Teman-teman. Lha, ini ketemu lagi, ya. Tak disangka ketemuan kita ada di Sokaraja. Di Sokaraja yang terkenal  apa yuuuh? Benar itu,  kuliner. Kuliner? Kuliner apa itu? Soto Sokaraja dan gethuk goreng Sokaraja. Heeeemmmm ... pokoknya  nylekamiiin pisan pendhekan. Habis menyantap  soto lalu beli  gethuk goreng Sokaraja buat oleh-oleh.
Teman-teman, kita sedang tidak cerita tentang kuliner, lho. Tapi cerita tentang legenda Sokaraja dan mite Kali Pelus dan pusaka keris Kyai Setan Kober.. Ayoooo disimak, ya? Nah, ini lagi ada pertemuan di pendhopo kadhemangan antara Dhemang Jebugkusuma dengan Kyai Kendhalgrowong,
"Kyai Kendhalgrowong, ada apa ini Kyai menghadap ke kadhemangan?" Â Dhemang Jebugkusuma bertanya kepada tamunya.
"Nuwun sewu, Ndara Dhemang. Mohon maaf, saya mau menyerahkan titipannya  Ndara Dhemang"
"Titipan apa itu, Â Kyai Kendhalgrowong ?"
" Ndara Dhemang pernah  dhawuh  kepada saya untuk merawat keris  pusaka Kyai Setan Kober" Kyai Kendhalgrowong akan mengembalikan  keris pusaka Kyai Setan Kober yang dirawatnya,  "Nggih, berkat doa dan restu Ndara Dhemang, keris pusaka Kyai Setan Kober saya rawat dengan sebaik-baiknya. .  Kyai Setan Kober masih  kinclong dan  ampuh "
" Matur nuwun .. matur nuwun, terima kasih  Kyai" Dhemang Jebugkusuma mengucapkan rasa terima kasihnya kepada orang yang telah diberi kepercayaanya untuk merawat keris pusaka kadhemangan.
      Teman-teman, begitulah ceritanya pertemuan di Kadhemangan Sokaraja. Kyai Kendhalgrowong yang dipercaya Dhemang Jebugkusuma untuk merawat  Kyai Setan Kober, keris pusuka kadhemangan Sokaraja. Kemudian  Kyai Kendhalgrowong diberi pesan Dhemang Jebugkusuma untuk bisa menyimpan rahasia keberadaan keris pusaka Kyai Setan Kober itu.
" Nggih ... nggih ... saya mengerti Ndara Dhemang. Sendika dhawuh ,  saya akan menjaga rahasia kadhemangan ini"  Kyai Kendhalgrowong  berjanji lalu mohon diri.
      Kocap kacarita, Teman-teman. Pada suatu hari, Kadhemangan Sokaraja kedatangan seorang tamu agung dari Kadhipaten Purbalingga, Adhipati Kertabangsa. Adhipati  Kertabangsa mempunyai keperluan akan meminjam  keris pusaka Kyai Setan Kober yang akan dijadikan sarana untuk perlengkapan putranya Raden Kaligenteng yang akan dilantik menjadi adhipati menggantikan dirinya. Tapi entah apa sebabnya komunikasi antara Adhipati Kertabangsa dengan Dhemang Jebugkusuma yang masih bersaudara menjadi ruwet.
      Teman-teman,  Dhemang Sokaraja Jebugkusuma tidak mengerti apa yang menjadi keinginan Adhipati Kertabangsa. Demikian pula Adhipati Kertabangsa tidak mau berterus terang menyampaikan keinginannya mau meminjam keris pusaka Kyai Setan Kober. Silaturahmi antarsudara itu pun ribet, tidak ada keputusannya.
      Nah, teman-teman, bagaimana cerita selanjutnya, ya? Ya, mari kita simak. Di  Kadhipaten Purbalingga, Adhipati Kertabangsa memanggil putranya  Raden Kaligenteng agar bisa menyediakan  keris pusaka Kyai Setan Kober. Entah bagaimana caranya agar mendapatkan keris pusaka itu. Adhipati Kertabangsa ber-
kata,  "Keris pusaka Kyai Setan Kober itu memang salah satu pusaka untuk persyaratan pelantikanmu untuk menggantikan Bapa"  Adhipati Kertabangsa lalu terdiam, berpikir bagaimana caranya untuk mendapatkan keris pusaka  Kyai Setan Kober itu.
"Hmmmm ... mau pinjam kok rasanya tidak enak. Bagimanakah caranya ya, untuk bisa membawa Kyai Setan Kober ke Purbalingga, " Oh ... ya ... ya ."  Kaligenteng lalu bertanya,  " Oh ... bagaimana  Rama ?
" Seperti ini, anakku. Rama mendapatkan  info, katanya  Kyai Setan Kober  itu dirawat oleh Kyai  Kendhalgrowong. Kyai Kendhalgrowong itu memang kyai  yang dipercaya  keluarga untuk merawat semua  tosan aji  Kadhemangan Sokaraja. Coba kamu ke sana ke tempat padhepokannya  Kyai Kendhalgrowong, menanyakan tentang keberadaan  Kyai Setan Kober"
" Nggih .. nggih Rama"
" Usahakan bisa mendapatkan  Kyai Setan Kober. Penting itu untuk pegangan piyandel perangkat persyaratan pelantikan agar kamu berwibawa dan mampu memimpin  Kadhipaten Purbalingga. Ayo, cepat berangkat !"
" Sedika dhawuh, Rama. Dalem bedhe budhal niki."Â
      Nah, Teman-teman. Ceritanya nih,  Raden Kaligenteng sudah sampai di  Padhepokan Kendhalgrowong di  Sokaraja. Dasarnya Kaligenteng itu anak  yang manja,  anak pejabat, anak adhipati, ya, petantang-petengteng gemagus pisan. Tidak memakai uluk salam apa kulanuwun nganggo cara sing beretika, malah mencak-mencak memaksa mau meminta  Kyai Setan Kober. Ooooo ... memang  anak pejabat yang  deonggrong orang tuanya !
      "Kendhalgrowong ..  Kendhalgrowong ! Serahkan itu  keris pusaka Kyai
Setan Kober !" seperti itu Kaligenteng berteriak-teriak memaksa. Tidak begitu lama seorang cantrik menemuinya.
" Lha .. lha ... panjenengan ini si siapa ? Kok, tidak punya sopan santun berteriak-teriak di depan  padhepokan sini ?"
" Nyong kiye Raden Kaligenteng putra Adhipati Purbalingga Kertabangsa!"
"Oooo .. pantas .. pantas ..anak pejabat yang demanja, jadi begini kelakuannya?"
"Kendhalgrowong ... serahkan keris Kyai Setan Kober pada keturanannya  leluhur Kadhemangan Sokaraja. Saya ini,  keponakannya Dhemang Sokaraja  Jebugkusu-
ma.  Jadi masih punya hak memiliki  keris  Kyai Setan Kober"
      Teman-teman, seperti itu Raden  Kaligenteng pecaca-pecucu, petantang-petenteng tidak punya sopan santun, gemagusan di pelataran  padhepokan. Tak berapa lama kemudian  Kyai Kendhalgrowong ikut menemui  Kaligenteng,
" Sareh . sareh Ki Sanak. Keris pusaka Kyai Setan Kober memang saya yang merawat. Tapi ya itu setelah jamasan  Muludan,  semua  tosan aji  sudah saya serahkan ke  Dhemang Jebugkusuma termasuk keris Kyai Setan Kober"
"Nyong tidak  percaya. Rika mau membohongi, ya. Rika goroh, ya. Ooo.. katanya orang  tuwa, kyai, tapi suka membohongi, ya. Awas sida tek kemplang modar rika.  Ayo, serahna kerise kuwe !"
      Teman-teman, Kaligenteng tidak bisa ditolak keinginannya. Dibujuk pelan-pelan tidak mau, malah ngamuk. Di Padhepokan Kendhalgrowong akhirnya terjadi  gegeran diobrak-abrik oleh  Kaligenteng. Para cantrik lalu melapor ke  Dhemang Jebugksuma.  Dhemang Jebugkusuma setelah dilapori cepat-cepat ke  padhepokan mau membujuk keponakannya. Tapi,  dasar Kaligengenteng bocah  bandel, kurang ajar dengan orang  tua, pamannya sendiri malah ditantang berkelahi. Nah, terjadilah  perang tandhing ramai sekali antara  keponakan dengan  paman.
      Teman-teman, eeeee .... tahunya  Raden Kaligenteng itu bukan tandingannya Dhemang Jebugkusuma. Kaligenteng keteter, lalu lari nyebur kali. Dhemang  Jebugkusuma pun mengikuti nyebur kali mengejar  Kaligenteng. Tapi, tidak ketemu malah Dhemang Jebugkusuma menemukan ikan  pelus. Makanya kali itu diberi nama  Kali Pelus
      Dhemang Jebugkusuma terus berupaya mencari Raden Kaligenteng.  Dhemang Jebugkusuma gregetan kepengin ngajar keponakennya agar punya sopan santun. Dhemang Jebugkusuma lalu bersemadi mencari  wangsit agar bisa menangkap  Kaligenteng.
Nah, ketika Dhemang Jebugkusuma semadi ia didatangi oleh seorang pe-
muda yang menyebabkan semadinya menjadi terusik, Â Â Â Â Â Â
 " Ki Sanak, kamu ini si siapa kok jadi mengangguku yang lagi bersemadi?" namun setelah diamat-amati, tidak tahunya adalah anaknya sendiri yang bernama  Radeng Kuncung.
" Ooo.. Kuncung, ngger putraku. Minta maaf ya, agak pangling"
"Rama, nuwun sewu. Ada apakah kok  Kang Rama bertindak aneh bersemadi saja di tengah kali? "
      Dhemang Jebugkusuma lalu bercerita tentang Kaligenteng ngamuk di pedhepokan Kendhalgrowong,  "Dulur misanmu itu tadi ngamuk, ngrusak padepokannya Kyai Kendhalgrowong memaksa meminta  keris pusaka Kyai Setan  Kober"
" Ooo.. mekaten kedadosanipun. Lajeng .. kados .. pundi ?"Â
"Yaah , terpaksa Kang Rama akan menangkap Kaligenteng. Tapi dasar bocah kurang ajar,  malah nglawan, ngamuk lalu  njebur kali, ngilang."
" Ooo ... nggih. Rama, kiranya cukup, Rama. Saya saja yang akan menangkap Raden Kaligenteng. Nanti akan saya ingatkan agar kelakuannya yang tidak benar itu." seperti itu, Teman-teman.  Selanjutnya  Raden Kuncung mencari Raden Kaligenteng. Raden Kuncung ketika mencari Raden Keligenteng menyamar jadi dhalang jemblung. Lalu ngamen dari desa ke desa.     Â
      Pada suatu hari, grup jemblungnya Raden Kuncung detanggap pada  peresmian pasar yang baru. Ramai sekali acaranya.  Eeee ... lagi ramai-ramenya ternyata Raden Kaligenteng juga ikut nonton lalu berteriak-teriak seperti orang mabuk, ngamuk memaksa Raden Kuncung untuk turun panggung. Memang Raden Kaligenteng bocah brandhalan, ngamuk nantang gelut dhalang jemblungnya ya itu Raden Kuncung.
    " Heiiii  ... dhalang gemblung ... dhalang sableng ... jangan diteruskan itu mendhalangnya! Apik-apik ora ya main di sini. Siapa si yang  nanggap dhalang gemblung sing jan ala boa kaya kiye. Mandhek ... berhenti  ... bubar .. bubar ! "Raden Kuncung  tahu kalau yang lagi mabuk dan ngamuk itu  Raden Kaligenteng, lalu dingatkan,  "Kangmas Raden Kaligenteng. Nuwun sewu, nyebut ... nyebut. Eling ... eling,  Kangmas itu putranya pejabat, Adhipati  Kertabangsa dari  Purbalingga. Kelihatan tidak  elok  kalau berbicara dan ngamuk seperti itu"  Raden Kaligenteng tidak mau diingatkan, masih saja berteriak kasar memaki-maki.
" Ooo .. ini ya,  dhalang  jemblungnya  ?! Ooo .. pantes dhasar bocah  ndesa culun
bubar ... bubar .. !"
      Debujuk-bujuk dengan sabar dan halus,  Raden Kaligenteng tetap saja memaki-maki dan mengamuk. Akhirnya kedua pemuda itu pun berkelahi.
 " Apa ko wani karo nyong ? Inilah Raden Kaligenteng putra Adhipati Kertabangsa dari  Purbalingga. Ayo, maju akan kukepruk kepalamu  pecah, modar, kowe !"
      Teman-teman perang tanding antarsaudra pun terjadi. Raden Kuncung ternyata lebih unggul lalu Kaligenteng berkelahi ngawur dengan melempari batu-batu yang ada di lokasi bangunan pasar. Melempar batu sampai pasar yang menjadi tempat pentas jemblung penuh dengan batu. Akhirnya tempat itu diberi nama Watukumpul.
      Tan kocapa, Teman-teman, untuk mengatasi kalapnya Raden Kaligenteng yang  melempari  batu, Raden Kuncung menggunakan  pusaka  alami yang herbal, ya  itu,  sate sindik brambang bawang karo lombok abang. Jan ampuh pisan kuwe sindik  bawang brambang, lombok abang. Kaligenteng mak  pencinat ... kedindapan .. wedi  plecing mlayu .. beralih rupa menjadi ular.
      Teman-teman, akhirnya perang tandhing selesai. Dikarenakan pusaka herbal yang alami sindik brambang bawang lombok abang, Kaligenteng jadi pecundhang colong playu ninggal glanggang malik dadi ula, nyeblung kali. Oleh karena itu, Teman-teman. Orang-orang tua kita jaman dahulu, kerap membuat  sunduk bawang brambang lombok abang njur diselapna neng pager lawang perlune nggo nolak bala.  Sunduk bawang, brambang, lombok abang jadi  pusaka yang bisa menolak mara bahaya.
      Alalala la ... Teman-teman ! Oooooo .... kiranya  cukup sekian dongeng Kyai Setan Kober ini.  Pesannya adalah, jadi orang itu,  aja adigung adiguna alias arogan. Apa lagi orang yang punya pangkat dan kuasa. Nanti kenang welek. Kalau menginginkan  kamukten, kawibawan, jangan percaya memakai jimat atau  piyandel.  Teman-teman, sudah, ya! Maturmbahnuwun, semoga bisa berjumpa lagi  di dongeng yang lain! Kelilaaaaannnn .....
*Â cerita rakyat ini diambil dari buku kumpulan cerita rakyat Banyumas oleh Saeran Samsidi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H