"Mas, kenalna kiye dulurku anake uwane nyong jere kepengin ndeleng ebeg seni tradisional Banyumas" Surti memperkenalkan saudara misannya.
"Caroline ..." Caroline mengajukan tangan kanan mengajak  salaman, memperkenalkan sambil membungkuk. Cueng terpana. Anaknya cantik sekali, rambutnya pirang coklat agak merah, kulit resik, putih kinclong. Lha, memang Caroline bule.
"Sugeng, sukanya dipangil Cueng" Sugeng, eh Cueng masih  kesengsem seperti kena  hipnotis dukun ebeg.
      Caroline sepatunya tersandung  botol plastik air  mineral yang dibuang orang sembarangan. Jadi tersadar, lalu melanjutkan jalan-jalannya mengitari lapangan. Empat anak teman sekolah masih mengikuti di belakangnya. Tidak begitu lama, sebuah pickup bak terbuka  berhenti di pinggir lapangan menurunkan perkakas pentas ebeg. Caroline semringah melihat  Cueng. Setelah selesai menurunkan barang-barang, Cueng menyangking kuda kepang mendekati Caroline..
"Lama ya, nunggu saya datang? Maaf ya, banyak barang yang harus dibawa dan nunggu teman-teman"
"Ah ... ngga apa-apa, kok"
"Yuk, kita menuju ke lapangan ke tratag penayagan dan lengger yang ada di sana, noh!"  Cueng lalu memberikan kuda kepang agar dibawa Caroline lalu menggandeng  tangan Caroline ke arena pentas ebeg.
      Caroline senang, tertawa, lalu menoleh ke belakang melambaikan tangan ke anak-anak,  Albert, Sun Yong, Kumar dan  Adi yang jadi gidrog gemlethek mangkel pisan. Anak empat lalu mbekoar, " Ooooooo ....cintrooooong ... ebeeeeggg ..... !!!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H