Mohon tunggu...
Safitri N
Safitri N Mohon Tunggu... Lainnya - Homo Ludens

Homo Ludens

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Merajut Mimpi Salappa, Kisah dari Satu Hulu di Mentawai

24 Agustus 2018   10:05 Diperbarui: 24 Agustus 2018   18:30 1025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analeuwitta| Dokumentasi pribadi

Tak ingin ia hanya berhenti di SMA, kedua kakaknya kini sedang kuliah, satu di Padang dan satu lagi di Sulawaesi. Ia harus menunggu hingga kakaknya tamat kuliah, mungkin tahun depan. 

Ayahnya? Apa saja akan dilakukan untuk anaknya bisa bersekolah, menjual seluruh ternak babi yang mereka miliki. Begitulah warga Salappa' ketika anak ingin bersekolah, orang tua akan mendukung, tak peduli bagaimanapun, meski harus menjual seluruh ternak yang dimiliki. 

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Menginjakkan kaki di tanah Salappa', tanggung jawab yang berat itu mencair oleh sambutan hangat dan senyum warga Salappa', kearifan lokal yang lagi - lagi saya temukan, kehangatan, keramahan dan kebahagiaan lain yang kemudian mengubah tanggung jawab menjadi sebuah ikatan. 

Mereka memang tinggal di hulu sungai, mereka harus menunggu arus sungai cukup untuk bisa ke Muara, namun mereka tak mau juga jika Sungai menjadi berlebih, banjir akan siap menghantam desa mereka. 

Anak - anak yang cerdas dan hangat, cerita - cerita tentang Mentawai yang tersebar di segala mesin pencari, yang dibilang canggih itu, tak ada satupun yang mampu menyampaikan betapa hangatnya mereka. 

Kisah tentang Mentawai yang memakan daging manusia atau saling bunuh hanya menjadi satu masa lalu. Hanya melihat orang - orang yang tanpa peduli asal usul tamunya, menyambut dengan hangat. 

Analeuwitta| Dokumentasi pribadi
Analeuwitta| Dokumentasi pribadi
"Analeuwitta" Satu kata magis yang akan membuat seluruh senyum tersungging kepadamu. 

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Salappa' sebuah dusun yang berada di hulu sungai, terdapat satu gereja dan satu masjid. Anak - anak tiap pagi berjalan kaki menuju sekolah, SD dan TK,  inilah yang membuat anak Salappa' tangguh, mereka merantau sejak SMP. SMP dan SMA mereka terletak di Muara, hampir seluruh anak Salappa' rela tinggal jauh dari rumah demi ilmu. Ya, mereka anak yang percaya pada cita - cita. 

Merajut Salappa' yang ada dalam impian mereka; terdapat tanggul yang menghalau banjir, memiliki SMA di dusun hingga tak perlu meninggalkan rumah, bermain di lapangan bola dan mimpi - mimpi lain yang kami yakini suatu saat akan terwujud, berkat tekad dan keyakinan anak - anak Salappa'.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Sebuah surat ditulis oleh anak - anak Salappa', surat teruntuk sahabat pena mereka yang tinggal di Jakarta, cerita polos tentang dusun yang jauh dari kota, cerita tentang kaki yang melangkah ke sekolah tiap pagi lalu pergi ke ladang, dan juga cerita betapa mereka bergantung hidupnya pada sagu, ya sebuah kalimat "Meski kami hanya makan sagu, kami tetap semangat ke sekolah" 

Tiga hari sudah sangat cukup untuk mencipta kasih dengan Salappa' namun cerita ini tak akan cukup untuk menceritakan kembali bagaimana kasih sayang itu terwujud. Dari tangan - tangan kecil yang menggandeng ketika berjalan ke sekolah, tentang peluk hangat seluruh warga, mereka yang mengiringi kembalinya kami ke kota dengan air mata, bahkan beberapa lelaki Salappa', dengan rahang pipi yang tegas, tubuh yang tegap, tak sanggup melihat sebuah perpisahan, memilih untuk memalingkan muka dan tak bertatap pada wajah tak ingin berpisah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun