Mohon tunggu...
Safa Widyadhana
Safa Widyadhana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah

Political Science

Selanjutnya

Tutup

Politik

Budaya Korupsi Pejabat menyebabkan Ketimpangan Ekonomi: Contoh Kasus Korupsi Bansos COVID-19

23 Desember 2024   14:45 Diperbarui: 23 Desember 2024   14:43 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketimpangan ekonomi yang diperparah oleh korupsi bansos juga memiliki dampak jangka panjang terhadap distribusiayaan di Indonesia. Akses yang tidak merata terhadap sumber daya publik menciptakan dinamika sosial yang semakin timpang. Kelompok masyarakat miskin yang tidak mendapatkan bantuan semakin terpinggirkan, tidak hanya dari aspek ekonomi tetapi juga sosial. Di sisi lain, kelompok kaya yang memiliki akses terhadap sumber daya terus memperkuat posisi ekonomi mereka melalui hubungan patron-klien yang memanfaatkan sistem yang korup. Ketimpangan ini memperkuat siklus kemiskinan yang sulit diputus tanpa adanya intervensi yang signifikan dari pemerintah.

Lebih jauh lagi, korupsi dalam pengelolaan bansos juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara. Masyarakat mulai memandang pemerintah sebagai entitas yang tidak mampu melindungi hak-hak dasar mereka, terutama dalam situasi krisis seperti pandemi. Hal ini memperburuk polarisasi sosial antara kelompok yang merasa dirugikan dengan kelompok yang mendapatkan keuntungan tidak adil dari sistem yang korup. Polarisasi ini tidak hanya memperdalam jurang ketimpangan tetapi juga menciptakan ketegangan sosial yang menghambat upaya kolektif untuk membangun kembali ekonomi pascapandemi.

Dalam konteks lebih luas, ketimpangan ekonomi akibat korupsi bansos dapat memengaruhi stabilitas politik dan sosial di Indonesia. Masyarakat yang merasa dirugikan cenderung kehilangan kepercayaan terhadap proses politik dan enggan berpartisipasi dalam inisiatif-inisiatif pembangunan. Hal ini menciptakan siklus ketidakpercayaan yang sulit diatasi, di mana masyarakat tidak percaya kepada pemerintah, dan pemerintah kehilangan legitimasi untuk menjalankan kebijakan publik secara efektif. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang sistematis untuk mengatasi dampak korupsi terhadap ketimpangan ekonomi. Reformasi transparansi, penguatan pengawasan, serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan bantuan sosial menjadi langkah penting yang harus segera diambil untuk memutus siklus korupsi dan ketimpangan di Indonesia.

Dampak Sosial dan Persepsi Publik

Selain dampak ekonomi, korupsi bansos juga menimbulkan kerusakan sosial yang tidak kalah signifikan. Berdasarkan laporan media dan analisis wacana, masyarakat semakin kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah. Kasus korupsi bansos yang melibatkan pejabat tinggi seperti Menteri Sosial menimbulkan persepsi bahwa pemerintah tidak mampu menjalankan amanah untuk melindungi masyarakat miskin. Dalam survei yang dilakukan oleh Transparency International, indeks persepsi korupsi Indonesia menunjukkan penurunan selama pandemi, yang mencerminkan meningkatnya kekecewaan masyarakat terhadap pengelolaan dana publik.

Fenomena ini menciptakan polarisasi sosial yang semakin tajam. Kelompok masyarakat yang tidak mendapatkan bantuan merasa diabaikan oleh pemerintah, sementara kelompok yang memiliki akses merasa diuntungkan. Polarisasi ini memperburuk kohesi sosial, menciptakan ketegangan antara kelompok kaya dan miskin yang semakin sulit untuk dijembatani. Selain itu, narasi yang dibangun oleh pejabat untuk membenarkan kekurangan atau keterlambatan dalam distribusi bansos sering kali digunakan sebagai alat untuk menutupi penyimpangan, sehingga semakin memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah.

Implikasi dan Rekomendasi

Kasus korupsi bansos memberikan pelajaran penting tentang urgensi reformasi dalam sistem pengelolaan bantuan sosial di Indonesia. Untuk mencegah terulangnya kasus serupa, pemerintah perlu mengadopsi teknologi modern dalam sistem distribusi bansos. Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah penggunaan teknologi blockchain, yang memungkinkan transparansi penuh dalam pengelolaan dana publik. Dengan teknologi ini, setiap transaksi dapat dilacak secara real-time, sehingga meminimalkan peluang untuk manipulasi data.

Selain itu, penegakan hukum yang tegas dan konsisten terhadap pelaku korupsi harus menjadi prioritas. Hukuman yang berat, seperti yang dijatuhkan kepada Juliari Batubara (12 tahun penjara dan denda Rp500 juta), perlu diperluas kepada semua aktor yang terlibat dalam jaringan korupsi. Langkah ini tidak hanya memberikan efek jera tetapi juga menunjukkan komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi.

Partisipasi masyarakat dalam pengawasan distribusi bansos juga menjadi elemen penting untuk mencegah korupsi. Pemerintah dapat melibatkan organisasi masyarakat sipil dan komunitas lokal untuk memantau proses distribusi secara langsung. Dengan melibatkan masyarakat, pengawasan terhadap dana publik menjadi lebih inklusif dan transparan. Selain itu, edukasi antikorupsi perlu ditingkatkan di berbagai level, mulai dari pendidikan dasar hingga profesional, untuk membangun kesadaran akan pentingnya transparansi dan integritas dalam pengelolaan dana publik.

Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun