Mohon tunggu...
safa talitha
safa talitha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Antropologi Budaya UGM

Memiliki ketertarikan di bidang sosial dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menelusuri Sejarah dan Kekayaan Budaya Desa Jagara: Keindahan alam, Folklore, dan Legenda yang Melekat

23 Agustus 2024   12:08 Diperbarui: 23 Agustus 2024   12:36 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Desa Jagara, menjadi salah satu desa yang menarik untuk dibahas. Desa Jagara yang terletak di Kecamatan Darma, Kabupaten Kuningan memiliki potensi alam yang luar biasa karena memiliki sebuah waduk yang biasa dikenal dengan Waduk Darma. Waduk ini dikelilingi oleh bukit dan lembah serta pemandangan indah dengan udara yang sejuk. Selain memiliki keindahan alam yang sangat indah, desa ini juga memiliki beberapa kebudayaan berupa folklore atau cerita rakyat yang diturunkan dari mulut ke mulut yang wajib diketahui terutama bagi masyarakat Desa Jagara sendiri.

Pada dasarnya terdapat beberapa versi mengenai sejarah dari Desa Jagara. Namun, saat ini terdapat satu orang yang dipercaya oleh masyarakat untuk menceritakan sejarah Desa Jagara yaitu Abah Sambas sebagai sesepuh di Desa Jagara saat ini. Abah Sambas menceritakan beberapa sejarah mengenai Desa Jagara yang saling berkaitan yaitu Pangeran Gencay, rancangan Waduk Darma, Legenda Belut Putih, Geger Beas, Munjul Goong, dan mitos suara terompet.

Menurut kepercayaan masyarakat sekitar, waduk ini dibuat oleh Mbah Satori (Mbah Dalem Cageur). Adapun air yang yang dipakai untuk mengairi Waduk Darma berasal dari mata air Cihanyir yang berada tepat di tengah Waduk Darma dan dari hulu Sungai Cisanggarung. Jauh sebelum dibangunnya Waduk Darma, di daerah Jagara memang telah ada danau sebagai sumber kehidupan pada zaman itu. Menurut Abah Sambas, sejarah dari adanya Waduk Darma dipercaya berkaitan dengan kejadian tenggelamnya Pangeran Gencay. Pada saat itu Pangeran Gencay tenggelam di Waduk Darma dan masyarakat pada saat itu mempunyai pilihan untuk menyelamatkan Pangeran Gencay atau mempertahankan Waduk Darma yang telah terisi banyak air. Akhirnya masyarakat tersebut memilih untuk mencari Pangeran Gencay dengan cara membuang air waduk dan singkat cerita Pangeran Gencay berhasil ditemukan walau sudah dalam keadaan tidak bernyawa.

Beberapa ratus tahun kemudian Belanda menjajah Nusantara dan menduduki berbagai daerah termasuk Kuningan. Sejarah pembangunan Waduk Darma juga berkaitan dengan sejarah kedudukan Belanda di Indonesia yang mana pada masa itu Belanda telah mewariskan beberapa peninggalan berupa infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan waduk. Pada jaman Belanda, seluruh tanah yang akan dijadikan waduk oleh Belanda dibeli secara tunai (tahun 1939) dengan perhitungan, tanah rakyat dibeli seharga 100%, tanah kasikepan (tanah kekayaan desa) %, sedangkan tanah bengkok hanya dibeli seharga % dari harga normal pada saat itu. Waduk Darma menjadi salah satu peninggalan Belanda yang mana pada saat itu Belanda telah membuat rancangan Waduk Darma. Namun, rancangan tersebut belum sempat terlaksana karena pada tahun 1945 Indonesia telah merdeka yang kemudian rancangan Belanda tersebut diselesaikan oleh masyarakat setempat pada tahun 1950.

Legenda yang pernah ada di Desa Jagara yaitu mengenai sumur dimana masyarakat Jagara mempercayai bahwa di tengah Waduk Darma terdapat sebuah sumur yang memiliki kedalaman yang tidak bisa diukur. Sumur tersebut dipercaya sebagai tempat tinggal Belut Putih yang menjadi legenda di Waduk Darma. Menurut penuturan dari Abah Sambas, belut yang konon berukuran sangat besar tersebut dapat menelan kendaraan yang melintas di sekitar Jagara. Seiring berjalannya waktu, banyak orang yang mengunjungi Waduk Darma yang kemudian membuat banyak orang penasaran dan mencari mengenai keberadaan Belut Putih tersebut. Namun, tidak satu pun pengunjung yang berhasil untuk melihat keberadaan Belut Putih. Hingga pada akhirnya kisah mengenai Belut Putih tersebut hanyalah menjadi legenda saja.

Bukit yang terletak di dekat Waduk Darma juga memiliki kaitan dengan pembuatan waduk atau bendungan yang dibuat oleh Mbah Dalem Cageur. Berdasarkan cerita rakyat, dalam membuat waduk tersebut, Mbah Cageur tidak sedikit mengerahkan tenaga dari para kurawanya sehingga memerlukan jamuan atau hidangann yang cukup banyak untuk menjamu para pekerjanya. Konon menurut cerita, untuk menanak nasi Mbah Dalem Cageur memilih salah satu bukit yang berada di sebelah Desa Darma (Desa Kawah Manuk) sehingga hingga saat ini lokasi tempat menanak nasi tersebut diberi nama "Bukit Pangliwetan". Pangliwetan berarti tempat untuk memasak nasi dan hubungannya dengan Geger Beas adalah Geger Beas merupakan tempat untuk menyimpan beras sebelum dimasak di Pangliwetan.

Geger Beas, salah satu bukit yang ada di Jagara juga memiliki sejarah yang berkaitan dengan Munjul Goong yaitu pulau yang berada di tengah Waduk Darma. Di atas bukit Geger Beas terdapat batu berukuran cukup besar berbentuk balok panjang. Dahulu kala, Geger Beas sempat menjadi salah satu tempat ziarah dimana orang-orang datang untuk mencari pesugihan. Namun, seiring berjalannya waktu tempat tersebut tidak banyak dikunjungi lagi. Geger Beas memiliki hubungan dengan keberadaan Pulau Munjul Goong. Di Munjul Goong sendiri ditinggali oleh seseorang bernama Haji Abdulaeh. Singkat cerita, Haji Abdulaeh meninggal dunia. Beliau dimakamkan di Pulau Munjul Goong, makam Beliau kemudian ditanami Pohon Asam sebagai penanda makam tersebut. Setelah bertahun-tahun, pohon tersebut tumbuh besar hingga akhirnya karena air waduk yang terus bertambah, menyebabkan pohon asam tersebut akhirnya mati. 

Cerita lain yang ada di Desa Jagara adalah mengenai mitos suara terompet. Pada masa memanasnya konflik PKI terdapat cerita bahwa terdengar suara terompet dari Bukit Pangliwetan. Suara yang terdengar mirip suara terompet dari daun kelapa tersebut sering terdengar pada rentang waktu siang hingga sore hari. Masyarakat memiliki dua asumsi mengenai suara tersebut. Asumsi yang pertama yaitu suara tersebut adalah jeritan orang kesurupan dan yang kedua yaitu suara dari makhluk halus. Namun, suara tersebut hanyalah misteri yang hingga saat ini tidak diketahui kebenarannya.

Terdapat pula kisah mengenai Munjul Bangke, yang mana diceritakan pada jaman dahulu terdapat orang yang tergeletak, ternyata seseorang yang tergeletak (mati) tersebut merupakan orang Cina. Lalu orang-orang menyebarkan informasi bahwa terdapat orang yang mati (disebutkan terdapat bangkai atau bangke). Dengan itu penamaan Munjul Bangke diambil dari kisah tersebut. Tetapi kisah itu masih dipertanyakan kebenarannya.

Desa Jagara memiliki beberapa situs bersejarah yaitu beberapa makam. Makam-makam tersebut antara lain yaitu makam Mbah gencay yang terletak di Depok, makam Mbah Sapu Jagad yang terletak di dekat Puskesmas, makam Mbah Jaga Raksa yang terletak di TPU, dan Makam Panjang yang terletak di Perbatasan Jagara dan Kertawirama, namun makam ini kemudian diklaim oleh Kertawirama. Makam-makam ini sering dikunjungi beberapa orang yang memiliki kepentingan. Beberapa banyak yang berasal dari Kuningan datang untuk melakukan Ziarah Kubur. Biasanya Ziarah Kubur tersebut terdapat beberapa urutan yang dimulai dari Makam Mbah Jaga Raksa, Balong Darma, lalu ke Mbah Sapu Jagat.

Adapun hari jadi Desa Jagara sendiri sebenarnya tidak diketahui kepastiannya. Hari jadi desa yang ditetapkan saat ini hanya diambil dan ditetapkan secara kesepakatan bersama dengan hitungan manual melalui masa jabatan 15 kepala desa. Untuk asal-usul nama Jagara sendiri diambil dari kata Jaga Raksa. Dengan itu diharapkan bahwa Jagara dapat menjadi "raksa" diantara 8 kelurahan yang lain. Abah Sambas juga menceritakan bahwa dari 8 kelurahan penyangga Waduk Darma, yang paling subur adalah Jagara, yang paling banyak padinya. Bahkan orang dari luar Jagara rela menukar barang lain dengan padi dan beras yang berasal dari Jagara. Dulu tanah sawah di Jagara luas tetapi tidak pernah cukup untuk menghidupi banyak warganya karena banyak yang menukar hasil bumi tersebut kepada masyarakat luar Jagara. Abah Sambas juga menyebutkan bahwa Desa Jagara semakin kesini semakin maju dalam segi biaya hidup dan perekonomian hal ini dapat dilihat dari munculnya kolam apung yang mana walaupun pernah terjadi musibah tetapi tetap bisa menghidupi masyarakat Jagara dan delapan desa lainnya. Selain itu, dari di bidang pertanian dikisahkan bahwa Geger Beas dahulu hanya bukit dengan bebatuan saja, tetapi kini bukit tersebut dapat ditanami berbagai macam tanaman seperti kopi, cengkeh, lada, durian, petai, dan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun