Santer berkambang isu bahwa Jokowi akan melakukan pilihan yang dianggap paling moderat dan bisa diterima semua pihak. Ialah tetap melantik BG sebagai kapolri walau hanya sehari menjabat karena BG harus dinonaktifkan kembali selama proses hukum berlangsung di KPK.
Pihak pemerintah sepertinya sedang melakukan pendekatan ke KPK namun hingga kini belum berhasil. Para pimpinan KPK kapok, kini menutup rapat pintu pertemuan dan negosiasi dengan siapa pun, termasuk dengan Jokowi kecuali tugas negara.
Para pimpinan KPK tidak mau melakukan pertemuan semacam itu, takut jadi bumerang suatu saat seperti disinyalir pertemuan AS dengan petinggi PDIP pada Pilpres lalu.
Kubu pengacara BG ketika bertemu penulis di Pasific Palace pekan lalu bilang; bahwa BG tetap harus dilantik walaupun hanya sehari. Namun sayang, penulis tidak mendapat penjelasan rinci alasannya.
Bagi penulis sambil menikmati teh poci dan masakan khas timur sagu rangi, berpikir positif bagi pernyataan itu. Sepertinya logis juga kalau kemudian Jokowi memutuskan tetap melantik BG sebagai kapolri walau hanya sehari dengan alasan menghormati proses yang telah berlangsung di lembaga tinggi negara.
DPR kan lembaga tinggi negara yang telah menyetujui BG sebagai calon kapolri. Putusan itu telah sempurna karena disetujui dalam rapat paripurna lembaga tinggi negara. Rapat paripurna itu tentu terdiri dari anggota dewan yang terhormat, atau wakil rakyat yang terhormat yang proses pemilihannya menghabiskan sedikitnya Rp 17 triliun lebih.
Kendati begitu, Jokowi juga harus menghormati proses hukum di KPK bahwa status BG sebagai tersangka mengharuskannya untuk menonaktifkan BG kemudian sebagai Kapolri hingga proses hukumnya selesai.
Apabila dalam sidang Tipikor kemudian BG dinyatakan bersalah, maka BG diberhentikan atau mengundurkan diri sebagai kapolri, tetapi apabila Tipikor menyatakan BG tidak bersalah, maka BG diaktifkan kembali menjadi kapolri.
Cara ini memang agak repot bagi Istana Presiden banyak surat yang harus dibuat dan berkesan main-main atau bercanda. Bayangkan ketika melantik BG sebagai kapolri, maka ada surat mencabut Wakapolri sebagai Plt yang beberapa waktu lalu diumumkan Jokowi. Lalu SK pengangkatan BG jadi kapolri. Keesokan harinya, Jokowi menonaktifkan BG lagi sebagai kapolri dan SK menunjuk Wakapolri lagi sebagai Plt Kapolri.
Kabar beredar, ketika BG jadi Kapolri sehari, maka BG akan melakukan bongkar-pasang posisi strategis pejabat di jajaran Polri. Dan ini sedikit tidak mengenakan kalau kemudian pejabat yang dilantik BG ternyata kemudian bertentangan dengan Plt Kapolri sehingga kemudian akan terjadi bongkar-pasang lagi pejabat Polri ketika BG tidak dalam status aktif sebagai Kapolri.
Hal lain yang juga tidak kalah hebatnya adalah Jokowi akan dicibirkan masyarakat bahwa Jokowi tidak pro antikorupsi. Sebab melantik BG yang berstatus sebagai tersangka di KPK dipandang sebagai cerita mundur dalam perjalanan bangsa ketika acuannya adalah kepemimpinan SBY selama sepuluh tahun.
Pada era kepemimpinan SBY, jangankan baru calon, pejabat atau menteri yang ditetapkan jadi tersangka oleh KPK wajib mengundurkan diri dengan alasan agar fokus menjalani proses hukumnya, atau dalam bahasa lain tidak mengganggu tugas pemerintahan.
Kalau bandingannya era kepemimpinan SBY, sepertinya Jokowi enggan melantik BG. Akan tetapi nasi telah menjadi bubur bagi Jokowi. Ternyata alasan Jokowi untuk tidak melantik BG tidak sesederhana yang dibayangkan publik. Tidak sederhana. BG begitu berjasa bagi Mega.
Ketika penulis berkunjung ke rumah Mega di Kebagusan, sehari setelah jadi Presiden Indonesia ke-5, penulis melihat BG dan timnya begitu sibuk menyiapkan berbagi administrasi dan persiapan kepresidenan di ruang tengah Mega waktu itu.
Walau penulis tak kenal dengan BG, tetapi selama menunggu antrian salaman sama Mega, penulis melihat betapa sibuknya BG dengan timnya ketika itu. Bisa dibayangkan kesibukan BG kemudian dalam perjalanan waktu belasan tahun. Dan bisa dibayangkan BG kemudian mendapat kepercayaan yang luar biasa bagi Mega, PDIP, dan Jokowi ketika Pilpres lalu. Bahkan tidak sedikit konsep-konsep dan strategi penting Pilpres Jokowi disusun oleh BG. Dan wajar pula kemudian jika BG memiliki data apa saja selama proses berlangsung, termasuk data rahasia tentunya.
Hubungan kekerabatan dan kepercayaan penuh Mega, PDIP, dan Jokowi dengan BG ini tidak mudah dilupakan begitu saja. Tak heran kemudian Jokowi memilih BG di antara lima calon kapolri yang diajukan Kompolnas sebagai calon tunggal untuk diajukan ke DPR. Dan tidak mungkin Mega, PDIP, dan Jokowi bisa mencabut surat pengajuan BG sebagai calon kapolri yang telah diajukan ke DPR walau saat itu masih ada waktu sedikitnya 24 jam sebelum Komisi III membahas dan menyetujui BG sebagai calon kapolri.
Hubungan dan kepercayaan yang menahun itu beserta rahasia kerja tim besar bersama BG tidak bisa dilupakan begitu saja terlalu miris bila unsur manusiawi Mega, PDIP, dan Jokowi dipertaruhkan di situ. Inilah mengapa Jokowi perlu menyebutkan garis bawahi bahwa "ini penundaan pelantikan BG sebagai kapolri, bukan membatalkan" dalam pidatonya.
Melihat hubungan kerja yang luar biasa ini, Jokowi lebih berat untuk melantik BG sebagai kapolri walaupun BG hanya menjabat sehari. Sedangkan pendekatan Jokowi dengan beberapa tokoh, Tim 9, lembaga tinggi negara, termasuk jajaran petinggi TNI adalah untuk membaca opini publik yang sebenarnya serta mencari masukan bagi situasi ekstrem sekalipun, sehingga ada pernyataan Panglima TNI, bahwa TNI siap operasi pengamanan bila diminta Jokowi.
Berdasarkan dua alasan besar di atas yakni demi menghormati proses yang telah berlangsung di DPR dan menjaga kestabilan serta keharmonisan tim internal Mega, PDIP, dan Jokowi sendiri, maka pilihan Jokowi penulis pikir akan tetap melantik BG sebagai kapolri walau hanya menjabat sehari, adalah pilihan terakhir yang dianggap paling moderat dan bisa diterima semua pihak.
Menurut penulis, ini adalah pilihan pahit bagi Jokowi. Walau tetap dijalankan, yang paling penting adalah bagaimana memberikan penjelasan ke publik agar terdapat pemahaman yang sama apabila pilihan pil pahit harus tetap ditelan. Bila pemahaman publik salah -- apalagi tim kerja Jokowi yang ada selama ini memiliki komunikasi yang amat buruk dengqn publik -- akan menjadi bumerang serius bagi Jokowi dan memang TNI harus turun tangan untuk mengamankan negara.
Salam perjuangan wahai anak bangsa Indonesia. (*****).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H