Mohon tunggu...
Safitri N
Safitri N Mohon Tunggu... Lainnya - Homo Ludens

Homo Ludens

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Senyum Anak Warsambin untuk Mengukir Asa

21 September 2018   15:33 Diperbarui: 21 September 2018   16:06 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Malam itu, semua anak berbondong datang ke Distrik untuk menonton sebuah film, namun tiga orang anak perempuan tinggal bersama saya. Kami bercerita dan tertawa. Dina, seorang anak yang baru hari itu kuhafal mukanya, mengeluarkan sebuah kalung dari kantong bajunya;

"Sa buat ini untuk kakak"

Berani dan penuh dengan pengetahuan tentang Warsambin, ia tinggal bersama Bapak dan Mama Piara. Ya, Mama Piara, bukan Mama Kandung, Mama Kandungnya tinggal di desa yang sama, namun ia tinggal bersama Mama piaranya.

Setiap pagi Dina bangun pukul 5.30 Waktu Warsambin, bersiap ke Sekolah sementara seluruh anggota keluarganya masih terlelap. Sarapan? Anak - anak akan pulang ke rumah pada jam istirahat, saat itulah makanan sudah tersaji. Ikan Lema, ikan rumahan yang setiap hari mereka konsumsi, dan nasi putih. Bosan katanya. Terkadang mereka makan Nasi Kosong, ya hanya sepiring Nasi Putih, atau Nasi Teh.

"Sa makan nasi teh tadi. Nasi sama Teh Manis. Teh Manis itu kami campur dengan Nasi"

Tangan kecil mereka yang merangkai kalung dan menempa gelang dari akar bahar, senyum mereka yang penuh dengan keyakinan bahwa segala sesuatu akan baik - baik saja. Bahwa mereka akan selamanya di Warsambin, menikah setelah lulus SMP atau barangkali secepatnya.

"Kakak nanti main lagi kah ke Warsambin?Mama yoooo.. Jangan lama - lama ya, nanti sa su nikah waktu Kakak ke sini lagi"

Anak lain yang masih duduk di bangku kelas lima seolah sudah mengukir takdir bahwa ia akan segera menikah, malu - malu ia mendengar dan diam - diam mengangguk. Mengajak mereka untuk tetap sekolah bukanlah hal yang sulit. Mereka adalah anak - anak yang cerdas, yang mudah memahami dan mengerti. 

Membaca buku bersama
Membaca buku bersama
Jatuh cinta pada anak - anak di Warsambin sangat mudah, tangan mereka hangat dan tak lelah menggandeng, senyum mereka meneduhkan. Suatu sore di sekolah, wajah mereka merona, melihat setumpuk buku dengan warna - warna yang cerah dan cerita yang baru sekali mereka baca.

Bangku  di ruang guru yang telah disulap menjadi perpustakaan sementara seketika ramai, beberapa anak berebut dan beberapa lagi diam tak mau diganggu, seorang anak menggumam dengan bacaan di tangannya.

Mereka suka bernyanyi, bahkan mereka menyenandungkan sebuah lagu perpisahan, bukan hanya lirik lagu, namun kesedihan akan sebuah perpisahan membuat siapa saja yang mendengar lantunan anak - anak Warsambin akan menangis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun