Mohon tunggu...
Safiroh Rohmah
Safiroh Rohmah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Uin Sunan Ampel surabaya

Be a good one

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konteks Islami Salah Pencet dalam Konten Ahlul Bid'ah

10 Desember 2023   17:10 Diperbarui: 10 Desember 2023   17:38 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pertanyaan tersebut mencakup aspek-aspek seperti apakah khutbah menggunakan bahasa lokal termasuk bid'ah? Jika ya, bid'ah seperti apa yang dimaksud? Jika bid'ah hanya dholalah (sesat), mengapa praktik tersebut masih dilakukan? Sehingga, seseorang yang memberikan khutbah Jum'at dengan menggunakan bahasa lokal, menurut pandangan kritis, tidak dapat langsung dikategorikan sebagai ahli neraka tanpa pertimbangan yang lebih mendalam.

Kelompok yang menentang akan praktik tahlil sering kali menuduhnya sebagai bentuk bid'ah keharaman karena dianggap sebagai warisan tradisi agama pra-Islam di Jawa, terutama yang beragama Budha dan Hindu. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa pelaksanaan kegiatan tahlil seharusnya diharamkan karena dinilai menyerupai praktik ibadah dari tradisi agama lain. Sama seperti yang telah dijelaskan pada konten tersebut yang dimana ada salah satu unsur hubungan dengan tradisi. 

Sebagai contoh dari pemahaman saya sendiri tentang bid'ah ketika mereka mengeluarkan fatwa melarang perayaan maulid Nabi Muhammad Saw., mereka mengklaim bahwa hal tersebut serupa dengan perayaan kelahiran yang ada dalam agama lain, khususnya perayaan Natal dalam agama Kristen. Pandangan ini secara umum menciptakan pemahaman bahwa apabila suatu praktik tidak berasal dari kalangan Muslim secara langsung, maka praktik tersebut dianggap sebagai bid'ah yang sesat, haram, bahkan dianggap sebagai perbuatan kafir jika dilakukan oleh individu Muslim.

Terlepas dari apakah diakui atau tidaknya, asal usul dari tahlil memang dapat ditelusuri kembali hingga menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia yang memiliki keyakinan non-Islam sebelum Islam memasuki Nusantara. Meskipun demikian, pada satu sisi, ajaran Islam, terutama yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW., ditandai dengan sifat menghargai dan toleransi. 

Ekspansi Islam tidak dijalankan dengan cara merusak atau menghapuskan tradisi yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat non-Islam sebelumnya Lebih lanjut, upaya Islamisasi ini, dengan fleksibilitasnya, mampu mengislamkan masyarakat Nusantara tanpa melibatkan kekerasan. Kelenturan dan adaptabilitas menjadi senjata ampuh yang digunakan oleh para penyebar Islam pada masa itu.

Secara historis, keberadaan tahlil menjadi cermin dari keberhasilan proses islamisasi terhadap tradisi-tradisi masyarakat Indonesia pra-Islam. Tradisi masyarakat ketika menghadapi kematian, seperti berkumpul di rumah duka pada malam hari untuk kegiatan yang kurang islami seperti berjudi dan mabuk-mabukan, perlahan-lahan mengalami transformasi. Islam, yang mulai menyentuh masyarakat, membawa perubahan tersebut dengan mengisi acara tersebut dengan nilai-nilai keislaman yang memberikan manfaat bagi yang meninggal, keluarga duka, dan masyarakat secara umum. Dari situlah kemudian muncul perkembangan luas tradisi tahlilan di tengah masyarakat, yang menjadi praktik umum yang diterapkan oleh masyarakat pada zaman sekarang.

Tidak hanya itu saja, pandangan yang cenderung membuat kesamaan antara tradisi Islam dan tradisi non-Islam juga menyatakan bahwa jika suatu praktik tidak dilakukan oleh umat Islam sejak awal, maka praktik tersebut dianggap sebagai bid'ah yang harus dihindari. Pandangan ini juga muncul dalam konteks budaya sarungan, di mana diklaim bahwa budaya tersebut bukanlah bagian dari tradisi Islam. Bahkan, pada masa Nabi Muhammad SAW, tidak ada jejak budaya sarungan seperti yang terjadi di Indonesia. Faktanya, budaya sarungan yang hanya ditemukan di Indonesia diakui berasal dari tradisi agama Hindu yang ada di Indonesia. Sebagai contoh dari pemahaman saya, budaya sarungan yang melekat kuat pada orang Madura disebut-sebut sebagai bukti nyata, dan sebelum kedatangan Islam, mayoritas orang Madura diyakini mengikuti agama Hindu.

Menurut penjelasan dari Buya Yahya bahwa istilah "bid'ah" memiliki makna dalam bahasa Arab yang mengacu pada perbuatan yang dilakukan tanpa mengikuti contoh yang telah ditetapkan, termasuk tindakan menambah atau mengurangi ketetapan yang sudah ada. Dalam konteks bahasa, bid'ah memiliki arti yang terkait dengan inovasi, pembaruan, atau bahkan doktrin sesat.
Buya Yahya kemudian melanjutkan penjelasannya dengan menekankan bahwa apa yang tidak dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW tidak otomatis dianggap di luar batas Syariah Islam. Sebagai contoh, Buya Yahya mengambil ilustrasi tentang adzan yang dikumandangkan dua kali pada ibadah shalat Jumat.

Menurut Buya Yahya, "Meskipun Nabi tidak pernah mencontohkan hal tersebut, namun tindakan tersebut pernah dilakukan oleh sahabat Nabi dengan tujuan tertentu."

Dari penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa hanya karena sesuatu tidak pernah dilakukan oleh Nabi pada zamannya, bukan berarti dapat langsung disimpulkan sebagai aktivitas yang dihukumi bid'ah. Buya Yahya menekankan bahwa tindakan tertentu yang tidak diambil contoh langsung oleh Nabi dapat memiliki konteks dan tujuan khusus, seperti yang dilakukan oleh sahabat Nabi. Oleh karena itu, perlu memahami konteks dan niat di balik suatu tindakan sebelum membuat penilaian apakah suatu aktivitas dapat dikategorikan sebagai bid'ah.

Tidak ada hadits yang secara eksplisit menyebutkan istilah "ahlul bid'ah" dalam koleksi hadits utama seperti Sahih al-Bukhari atau Sahih Muslim. Namun, ada beberapa hadits yang secara umum memberikan peringatan terhadap inovasi atau perubahan dalam agama. Salah satu hadits yang sering dikutip dalam konteks ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu 'anha, yang berkata:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun