Mohon tunggu...
Saeran Samsidi
Saeran Samsidi Mohon Tunggu... Guru - Selamat Datang di Profil Saya

Minat dengan karya tulis seperi Puisi, Cerpen, dan karya fiksi lain

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Caroline Kesengsem Ebeg

22 Januari 2021   16:57 Diperbarui: 22 Januari 2021   17:04 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Diambil dari buku kumpulan wacan remaja "Caroline Kesengsem Ebeg" karya Saeran Samsidi

Caroline Kesengsem  Ebeg 

                     Pak Guru  melihat jam tangannya sambil melihat ke depan agak ke atas ke dinding tembok kelas melihat jam dinding terpasang di sana. Waktu pada jam tangan Pak Guru dengan  jam dinding kelas sama, pukul 14.45. Sebentar lagi bel sekolah akan berbunyi menandakan pelajaran usai dan para siswa akan  pulang ke rumah. Jam terakhir pelajaran seni budaya. Pak Guru lalu menyimpulkan materi pelajaran yang baru disampaikannya.

"Anak-anak sebelum saya akhiri pertemuan kita ini, ingin saya perkenalkan siswa baru namanya Caroline" Caroline kemudian bangkit dari kursi yang didudukinya, berdiri, tengok kanan-kiri belakang lalu mengangguk. Para siswa kelas XI jadi berisik, bergumam malah ada yang bersuit.

"Nah, jadi khasanah seni budaya tanah air kita, Nusantara, sangatlah kaya, beragam. Itu, harus kita lestarikan dan dikembangkan. Salah satunya adalah ebeg! Kebanggaan anak Banyumas. Betul anak-anak?

"Betuuuuulll ....!" serempak para siswa menjawab. Ada yang mengacungkan jempol, memeragakan dua jari membebtuk huruf V dan banyak yang bertepuk tangan.

"Jadi jangan silau pada seni budaya mancanegara. Malah gandrung. Mendem karo rock ngak ngik ngok , Saranghae Hota Hai, K Pop utawa budaya Arab. Pahaaaaaam ...!"

"Pahaaamm ...!"

Pak Guru lalu menunjuk ke siswa yang duduk di sisi siswa baru pindahan dari Jakarta itu,  "Anak-anak, contoh itu Cueng .. eh .. Sugeng Riyadi, ia adalah anggota grup ebeg Turangga Seto di desanya. Sebentar lagi ia akan pentas di GOR. Itulah Cueng ...!

"Cueeeenng ... !" Para siswa berteriak sambil cengengesan.

"Jadi, kita ini sebagai generasi muda penerus bangsa harus cinta ... tresna .... atau ..."

"Cintroooong ... !"

"Apaaaa ...?"

"Cintrooong .. ebeeeeg...!"

                    Bel listrik berbunyi, theeeet ... theeet ... thettt ... tanda sekolah selesai. Para siswa memberesi perkakas belajar. Memasukkan buku dan alat tulis ke dalam tas lalu dipimpin  Pak Guru berdoa. Pelajaran telah usai mereka akan pulang ke rumah masing-masing. Keadaan kompleks sekolah ramai, para siswa keluar kelas ada yang menuju garasi motor, ke gerbang sekolah juga ada yang menunggu jemputan. Ada juga yang nebggunakan hp untuk memesan ojol.

                    Caroline, Adinegoro, Kumar, Albert dan  Sun Yong beriring-iringan berjalan di pelataran sekolah mereka mau pulang ke rumah. Adinegoro membungkuk memberi hormat,   Caroline membalasnya membungkuk, anak-anak yang lainnya mencibir.  Adinegoro segera berjalan bergegas mempercepat langkah sambil menoleh, "Dik Lina, tenan lho, mengko ojo lali. Mas Adi tak ndisiki .. yo!"

Istirahat pertama, selasar depan kelas banyak siswa berseliweran. Ada yang  bergegas menuju kantin mau  nahu kecrot, barangkali lapar tadi pagi tidak sarapan.  Ada yang lari sambil memegangi  reslesting celana segera ke toilet kebelet kencing. Ada juga yang mondar-mandir berjalan di depan kelas sambil membaca buku, karena mau ulangan dan semalam belum belajar.

Caroline gadis   rambon bule, rambut warna coklat agak merah, hidung  mbangir, ceking tapi weweg, kulit resik putih. Anak  pindahan dari London ibukota Inggris, baru mau satu semester sudah jadi kembang lambe anak-anak satu sekolah.  Apa lagi teman sekelas, laaahh rese banget. Katanya  kaya bintang film Hollywood. Ada yang  ngomong kaya Chaterine Wilson, tapi lebih pas kaya Cinta Laura. Pokoknya para playboy piyik, mereka  rebutan kepengin mendekat, salah satunya  Albert,  "Hai ... Caroline ... tunggu. Wait .. a minute. Briefly. Wouu .. I really admire you. Your high artistic taste. We both definitely match. Bener Caroline .. sumpah ...! Lu percaya gue dong ...!

                 Pada suatu hari ketika istirahat, di salah satu meja kantin sekolah   Caroline sedang nyandhing gelas isi dawet ireng lagi menunggu pesanan panganan kesukaannya, mendhoan dan  tahu kecrot lalu didatangi Sun Yong juara baminton  tingkat kabupaten yang sedang  degadhang-gadhang guru olahraga bisa menang di tingkat provinsi. Sun Yong selain  atlet badminton juga kerajingan drakor dan mabuk Korea Pop. Narik kursi depan  mejanya Caroline yang lagi sindirian lalu diduduki,  

"Hallo Caroline, masih suka aku kan? HanGeng? SJ? SuJu? Super Junior?" tangannya lalu merogoh saku celana mengeluarkan permen karet. Ambil satu lalu dicaplok, "Walau aku sudah keluar dari Su Ju tapi kenanganku dengan mereka tak bisa kuhapus. Lu suka SuJu kan? "

            Kepindahan  Caroline ke  sekolah favorite dan  unggulan itu menambah warna-warna para siswa yang sekolah di sana. Sekolah itu jadi bisa dikatakan  sekolah internasional. Padahal sekolah yang letaknya di ibukota kabupaten, bukan ibukota provinsi apa lagi  ibukota negara. Semua  agama ada gurunya,  ada anak Tionghoa yang beragama  Konghucu, ada anak  keturunan India menganut agama Hindu. Yang paling banyak ya muslim, lalu Kristen dan Katolik.Sekolah menyediakna semua  guru agama itu.

            Nah, sekarang tinggal  Kumar. Cucunya yang punya Toko Laris, toko tekstil sebalah barat  alun-alun, juragan tekstil sejak jaman baheula. Kumar melihat  Caroline sedang membaca  buku duduk di bangku taman di bawah rindang daun pohon markisa yang merambat di atasnya. Kumar mendekati Caroline, lalu njoged-joged menggombal,

"Hall Caroline ..? Abh bh mujh kna yda? Masih ingat Shah Rukh Khan? Kuch Kuch Hota Hai? Mai tumas pyra karat hm. Aku suka kamu! " setelah itu  Kumar lari menjauh, masuk kelas.

            Hari Sabtu tidak ada pelajaran, Sabtu adalah hari ekstrakurikuler. Sekolah menyediakan berbagai macam ekstrakurikuler.  Ada yang ikut ekskur tari, basket, teater, dll. Nah, Caroline ikut ekstrakurikuler karawitan. Pak Sri guru karawitan yang orang Solo yang juga suka ndhalang sedang  nglaras saron. Anak-anak yang ikut latihan gendhing belum lengkap. Caroline menghadapi  gender, di sebelahnya  Adinegoro yang mau menabuh  kenong.

"Assalamualaikumm .... Dik Lina piye? Sido opo? Tenan lho, Dik Lina!" Adi kemayu, itu bawaanya.

"Genah dhewe sakloron iki cocok banget, lho. Tenan Dik, aku tresna marang sliramu. Nganti dilakoni lara wuyung koyo iki, kok! " ngrayu gaya lelananging jagad, meniru  Raden Arjuna.

            Sekitar menjelang Dhuhur  keadaan GOR ramai sekali, banyak sekali orang lalu lalang sehabis olahraga. Ya pantas, di GOR (Gelanggang Olahraga) akan ada  tontonan. Ada berbagai tontonan yang digelar seminggu ini di  GOR. Selain tempat even olahraga,  GOR juga sering untuk  pentas seni. Kali ini, acara pentas seni akan digelar setelah Dhuhur. Tanpa direncanakan  anak-anak sekolah bhineka unggulan itu saling ketemu di  GOR. Ada Albert, Sun Yong, Kumar juga Adinegoro.

            Para jejaka tanggung itu entah mau apa. Habis olahraga atau memang mau nonton pentas seni. Para play boy mlondho itu setelah melihat  Caroline jadi rebutan mendekati  Caroline. Yang paling sragal-srogol ya Albert, anaknya pejabat militer asal Simalungun Tapanuli, paling pertama sampai di depannya  Caroline yang lagi berdiri bersandarkan tembok  teras tribun  lapangan bola.

"Hello Caroline ..? Would I present for you She Looks So Perfect out of Five Seconds Summer. I love you full ........! " Albert lalu menyanyi.

Tak begitu lama nrombol  Kumar menggantikan  Albert dengan  gaya Shah Rukh Khan nembang Kuch Kuch Hota Hai. Selesai nyanyi,  " Hail Caroline ..? Abh bh mujh kna yda? Masih ingat Shah Rukh Khan? Kuch Kuch Hota Hai? Mai tumas pyra karat hm. Aku suka kamu! " Selanjutnya si atlet badminton , Sun Yong, yang masih pegang raket nylonong, " Hello Caroline. Ingat HanGeng? SJ? SuJu? Super Junior.Kupersembahkan buat lu, Devil! "

Albert, Kumar, Sun Yong tidak ditanggapi Caroline. Lalu  nongol Sang Arjuna Mencari Cinta, si Kemayu asal Solo, Adinegoro, "Sugeng pepanggihan  Jeng Caroline... eh .. Dik Lina. Monggo dipun pirsani dipun nikmati sesembahan Kangmas, Yen ing Tawang Ana Lintang. Nuwun ..." Adinegoro lalu nembang.

            Caroline derayu, digombali teman sesekolah, lalu mak klepat menyingkir pergi acuh tak menanggapi. Caroline jalan-jalan membuang waktu mencari tempat lain seperti lagi menunggu orang yang sudah dijanjikan untuk bertemu. Duduk di  bangku taman malah melamun. Caroline jadi ingat waktu hari Minggu, entah kapan. Sore itu tanpa disengaja Caroline diajak oleh saudara misannya, anak uwanya, Wa Diram, namanya    Surtikanti, sering dipanggil  Surti likut latihan ebeg di sanggar ebeg Turangga Seto.

            Di  sanggar ebeg ketemu anak lelaki sepantaran sedang melatih para  anggota grup ebeg yang akan  pentas di GOR. Surti juga salah satu penari ebeg wadon. Surti lalu memperkenalkan  pelatih ebeg yang namanya Sugeng, kompletnya Sugeng Riyadi yang kerap dipanggil Cueng.

"Mas, kenalna kiye dulurku anake uwane nyong jere kepengin ndeleng ebeg seni tradisional Banyumas" Surti memperkenalkan saudara misannya.

"Caroline ..." Caroline mengajukan tangan kanan mengajak  salaman, memperkenalkan sambil membungkuk. Cueng terpana. Anaknya cantik sekali, rambutnya pirang coklat agak merah, kulit resik, putih kinclong. Lha, memang Caroline bule.

"Sugeng, sukanya dipangil Cueng" Sugeng, eh Cueng masih  kesengsem seperti kena  hipnotis dukun ebeg.

            Caroline sepatunya tersandung  botol plastik air  mineral yang dibuang orang sembarangan. Jadi tersadar, lalu melanjutkan jalan-jalannya mengitari lapangan. Empat anak teman sekolah masih mengikuti di belakangnya. Tidak begitu lama, sebuah pickup bak terbuka  berhenti di pinggir lapangan menurunkan perkakas pentas ebeg. Caroline semringah melihat  Cueng. Setelah selesai menurunkan barang-barang, Cueng menyangking kuda kepang mendekati Caroline..

"Lama ya, nunggu saya datang? Maaf ya, banyak barang yang harus dibawa dan nunggu teman-teman"

"Ah ... ngga apa-apa, kok"

"Yuk, kita menuju ke lapangan ke tratag penayagan dan lengger yang ada di sana, noh!"  Cueng lalu memberikan kuda kepang agar dibawa Caroline lalu menggandeng  tangan Caroline ke arena pentas ebeg.

            Caroline senang, tertawa, lalu menoleh ke belakang melambaikan tangan ke anak-anak,  Albert, Sun Yong, Kumar dan  Adi yang jadi gidrog gemlethek mangkel pisan. Anak empat lalu mbekoar, " Ooooooo ....cintrooooong ... ebeeeeggg ..... !!!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun