan politik.Â
Fatalnya lagi, apabila artis-artis tersebut maju dalam kontestasi politik dengan hanya bermodalkan popularitas dan tampang, tanpa pernah mengikuti secara intens proses kaderisasi internal partai.
Di masa depan, parpol diharapkan bersikap lebih selektif dalam melakukan rekruitmen calon-calon pemimpin politik di lembaga suprastruktur politik. Sebab pada hakikatnya lembaga suprastruktur politik merupakan wahana bagi para politisi untuk bertarung dalam gagasan politik, demi meningkatkan kualitas pelembagaan demokrasi menuju tercapainya kesejahteraan rakyat.
Jika dicermati secara seksama, runtuhnya citra parpol terkorelasi melalui fenomena disorientasi terhadap cita-cita ideologis parpol dan demoralisasi terhadap eksistensi parpol.Â