Mohon tunggu...
sagalabro
sagalabro Mohon Tunggu... Kaum Marjinal -

Uang bukanlah segalanya, tapi uang bisa membeli segalanya dan segalanya butuh uang, sehingga karena uang kita kenyang, tapi ingatlah ini, uang bisa jadi bumerang, dan kita bisa hancur karena uang, tidak ada lagi rasa sayang, yang ada hanya perang. - Marginal Class -

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hidup Mewah, tapi Tidak Bebas

26 Juli 2018   09:30 Diperbarui: 26 Juli 2018   09:47 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti yang ada pada lagu Slank, "hidup bermewah mewahan, punya segalanya tapi sengsara, seperti para koruptor" mungkin terpatahkan pada saat ini, karena kenyataannya mereka tidak sengsara di dalam penjara, melainkan bahagia dengan berbagai macam fasilitas yang bisa dibeli. 

Siapa yang tidak suka hidupnya dipenuhi dengan kemewahan dan berkecukupan dalam segala hal? Pastinya banyak yang mau dan sedikit atau mungkin tidak ada orang yang tidak ingin seperti itu. Hal itu sudah menjadi sifat dasar manusia yang tentunya mendambakan kenikmatan dan kesejahteraan di dalam hidup. 

Banyak orang yang bekerja keras tanpa mengenal lelah untuk menambah pundi pundi kekayaan agar hidup keluarganya bisa sejahtera. Namun, ada juga beberapa orang yang malas untuk melakukan sesuatu pekerjaan dikarenakan bawaan lahirnya yang sudah merasakan hidup sulit, sehingga ia berpikir bahwa apapun yang dilakukannya tidak membuatnya menjadi kaya, melainkan tetap dalam kekurangan.

Jelasin dulu dong...

Nah, itu dia yang sekarang menjadi sorotan di negara yang kita cintai ini. Ada sebuah tempat yang dijadikan sebagai tempat pesakitan (penjara) bagi para narapidana yang mempunyai fasilitas mewah. Sebut saja penjara. Seorang narapidana yang dimasukkan kedalam penjara harusnya merasakan ketidak enakan dalam hidupnya, mulai dari bagian non fisik dan fisik. 

Non fisik disini seperti rasa malu yang diterima dan penilaian orang lain terhadap dirinya. Kalau fisik itu seperti fasilitas yang dibatasi penggunaannya, contohnya kalau dirumah bisa nonton tv, tapi ketika di dalam penjara tidak bisa, dirumah bisa makan enak, sementara dipenjara tidak. Hal hal inilah yang akan membuat seorang narapidana itu sadar atas kesalahan dan perbuatannya, sehingga narapidana tersebut bisa berubah dan diterima kembali di masyarakat.

Lalu apa maksudnya hidup mewah, tapi tidak bebas?

Setiap orang bisa saja menjadi narapidana dan tidak setiap narapidana itu berasal dari golongan elit ataupun pejabat negara. Kesenjangan ini juga terdapat didalam beberapa Lapas (lembaga permasyarakatan) di negara kita tercinta ini. Seperti berita yang sedang viral akhir akhir ini yang terjadi di lapas Sukamiskin. Hanya namanya saja yang Sukamiskin, namun orang orang yang didalamnya "SUKA KAYA", mulai dari narapidananya, sipirnya , bahkan Kalapasnya sendiri. Tidak heran memang jika hal tersebut terjadi, karena pimpinan atasnya saja berbuat seperti itu. 

Di penjara, para narapidana memang tidak membawa sepesar hartapun, namun meninggalkan harta pada keluarganya di rumah. Tidak ada keluarga yang tahan melihat anggota keluarganya sengsara atau tersiksa dan pastinya keluarga akan membantu dengan segala yang dimiliki dan kadang kadang sampai menghalalkan segala cara. 

Siapa yang tidak suka dengan uang?

Uang merupakan benda yang bisa menghalalkan segala cara bagi mereka yang ingin hidupnya super nyaman di lapas tersebut. Segala hal bisa dimasukkan kedalam sel, mulai dari perabotan yang ada dirumah yang mungkin gue sendiri gak punya atau gak bisa beli. Mereka yang seharusnya merasakan penyesalan di dalam penjara, malah merasakan kenikmatan di dalam penjara.

 Salah satu tujuan dibuatnya lapas yaitu untuk "Membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab". 

Apakah itu hanya sebatas tulisan diatas kertas? Atau hanya sebatas bualan belaka bagi mereka yang bisa membeli segala fasilitas di dalam lapas? Barang bukti yang diamankan berupa uang total Rp 279.920.000 dan USD 1.410 merupakan sebuah perbandingan bahwa di dalam tempat pesakitan (penjara) aja bisa merasakan kenikmatan, apalagi diluar tempat pesakitan.

Memang uang bukanlah segalanya, tapi dapat membeli segalanya dan segalanya butuh uang, termasuk moral dari seseorang tersebut. Omong kosong bila uang tidak dapat membeli harga diri seseorang, dengan melihat peristiwa ini kita bisa menilai betapa murahnya harga diri seseorang yang dijadikan tersangka jual-beli fasilitas penjara.

Solusinya?

Gue gak cuman beri komentar doang dengan adanya berita jual-beli fasilitas yang ada di lapas Sukamiskin, tapi gue juga ngasih solusinya. Jadi begini, yang bisa mengalahkan "uang panas" itu hanyalah nilai moral dan iman yang kuat, tidak lebih dan tidak kurang. Jika seorang mudah tergiur oleh "uang panas" maka dapat dinilai bahwa nilai moral orang tersebut sangat rendah. Sekarang yang menjadi sorotan di mata masyarakat yaitu penjaga lapasnya sendiri atau sipir. 

Proses perekrutan orang biasa menjadi seorang sipir atau menjadi pimpinan di lapas haruslah diberi pendidikan pancasila dan penanaman nilai moral yang kuat, karena mereka di lapas itu menjaga orang orang yang melanggar aturan dan seharusnya para sipir dan pimpinanan di lapas tersebut tidak terpengaruh juga untuk melanggar aturan. Adanya sidak dari Dirjen PAS juga harus sering sering dan rutin dilakukan di berbagai lapas yang ada di Indonesia.

Itulah kehidupan. Tidak ada yang pernah menduga duga sebelumnya, namun seperti kata pepatah "sepandai pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga", pepatah itu mengajarkan bahwa sepandai pandainya Kalapas menutup nutupi keburukan yang ada di lapas, pasti akan terbongkar juga. Selanjutnya, "ada juga orang yang hidupnya sengsara, tapi bebas" kalo hal ini sering kita jumpai dalam hidup kita, namun kebanyakan dari mereka lebih mengarah kepada orang yang sakit jiwanya karena kesengsaraannya. Jadi, lebih baik bisa hidup mewah dan bahagia. Hidup mewah bukan untuk menjadi sombong atau angkuh, tapi itu harus menjadi penyemangat kita dalam bekerja agar melakukan suatu pekerjaan dengan tekun, ikhlas dan disiplin.

Terimakasih.

Sumber : 1 2  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun