Mohon tunggu...
SAGITA DEVI
SAGITA DEVI Mohon Tunggu... -

mahasiswi ekonomi undip 2006

Selanjutnya

Tutup

Money

Pengenaan Double Tax pada Simpanan Murabahah di Perbankan Syariah Indonesia

5 Januari 2010   03:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:37 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

 

Dari tahun ke tahun, perbankan syariah terus mengalami perkembangan. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan system ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional. Terbukti, krisis 1998 telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan system bunganya. Berbanding terbalik dengan bank muamalat yang justru mampu bertahan dari badai krisis tersebut dan menunjukan kinerja yang meningkat.

Hal inilah yang mendorong mulai dilirik system ekonomi syariah sebagai salah satu alternative bagi system ekonomi Indonesia. Bahkan apabila ekonomi syariah diterapkan secara maksimal didukung oleh instrumen keuangan dan produk- produk hukum yang memayungi, akan mampu membawa Indonesia menjadi negara kuat secara ekonomi yang berbasis kerakyatan. Untuk itu sangat dibutuhkan peran serta seluruh elemen masyarakat mulai dari pemerintah maupun masyarakat sebagai pelaku dan user.

Terkait perkembangan bisnis syariah di Indonesia, masih terdapat banyak peraturan yang menghambat. Contohnya seperti masih adanya pajak ganda bagi transaksi murabahah di perbankan syariah.

Demi kepentingan tercapainya target perkembangan syariah dan masuknya investasi asing di Indonesia, problem pengenaan pajak berganda ini menjadi kian serius untuk segera diselesaikan. Berbagai raksasa perbankan Islam dari berbagai negara telah membidik Indonesia sebagai sasaran ekspansi strategis. Misalnya, Kuwait Finance House dan Qatar Islamic Bank. Namun, mereka masih menunggu penyelesaian masalah ini sebagaimana yang ditegaskan oleh Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia.

Berbeda dengan perbankan konvensional, perbankan syariah, menawarkan sebuah pembiayaan dengan transaksi murabahah dan derivatnya bai' bi thaman ajil (BBA). Dalam pembiayaan ini, bank membeli barang yang dibutuhkan oleh nasabah, kemudian pihak bank menjual lagi barang tersebut kepada nasabah dengan harga asal ditambah dengan profit margin dan nasabah akan membayar dengan cara angsuran.

Dikarenakan terjadinya dua kali transaksi jual beli itulah, maka terjadi dua kali peralihan kepemilikan dengan transaksi jual beli. Karena itu, sesuai dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, utamanya Pasal 1A ayat (1), huruf a dan b, berarti juga terbebani dua kali pembayaran pajak.

Hal ini dirasakan sangat membebani perbankan syariah. Padahal, murabahah adalah produk andalan pada perbankan syariah. Saat ini berdasarkan data yang ada pada Bank Indonesia, transaksi perbankan syariah tidak kurang dari Rp 21,920 triliun, dengan komposisi terbesarnya adalah murabahah sebanyak Rp 13,340 triliun (60,86 persen).

Ketidakseriusan pemerintah dalam merespons hal ini menyebabkan perbankan syariah enggan membayar pajak. Karenanya, pajak tersebut menumpuk sampai miliaran, bahkan puluhan miliar rupiah.

Untuk menghapus pajak ganda di Indonesia, paling tidak ada dua upaya dapat dilakukan, yakni melakukan perubahan (amandemen) regulasi yang menyangkut pajak, atau dengan melakukan penambahan klausula tentang penghapusan pajak ganda pada regulasi yang menyangkut industri bisnis syariah.

Pertama, secara ideal, penghapusan ini dengan melakukan amandemen regulasi yang menyangkut pajak yakni UU No. 18 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-undang No.8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Sebenarnya, jika kita cermat, saat ini telah ada Peraturan Pemerintah No. 144 tahun 2000 yang mengatur jasa perbankan mendapatkan dispensai untuk tidak terkena wajib pajak PPN.

Kedua, dengan memanfaatkan momentum yang ada, yakni saat ini RUU Perbankan Syariah dan RUU Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sedang dibahas, perlu memasukkan klausula yang menyangkut penghapusan pajak ganda pada kedua RUU tersebut. Adapun pasal yang menyangkut penghapusan pajak ganda pada RUU tersebut akan menjadi lex specialis (pengecualian hukum) terhadap UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sebab selama ini aturan yang mengatur perbankan syariah hanya berupa aturan tentang perbankan nasional (UU No.10 Tahun 1998), belum ada regulasi yang mengatur perpajakan bagi perbankan syariah sehingga transaksi syariah terkena pajak ganda. Mempertahankan pajak berganda akan menghambat perkembangan industri syariah ke depan, untuk itulah diperlukan political will dari pengambil kebijakan dan upaya sinkronisasi perundang-undangam secara menyeluruh dalam rangka membangun ekonomi syariah dan sistem perekonomian Indonesia yang kuat.

 

Sagita Devi Maharani

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun