'Tidak sengaja' menjadi alasan jaksa memberikan tuntutan hukuman 1 tahun penjara bagi 2 pelaku penyiraman air keras pada Novel Baswedan, mantan penyidik senior KPK.Â
Mengingat Kembali Awal Mula Kejadian
Selasa, 11 April 2017 seusai shalat Subuh di masjid kompleks perumahannya, Novel Baswedan disiram air keras oleh orang yang tidak dikenal. Pelaku penyiraman baru berhasil ditangkap setelah 2 tahun kemudian, tepatnya pada bulan Desember 2019.Â
Akibat penyiraman air keras tersebut, Novel Baswedan harus merelakan mata kirinya rusak permanen. Sedangkan mata kanannya hanya berfungsi 60 persen. Novel Baswedan juga mengaku sempat gagal napas usai penyiraman tersebut. Beruntung ia cepat mendapat pertolongan.
Sidang Tuntutan
Setelah 3 tahun pasca kejadian dengan penuh lika-liku nan panjang, kasus tersebut akhirnya sampai pada sidang tuntutan, 11 Juni 2020 lalu. Hal yang mengejutkan publik adalah jaksa penuntut umum (JPU) hanya mengganggap tindakan tersebut sebagai ketidak sengajaan yang dilakukan pelaku.Â
Motif dari perbuatan kedua pelaku adalah tidak menyukai Novel Baswedan karena dianggap telah mengkhianati dan melawan institusi Polri. Padahal kedua pelaku yang berprofesi sebagai polisi tersebut tidak memiliki hubungan khusus dengan Novel, bahkan mereka tidak pernah bertemu. Motif yang tidak masuk akal, bagaimana bisa seseorang yang tidak saling mengenal namun dapat saling membenci?Â
Tuntutan jaksa penuntut umum tersebut dianggap janggal oleh berbagai pihak dan tidak masuk akal, pelaku hanya diganjar hukuman 1 tahun penjara. Dilansir dari suarajogja.id (16/06/2020), terdapat 5 kejanggalan tuntutan jaksa terhadap kasus Novel berdasarkan versi Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM. Berikut rangkuman kejanggalan tersebut :Â
1. Tidak ada niat menyiram ke wajahÂ
2. Hanya penganianyaan biasa
3. JPU mengabaikan barang bukti
4. Tuntutan JPU tidak logis
5. Aktor intelektual tidak diungkap selama persidangan
Menurut Pukat UGM, tindakan pelaku mengarah pada Pasal penganiayaan berat, Pasal 335 ayat (1) KUHP karena pelaku sudah merencanakan dan adanya kesengajaan yang mengakibatkan luka berat dan permanen pada Novel Baswedan. Hal tersebut dibuktikan dengan pengintaian dan dipersiapkannya air keras oleh kedua pelaku.Â
Sebenarnya jaksa memiliki opsi menuntut maksimal 7 tahun penjara, namun JPU hanya menuntut 1 tahun penjara. Keputusan JPU disebut-sebut dapat mencederai keadilan masyarakat dan berdampak buruk terhadap upaya pemberantasan korupsi.
Reaksi Masyarakat Usai Sidang Tuntutan JPUÂ
Benar saja, usai sidang tuntutan JPU tersebut berakhir, masyarakat bereaksi keras. Mereka menyuarakan pendapat akan keadilan yang logis terhadap kasus Novel Baswedan, tiga tahun menanti kejelasan namun berakhir dengan tuntutan ringan. Beberapa di antaranya yang ikut bersuara adalah
Ustad Abdul Somad (UAS)
UAS menanyakan perihal "nggak sengaja" kepada Hotman Paris Hutapea, selaku orang yang paham hukum. Dengan logat khasnya UAS berkelakar, "Kok bisa orang menyiram nggak sengaja?." Hotman mengatakan bahwa ia tidak terlalu mendalami kasusnya dan ia tidak bisa menjawab karena masih proses persidangan. UAS menambahkan bahwa ia bodoh masalah hukum, "yang sulit saya percaya untuk bangun pagi itu kan payah Bang Hotman, masa iya bangun pagi, membeli air keras lagi." Ucap UAS kebingungan mengapa kasus penyiraman Novel Baswedan disebut tidak sengaja.Â
Rocky Gerung, filsuf, akademisi, dan intelektual publik Indonesia pun ikut bersuara. Rocky Gerung mengatakan "Jadi yang bahaya hari ini, tuntutan Jaksa itu adalah air keras baru untuk mata publik. Nah, itu yang harus kita halangi. Supaya jangan sampai mata publik itu menjadi buta karena tuntutan jaksa yang irasional." Rocky pun menambahkan bahwa ia bersama teman-temannya saling sepakat memulai satu gerakan untuk melindungi mata publik dari air keras kekuasaan.Â
Bintang Emon, komika berusia 24 tahun sekaligus pemenang Suca 3 memang dikenal vokal membagikan konten menyindir dan mengkritik isu sosial dengan caranya yakni melalui lawakan. Sebelumnya ia pernah membagikan konten bertema Covid-19 yang cukup fenomenal. Beberapa waktu lalu pun ia kembali mengunggah kritikan tentang tuntutan JPU pada kasus Novel Baswedan. Pernyataan Bintang Emon tersebut masuk akal, berikut kutipan konten tersebut :
1. Katanya nggak sengaja tapi kok bisa kena muka? Kita tinggal di bumi, gravitasi pasti ke bawah, nyiram badan nggak mungkin kena muka, kecuali Bapak Novel Baswedan berjalan hand stand.Â
2. Katanya cuma buat ngasih pelajaran, kalau mau ngasih pelajaran, Bapak Novel Baswedan lewat dipepet dan dibisikin "Tau nggak, kita punya grup yang nggak ada lu nya lo." Pasti setelah itu ia akan berpikir dan instropeksi diri, itu baru dikatakan pelajaran.
3. Namanya saja air keras, berarti itu adalah kekerasan.
4. Katanya nggak sengaja, tapi niat bangun Subuh. Menurutnya, Subuh itu adalah godaan syaitan yang paling kuat, banyak orang yang kesulitan untuk shalat Subuh. Namun ada orang yang bangun Subuh bukannya untuk shalat malah untuk menyiram air keras ke orang yang baru pulang shalat Subuh. Respect syaitan ama lu, iiish mantap laah!!
Akibat kritikan tersebut, Bintang Emon diserang dan dituding memakai narkoba. Kemudian ia mengunggah secarik kertas yang menjelaskan bahwa ia negatif narkoba. Namun ia positif kentang mustofa, candaannya di caption unggahan tersebut.Â
Netizen juga ikut berkomentar, "Turut berduka atas matinya hukum dan keadilan di Indonesia", Ucap salah satu netizen. Ada pula yang berkomentar untuk menyiram kembali si pelaku dan katakan tidak sengaja.
Namun, Novel Baswedan sendiri meragukan kedua polisi tersebut sebagai pelaku penyiramannya dan ia mengatakan lebih baik dibebaskan saja daripada mengada-ada.Â
Semoga hukum benar-benar ditegakkan, agar kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah tidak memudar. Tidak memainkan kekuasaan demi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.Â
***$y 16 Juni 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H