Pandangan seorang Ahlul Bid'ah (seseorang yang terlibat dalam pelencengan keagamaan) dalam agama Islam tentang tahlil dapat bervariasi tergantung pada jenis bid'ah yang mereka anut dan bagaimana mereka memahami konsep-konsep agama. Yang telah dijelaskan oleh laki-laki tersebut adalah membahas pandangan yang menurut saya begitu melenceng.
Tahlil, yang secara harfiah berarti mengucapkan La ilaha illallah (Tiada Tuhan selain Allah), adalah amalan zikir dan ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Namun, Ahlul Bid'ah mungkin memiliki pandangan atau praktik tahlil yang kontroversial atau dianggap keluar dari norma Islam tradisional. Namun dalam pandangan seorang Ahlul Bid'ah mereka cenderung memberikan interpretasi atau penekanan yang berbeda terhadap tahlil, yang dapat menyimpang dari pemahaman mayoritas umat Islam.Â
Misalnya, mereka yang lebih menekankan aspek-aspek tertentu dari tahlil, seperti mengaitkannya dengan hal-hal ghaib atau konteks budaya tertentu. Mereka bisa melihat tahlil sebagai alat untuk menyuarakan pandangan atau tujuan-tujuan tertentu yang dianggap relevan dengan kondisi masyarakat pada masa tersebut.
Pandangan Ahlul Bid'ah terhadap tahlil juga dapat mencerminkan keyakinan atau praktik bid'ah yang lebih luas dalam pandangan agama Islam. Sebagai contoh setelah laki-laki tersebut menyampaikan argumennya tentang tahlil, Yang mana menganggap tahlil sebagai sesuatu hukum yang haram, yang ia sendiri memiliki beberapa alasan atau argumen yang menjadi dasar pandangan mereka. Pertama-tama, laki-laki tersebut memiliki interpretasi yang keliru atau tidak sesuai dengan ajaran Islam mengenai tahlil. Karena adanya penambahan elemen-elemen baru, mengubah makna, juga memperlakukan tahlil dengan cara yang bertentangan dengan tuntunan ajaran agama islam Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Salah satu diantara laki-laki yang ada di konten tersebut menambahi sudut pandangnya tentang tahlil juga. Dimana ia beranggapan bahwa kelompok yang menggunakan tahlil sebagai sarana untuk menghubungkan diri mereka dengan makhluk halus atau jin. Dari sini jelas bahwasannya ia salah pemahaman dengan menggabungkan praktik-praktik supranatural atau mistik dengan tahlil, menganggapnya sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan spiritual yang lebih tinggi. Pandangan semacam ini bertentangan dengan ajaran Islam yang menekankan bahwa ibadah dan zikir hanya boleh ditujukan kepada Allah semata, tanpa menghubungkannya dengan makhluk-makhluk gaib.
Selain itu, ada orang lagi yang menambahi bahasan tentang tahlil itu merupakann haram hukumnya sebab ia menganggap tahlil sebagai keyakinan yang lebih mendekati pada ajaran yang benar dan lebih memahami kebutuhan zaman. Yang dari sini mungkin saja ia beranggapan seperti itu karena merasa bahwa tahlil dalam bentuk tradisionalnya tidak lagi relevan atau memadai untuk kebutuhan spiritual dan sosial masyarakat modern. Oleh karena itu, mereka dapat memodifikasi tahlil atau menciptakan versi baru yang sesuai dengan pandangan atau kebijakan mereka, walaupun hal tersebut mungkin bertentangan dengan ajaran agama.
Pandangan bahwa tahlil dalam bentuk tertentu adalah haram juga bisa muncul karena upaya memaksakan interpretasi atau penafsiran yang tidak sah terhadap ayat-ayat Al-Qur'an atau hadis-hadis Rasulullah SAW. Seperti imbuhan yang ditambahkan oleh laki-laki pertama yang membahasa tenbtang haramnya hukum tahlil. Mungkin saja dengan menggunakan dalil-dalil yang diambil dari konteks atau tanpa memperhitungkan konteks aslinya untuk mendukung praktik bid'ah mereka terkait tahlil.
Dalam pandangan kelompok yang menentang tahlilan menurut pemahaman saya sendiri, bid'ah dianggap sebagai sesuatu yang sesat, sesuai dengan sabda Nabi SAW, "kullu bid'atin dholalah wa kullu dholaalatin fiin naar." Mereka berpendapat bahwa tahlilan dianggap sebagai bid'ah karena pada zaman Nabi SAW, tidak ada praktik tahlilan. Definisi bid'ah dalam konteks ini mencakup segala bentuk amal ibadah yang tidak ada pada zaman Nabi SAW.Â
Selain istilah bid'ah, kelompok ini juga mengungkapkan pandangan terhadap berbagai praktik yang dilakukan oleh kelompok ormas Islam yang mendukung tahlilan. Mereka menilai bahwa praktik-praktik tersebut tidak memiliki dasar dalam al-Qur'an dan Hadits, seperti shalat tarawih 20 rakaat, ritual 1--7 kematian, pelaksanaan aqiqah diluar 7, 14, dan 21 hari setelah kelahiran, serta acara mitoni dengan membaca 7 surat al-Qur'an (Yaasiin, Waqi'ah, alMulk, ar-Rahman, Kahfi, Maryam, dan Yusuf). Kelompok yang mempertahankan praktik-praktik ini sering menanggapinya dengan mengklaim bahwa hadits yang digunakan oleh kelompok 'penentang' tahlilan dianggap dhoif (lemah).
Tidak hanya kelompok yang menentang tahlilan, kelompok yang mendukung tahlilan juga melakukan kajian terhadap hadits yang dikutip oleh kelompok pertama. Namun, mereka memperluas makna bid'ah menjadi bid'ah dholalah (sesat) dan bid'ah hasanah (baik). Mereka merujuk pada tindakan Umar bin Khattab yang mengusulkan penyelenggaraan shalat Tarawih secara bersama-sama sebagai contoh bid'ah hasanah (baik). Kelompok ini mengklaim bahwa kata "kullu" (semua) dalam hadits sering dikutip oleh kelompok 'penentang' tahlilan dapat diartikan sebagai "ba'dhun" (sebagian), sehingga terjemahannya menjadi sebagian dari bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan masuk neraka.
Ungkapan bid'ah menjadi topik yang sering muncul dalam pengajian, menimbulkan kesan adanya perpecahan. Namun, bagi individu yang kritis, keberadaan kritik ini dianggap positif karena mendorong umat Islam untuk lebih serius dalam memahami keislaman mereka. Dengan tradisi kritik ini, umat Islam mulai mengajukan pertanyaan kritis terhadap pernyataan yang muncul dari para mubaligh, kiai, ustadz, dan sebagainya.Â