Mohon tunggu...
Safwannur
Safwannur Mohon Tunggu... Guru - Guru

Bumi Allah terlalu luas, sayang kalau tidak dijelajahi

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menikmati Kopi Gayo di Tanoh Gayo

16 Mei 2022   21:39 Diperbarui: 16 Mei 2022   21:43 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Suhu udara yang sejuk dipadu pemandangan alam indah menawan membuat Tanoh Gayo, khususnya wilayah kabupaten Bener Meriah dan kabupaten Aceh Tengah menjadi destinasi favorit warga pesisir untuk menikmati wisata alam pegunungan. 

Tumbuhan hijau berkemilau menyejukkan mata sepanjang perjalanan menuju tanoh Gayo. Ruas jalan yang terjal dan berkelok mengharuskan para pengendara berkonsentrasi tinggi agar tidak terjun ke dalam jurang.

Selain memiliki destinasi wisata alam yang menjamur, Tanoh Gayo identik dengan kopi, khususnya varietas arabika. 

Ketika menyebut nama Gayo, yang terbayang dibenak orang adalah kopi dengan cita rasa yang sudah dikenal dunia. Dapat dikatakan, sebagian besar wilayah Tanoh Gayo adalah perkebunan kopi, seperti halnya perkebunan teh di pulau Jawa.

Pada hari ke empat lebaran idul fitri, saya bersama keluarga memanfaatkan waktu untuk menyambung silaturrahmi dengan kerabat di Tanoh Gayo yang sudah lama tidak bersua. 

Saya yang sehari-hari bearada di perantauan Tatar Sunda, jauh dari kampung halaman, tentu rindu untuk berkeliling menikmati suasana daerah sendiri. 

Kesempatan mudik setiap tahunnya, saya maksimalkan untuk silaturrahmi bersama kerabat dan mengeksplorasi keindahan alam di tanah kelahiran.

Kami berangkat dari Gampong Blang Rheue, Gandapura, Bireuen pada pukul 08.30 WIB. Ada dua opsi jalan yang bisa ditempuh menuju Tanoh Gayo, via jalan Bireuen-Takengon dan via jalan alternatif PT. KKA melewati Gunung Salak yang sedang nge-hits di media sosial. Jalur alternatif ini kini ramai dilintasi warga yang ingin bepergian ke wilayah Aceh bagian tengah.

Kami memilih jalan utama Bireuen-Takengon, karena jalur alternatif PT. KKA dipastikan sangat macet di musim liburan, apalagi lebaran idul fitri, di mana banyak pemudik dari luar daerah yang ingin menghabiskan waktu liburan untuk mengunjungi tempat-tempat wisata di kampung halaman.

Kami melewati jalan nasional Banda Aceh-Medan yang belum terlalu ramai di pagi hari. Perjanan lancar, kemacetan hanya di kota Bireuen saja, itu pun tidak terlalu parah. Dari simpang empat Bireuen, berbelok ke kiri menuju jalan Bireuen-Takengon yang merupakan jalan utama menuju Tanoh Gayo.

Udara dingin mulai terasa saat tiba di Krueng Simpo, masih masuk wilayah kabupaten Bireuen, sehingga tidak perlu menyalakan AC mobil. Krueng Simpo terkenal dengan objek wisata alam sungai dengan air yang jernih dan dingin. Pemandangannya pun cukup indah, ditambah lokasi yang strategis mudah dijangkau oleh masyarakat yang ingin berwisata.

Krueng Simpo terletak di kecamatan Juli yang berbatasan langsung dengan kecamatan Pintu Rime Gayo, kabupaten Bener Meriah. Wajar bila suhu udara di sini berhawa sejuk seperti di Tanoh Gayo.

Tujuan utama kami ke Tanoh Gayo bukan untuk berwisata, tapi untuk bersilaturrahmi. Sepanjang perjalanan kami tidak mampir ke tempat-tempat wisata sebelum sampai ke tujuan. 

Kami berkunjung ke kampung Arul Latong, Bies, Aceh Tengah yang sudah dinobatkan sebagai desa wisata kopi Gayo. Hal ini wajar, karena Arul Latong termasuk salah satu kampung penghasil kopi terbaik di Tanoh Gayo.

Untuk mencapai kampung Arul Latong kami mencari rute dengan bantuan google maps. Tak cukup itu saja, kami juga bertanya kepada para pelintas yang kebetulan sedang lewat di jalan. Sebenarnya tidak begitu sulit mencari kampung ini. Letaknya tidak begitu jauh dari kota kecamatan, kira-kira sekitar 1,5 kilometer.

Begitu masuk wilayah kampung Arul Latong yang terlihat adalah perkebunan kopi di sepanjang jalan. Kebun kopi di kampung ini mencapai 200 hektar. 

Cuaca tak terlalu dingin, hanya sekitar 22oC, mungkin karena kami sampai kesana menjelang waktu shalat zhuhur, saat cahaya matahari sudah terasa panas. Tapi di malam hari, suhu di sini bisa mencapai 16oC, setara dengan suhu AC paling dingin.

Begitu sampai di rumah kerabat yang kami tuju, tuan rumah memberi suguhan kopi Gayo dengan cita rasa tinggi. Di samping rumahnya, juga ada kebun kopi yang luas. Ada rasa yang berbeda memang ketika bisa menyeruput kopi di tempat penghasil kopi itu sendiri.

Setelah itu kami menuju ke masjid kampung yang tidak terlalu jauh dari rumah untuk menunaikan ibadah shalat zhuhur. Lokasi masjid juga dikelilingi kebun kopi yang cukup luas. Bagi warga pesisir yang terbiasa dengan cuaca panas, tentu akan sedikit kaget ketika menyentuh air untuk berwudhu'.

Saya sendiri sudah terbiasa dengan cuaca dingin, karena saat ini saya berdomisili di kabupaten Garut, Jawa Barat dengan iklimnya yang relatif dingin. Sebelumnya, semasa kuliah saya juga tinggal di asrama yang berada di dataran tinggi, kawasan wisata Kaliurang, Sleman, Yogyakarta, yang berada di kaki gunung Merapi.

Saya berkeliling menyusuri kebun kopi sambil menikmati pemandangan indah dengan latar belakang pegunungan hijau. Bagi saya, ini kali ketiga menginjakkan kaki ke Tanoh Gayo, tapi belum pernah turun ke kebun kopi. 

Pada kunjungan-kunjungan sebelumnya, beberapa tahun silam, tujuan ke Tanoh Gayo semata-mata untuk berwisata di seputaran danau Laut Tawar.

Menjelang waktu shalat Ashar, kami pamit pulang bersamaan rintikan hujan yang pelan-pelan turun menyapa bumi. Kami pulang melewati jalan yang sama dengan waktu berangkat, melewati wilayah perkotaan kota Takengon, ibukota kabupaten Aceh Tengah.

Dalam perjalanan pulang, kami singgah di pemandian air panas di Simpang Balik. Pengunjung cukup ramai di kolam air panas yang lokasinya terpisah antara laki-laki dan perempuan. Saya tidak ikut berendam, hanya mengawasi keponakan-keponakan yang mandi di kolam.

Tak lupa saya membeli souvenir Gayo, kopiah dan syal motif kerawang Gayo yang matching dengan sarung dan koko motif Gayo yang sebelumnya saya beli melalui online shop. Kolam pemandian air panas dekat dengan pertokoan yang menjual oleh-oleh khas Gayo. 

Sepertinya para penjualnya banyak yang berasal dari Aceh pesisir. Terlihat dari bahasa komunikasi mereka yang menggunakan bahasa Aceh. Saya pun menawar harga barang dengan bahasa Aceh.

Menjelang magrib sekitar jam 18.30 WIB kami berangkat pulang sambil menunggu waktu magrib. Tiba waktu magrib, kami mampir di salah satu meunasah untuk menunaikan shalat magrib dengan jamak qashar. Sepanjang perjalanan terlihat cukup banyak kendaraan dari arah Bireuen yang menuju ke Gayo baik roda maupun roda empat.

Terlihat beberapa komunitas konvoi dengan sepeda motor lengkap dengan perlengkapan camping yang mereka bawa. Sekarang lagi ngetrend menginap di tenda di pinggiran danau laut tawar. 

Saya juga berkeinginan untuk mengeksplorasi kawasan laut tawar, menyatu dengan alam, merasakan sensasi berkemah di pinggir danau laut tawar yang indah mempesona. Tapi sayang, waktu yang sempit tidak memungkinkan untuk melakukan itu.

Alhamdulillah perjalanan pulang berjalan lancar, tanpa kendala apapun. Kami tiba di rumah pukul 22.00 WIB. Saya langsung beristirahat, karena besoknya harus bersiap-siap untuk melakukan perjalanan lagi, menuju Bandara Internasional Kualanamu, Deli Serdang, Sumatera Utara untuk terbang menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun