Mohon tunggu...
Safitri N
Safitri N Mohon Tunggu... Lainnya - Homo Ludens

Homo Ludens

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sekolah "Kandang Ayam", Sumber Ilmu di Pandeglang

1 September 2017   16:13 Diperbarui: 2 September 2017   06:49 2214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sekolah Kandang Ayam. Dokumentasi pribadi

Sontak yang mendengar terkungkung dalam perasaan miris dan tawa. Bahkan bagi mereka nama Soekarno-Hatta belum terdengung. Usia Indonesia bahkan masih 17 tahun. Itu bukanlah hal yang lucu, bukan pula hal yang bisa dijadikan bahan ledekan (seperti yang selama ini terjadi). 

Jawaban mereka seperti membuka mata bahwa, tak jauh dari kota Jakarta yang maju, masih ada sebuah bangunan Kandang Ayam yang menjadi harapan mereka satu-satunya untuk menuntut ilmu, mengenyam pengetahun, yang katanya menjadi hak anak bangsa. Namun pada kenyataannya, hak yang semestinya mereka dapat dengan mudah, justru mereka raih dengan perjuangan. 

Bukan hanya bicara tentang bangunan Kandang Ayam, bukan hanya tentang seorang guru yang harus mengajar seluruh kelas, namun tentang sebuah janji masa depan yang belum juga didapatkan oleh anak-anak ini. Sebuah Sekolah Kelas Jauh dari SD Sorongan 2, dengan segala keterbatasan anak-anak ini masih datang ke sekolah.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Bertemu dengan mereka adalah pelajaran baru bagi saya, membuat mereka untuk mau bermimpi bukanlah hal yang mudah. Ketika hampir semua anak bercita-cita ingin menjadi ustad dan ustadzah membuka pikiran kita, bahwa hanya kepada Tuhan lah mereka menyandarkan hidup mereka. 

Seorang anak bercita-cita ingin menjadi dokter. Satu kakaknya tak melanjutkan sekolah, satu saudaranya ada di kelas yang sama dengan dia, ayahnya adalah penjual kerupuk. Dan cita-cita yang ia gadang sebelumnya berubah hanya dalam hitungan menit. 

"Aku mau jualan kerupuk saja," sekonyong-konyong seluruh tubuh menjadi lemas, bukan berlebihan, namun, kenyataan tentang segala keterbatasan mereka telah memupuskan harapan dan cita-cita. Meyakinkan dan membuat mereka berani untuk mengejar impian mereka bukanlah hal yang mudah.

Saya tak ingin meninggalkan mereka begitu saja dengan menggantungkan impian yang tinggi namun susah teraih oleh mereka. Jika kalian membaca tulisan ini, datanglah ke sekolah itu, setidaknya bagikan tulisan ini, bantulah mereka untuk mendapatkan hak mereka yang seharusnya. 

Mereka berada di Sekolah Jauh SD Sorongan 2, Desa Curug, Kecamatan Cibaliung, Pandeglang, Banten.

Saya tak mau seterusnya Banten terkungkung dalam keterbatasan,  Saya ingin kisah Multatuli dalam Max Havelaar segera terhenti dan hanya menjadi sejarah, bukan menjadi cerita yang terulang. Saya ingin Banten terbebas dari segala keterbatasan. Tak hanya Banten, seluruhnya.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun