Mohon tunggu...
Saeran Samsidi
Saeran Samsidi Mohon Tunggu... Guru - Selamat Datang di Profil Saya

Minat dengan karya tulis seperi Puisi, Cerpen, dan karya fiksi lain

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menerbitkan Buku Cara "Indie Njiplek" Bagaimanakah Itu?

20 Januari 2021   18:49 Diperbarui: 20 Januari 2021   19:08 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menerbitkan Buku Cara "Indie Njiplek"

Bagaimanakah itu?

Oleh : Saeran Samsidi

Sampai saat ini masih  marak, orang-orang, khususnya para guru,  getol sekali menulis. Para penulis ini demam menulis puisi. Eeee ... puisi ini konon  karena  paling gampang untuk ditulis. Tinggal ... enter ... enter, tersusun larik frasa, jadilah syair. Hmmm .... mendadak penyair, munculah para  penyair pinggiran.

Begitulah dan pernah geger terjadi polemik, perang argumen, saling gugat, meriah sekali di dunia medsos, semeriah  para penyedia jasa para mentor, pembimbing menulis melalui daring, webinar, pelatihan. Hasilnya dibukukan dan sertifikat dibuatkan. Buku antologi puisi pun bertebaran diluncurkan para penerbit indie.

Lho, kok sebegitunya para guru ingin jadi penulis, eh penyair? Yah, ini gara-gara ingin naik pangkat. Prestise dan mengangkat harkat.  Malah ada tantangan  untuk guru masa kini; "Anda seorang guru? Maka Anda Wajib Menulis!" Yah, ini gara-gara ada Permenneg PAN dan RB.

Permenneg PAN dan RB No. 16/2009 Tentang Jabatan Fungsional dan Angka Kredit mengharuskan guru untuk menulis. Digulirkannya regulasi tentang syarat peningkatan karier guru melalui PKG (Penilaian Kinerja Guru) dan PKB (Penilaian Kinerja Berkelanjutan), guru dituntut untuk membuat karya tulis ilmiah sebagai syarat untuk kenaikan pangkat. Bukan lagi mulai dari golongan 4a, tetapi sudah mulai diwajibkan untuk yang akan naik pangkat dari golongan 3b ke tingkat berikutnya.

Adapun karya tulis yang dapat dibuat oleh guru dan bisa digunakan oleh mereka untuk angka kredit kenaikan pangkat adalah karya tulis ilmiah baik yang penelitian maupun yang non penelitian seperti makalah, jurnal popular, artikel, buku bahan ajar, buku petunjuk modul guru, lembar kerja siswa maupun modul belajar serta buku karya seni.

Buku karya sastra,

Para guru kebanyakan menulis karya seni berupa karya sastra yang meliputi novel, kumpulan cerpen, kumpulan puisi, cerita bergambar, ataupun naskah drama/ teater/film yang dibuat dalam bentuk buku dapat diusulkan untuk kenaikan pangkat. Karya sastra itu, paling gampang ya puisi lalu diterbitkan secara beramai-ramai, gropyokan yang difasilitasi oleh penerbit minor.

Dimentori oleh kontributor penerbitnya, entah itu penyair, penulis atau dosen sastra secara daring dan diselenggarakan pelatihan menulis lewat zoom. Ada yang berbayar ada pula yang gratis dan hasil tulisannya diterbitkan dalam bentuk antologi bersama. Setelah diluncurkan, para penulisnya membeli buku itu pada penerbitnya.

Buku antologi bersama ini bobot angka kredit yang didapatkan  diatur dalam buku 4. Penulis yang akan mendapatkan nilai hanya sampai pada penulis keempat itu pun dengan bobot yang berbeda. Apabila dilakukan oleh dua orang, maka penulis utama mendapatkan bobot 60 % sedangkan penulis pembantu I 40 %. Bila dilakukan oleh 3 penulis, maka penulis utama mendapatkan 50 %, sedangkan penulis pembantu I dan II masing-masing 25 %. Kalau 4 orang, maka penulis utama mendapatkan bobot 40 %, sedang penulis pembantu I,II, dan III masing-masing --masing 20 %.

Karya sastra novel, kumpulan cerpen, kumpulan puisi, dan naskah drama dapat dibuat dalam bentuk buku yang diterbitkan ber-ISBN oleh penerbit bereditor sastra dan diedarkan di masyarakat. Selain itu bisa juga berupa naskah (cerpen atau puisi ciptaan sendiri) yang dikliping dari surat kabar/majalah atau media massa ber-ISSN. Besaran angka kredit buku karya sastra yang berkategori kompleks adalah 4.00 dan yang berkategori sederhana adalah 2.00.

Bila termasuk dalam kategori kompleks maka akan mendapatkan angka kredit 4, tetapi bila sederhana hanya mendapatkan dua. Syarat mendapatkan nilai 4 adalah :

(a) Dua buah buku novel, naskah drama/film, atau buku cerita bergambar yang diterbitkan, ber-ISBN.

(b) Buku kumpulan cerpen minimal 10 cerpen, buku kumpulan puisi minimal 40 puisi diterbitkan, ber-ISBN,

(c) Satuan kliping minimal 10 cerpen atau kliping minimal 40 puisi yang dimuat di media masa yang ber-ISSN.

Sedangkan untuk kategori sederhana dengan angka kredit dua, ketentuannya adalah : Satu buah buku novel, naskah drama/film, atau buku cerita bergambar (komik) yang diterbitkan,dan ber-ISBN. 

Buku kumpulan cerpen minimal 5 cerpen atau buku kumpulan puisi minimal 20 puisi  diterbitkan, dan ber-ISBN. Satuan kliping minimal 5 cerpen atau kliping minimal 20 puisi yang dimuat di media  masa l yang ber-ISSN.

Menerbitkan Buku Cara "Indie Njiplek",

Waaah ... persyaratan dapat angka kredit njlimet, ya?  Ya itulah, maka banyak guru antusias ikut ndaftar jadi kontributor buku antologi bersama puisi untuk mengumpulkan angka kredit. 

Dikit-dikit lama-lama kan jadi bukit dan kalau sudah banyak puisinya diikutsertakan dalam berbagai antologi puisi bersama kan  dapat gelar penyair. Kereeeennn ...

Memang kalau menerbitkan buku kumpulan puisi perorangan agak berat minimal 40 puisi dan biaya cetak ditanggung sendiri. Lalu? Ya, terbitkan dengan cara indie njiplek. Menerbitkan buku cara "indie njiplek"? Kepriwen si, kuwe? 

Begini penjelasannya dan ini sudah saya lakukan sampai ada 12 buku terbit secara "indie njiplek". Tulisan-tulisan opini saya yang diunggah di Kompasiana telah diterbitkan secara "indie njiplek" jadi dua buku dan opini saya yang dimuat di koran jadi satu buku.  

"Indie njiplek" adalah istilah yang saya buat untuk mendokumentasikan kumpulan tulisan saya yang sudah saya publikasikan di media cetak atau media online atau yang tersimpan di folder laptop. Dari pada mlarah-mlarah ora genah maka saya dokumentasikan dalam bentuk buku. Tidak diterbitkan oleh penerbit dan tidak ber-ISBN buku terbitan saya itu. Semua dikerjakan mandiri. Ya ngetik, nyeting, nata letak, koreksi, ngedit dan buat sampul dikerjakan sendiri. Borongan decekel dhewek.

Sampul buku saya cetak di percetakan banner, badrop atau spanduk yang kini njeprah. Jumlahnya sesuai kebutuhan. Isinya saya setting lalu difoto kopi. Jadi, sampul buku dicetak fullcolour dalemannya foto kopi. Bisa 5 buku, 10 buku dan diedarkan sendiri melalui medsos atau ider keliling ke para teman. Buku habis dan masih ada yang pesan, cetak lagi. Begitulah cara saya menerbitkan buku secara "indie njiplek" dan begja ada tiga buku "indie njiplek" saya ditawar penerbit untuk diterbitkan dan jadi ber-ISBN.

Naaah ... teman-teman penulis yang berhobi menulis dan tulisannya mangkrak tersimpan di laptop atau njeprah di medsos dan berat diongkos untuk dicetak penerbit ber-ISBN, dokumentasikan saja dalam terbitan cara"indi njiplek" itu. Selamat mencoba!

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun