Mohon tunggu...
safitriani
safitriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menyimak, Berbicara, Membaca kemudian Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Pendekatan Objektif Puisi "Ibuku Dahulu" Karya Amir Hamzah

21 Juni 2022   17:11 Diperbarui: 21 Juni 2022   17:17 8352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Terdapat empat pendekatan dalam karya sastra yakni pendekatan objektif, mimetik, pragmatik, dan ekspresif. Salah satu pendekatan tersebut ialah pendekatan objektif. Pendekatan objektif merupakan pendekatan sastra yang menekankan pada segi intrinsik karya sastra yang bersangkutan menurut Yudiono (1984) . 

Pendekatan ini merupakan pendekatan yang memberi perhatian penuh pada karya sastra sebagai struktur yang otonom. Wallek dan Warren (1990) berpendapat pendekatan objektif karya sastra dianggap sebagai sesuatu yang otonom. otonom maksudnya berdiri sendiri, lepas dari dunia politik dan ekonomi, atau di luar dari unsur-unsur intrinsik. 

Sedangkan seperti latar belakang penulis, kondisi psikologis penulis, lingkup sosial budaya penulis. Hal itu bukan unsur-unsur yang dikaji dalam pendekatan objektif. 

Menurut Goldmann studi karya sastra harus dimulai dengan analisis struktur, diantaranya menganalisis struktur kemaknaan yang dapat mewakili pandangan dunia penulis, tidak sebagai individu, tetapi sebagai struktur mental trans individu dari sebuah kelompok sosial atau wakil golongan masyarakatnya. 

Kemudian, Abrams dalam bukunya "The Mirror and The Lamp" yaitu “Telaah karya sastra dengan pendekatan objektif sering dikenal dengan telaah struktural, yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan tema, peristiwa, tokoh, alur, sudut pandang dan diksi yang terdapat dalam karya sastra”.

Pendekatan objektif dapat digunakan dalam menganalisis karya sastra seperti puisi. Puisi merupakan karya sastra yang disajikan dengan memadatkan bahasa, mempersingkat bahasa dan pemberian irama dengan memadukan bunyi serta pemilihan kata yang imajinatif (Waluyo 2003:1). Puisi tersusun atas kalimat kalimat yang memiliki makna tersendiri.

Kalimatnya terlihat sedikit namun tampak indah. Seperti puisi yang berjudul "Ibuku Dahulu" yang ditulis oleh seorang sastrawan Indonesia yang dikenal dengan sebutan "Raja Penyair Pujangga Baru" berasal dari Sumatra Utara. Beliau adalah Amir Hamzah. 

Dari tangannya telah lahir puisi-puisi yang indah dan menarik. Dia berhasil menciptakan puisi-puisi dengan rangkaian kata yang khas Melayu. Salah satu puisi beliau adalah "Ibuku Dahulu". 

Kemudian untuk puisinya yang berjudul "Ibuku Dahulu" ini mungkin hanya beberapa orang yang mengetahuinya. Maka dari itu saya ingin membahas dan mencoba untuk menganalisis secara intrinsik atau objektif puisi tersebut. Berikut ini isi puisi dan hasil analisis.

Ibuku Dahulu

Ibuku dahulu marah padaku

diam ia tiada berkata

aku pun lalu merajuk pilu

tiada peduli apa terjadi.

Matanya terus mengawas daku

walaupun bibirnya tiada bergerak

mukanya masam menahan sedan

hatinya pedih kerana lakuku.

Terus aku berkesal hati

menurutkan setan, mengkacau-balau

jurang celaka terpandang di muka

kusongsong juga – biar cedera.

Bangkit ibu dipegangnya aku

dirangkumnya segera dikucupnya serta

dahiku berapi pancaran neraka

sejuk sentosa turun ke kalbu.

Demikian engkau;

Ibu, bapa, kekasih pula

berpadu satu dalam dirimu

mengawas daku dalam dunia

UNSUR LAHIR

Tipografi

Tipografi puisi "Ibuku Dahulu" ini disusun rata kiri dengan lima bait yang masing-masing bait terdiri atas empat baris.

Diksi

Puisi "Ibuku Dahulu" mudah dipahami karena adanya pemilihan kata yang sederhana.

Citraan

Saat membaca puisi ini kita bisa merasakan apa yang dialami oleh penulisnya.

Terus aku berkesal hati

menurutkan setan, mengkacau-balau

jurang celaka terpandang di muka

kusongsong juga – biar cedera.

Bait ini menerangkan sang penulis yang marah. amarahnya semakin besar dan mengakibatkan kekacauan.

Gaya Bahasa

Puisi ini menggunakan majas, misalnya pada bait ke tiga baris ke tiga

jurang celaka terpandang di muka

Kalimat tersebut merupakan majas

Kata kongkret

Kata kongkret merupakan susunan kata yang indah membuat pembaca mengerti makna dan langsung merasakan puisi tersebut. Sama halnya dalam puisi "Ibuku Dahulu" ketika membaca puisi tersebut. akan ada perasaan yang muncul, seakan-akan kita kembali ke masa kecil. ingatan akan hal-hal yang kita perbuat untuk mendapat perhatian ibupun muncul.

Terus aku berkesal hati

menurutkan setan, mengkacau-balau

jurang celaka terpandang di muka

kusongsong juga – biar cedera.

Bangkit ibu dipegangnya aku

dirangkumnya segera dikucupnya serta

dahiku berapi pancaran neraka

sejuk sentosa turun ke kalbu.

Bait di atas memiliki makna seseorang (aku) yang sangat marah hingga berbuat kekacauan tak memikirkan yang akan terjadi disekitarnya dilanjutkan di bait selanjutnya di mana Ibunya kemudian bangkit atau berdiri mendatanginya (aku) kemudian merangkul dan mengecupnya. Apa yang dilakukan Ibu tersebut membuat perasaan tenang di hati sosok aku tersebut.

UNSUR BATIN

Tema

Tema puisi ini dapat langsung dimengerti oleh pembaca hanya dengan membaca judul saja "Ibuku Dahulu".

Amanat

Pada bait pertama dimana seorang Ibu marah dengan cara diam tak berbicara kepada anaknya. Namun, sang anak pun ikut marah karena tidak digubris. Sang anak marah dengan mengacaukan apa yang ada disekitarnya. Hingga akhirnya sang Ibu bangkit, merangkul dan mencium anaknya. Amanat dari puisi ini ialah kasih sayang seorang Ibu yang tak ada batasnya baik itu dalam duka maupun suka.

Kesimpulan

Dalam menganalisis pendekatan objektif sebuah puisi kita memperhatikan dari segi intrinsiknya terutama dalam hal pemaknaan. Benar adanya bahwa makna sesungguhnya suatu puisi itu ada pada penulisnya sendiri. Namun, dengan menganalisisnya merupakan salah satu cara mengapresiasi puisi tersebut.

Referensi

Yanti, Z. P., & Gusriani, A. (2021). Analisis Novel Guru Aini Karya Andre Hirata dengan Pendekatan Objektif. Basastra, 10(2), 166-179.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun