Memang kalau menerbitkan buku kumpulan puisi perorangan agak berat minimal 40 puisi dan biaya cetak ditanggung sendiri. Lalu? Ya, terbitkan dengan cara indie njiplek. Menerbitkan buku cara "indie njiplek"? Kepriwen si, kuwe?Â
Begini penjelasannya dan ini sudah saya lakukan sampai ada 12 buku terbit secara "indie njiplek". Tulisan-tulisan opini saya yang diunggah di Kompasiana telah diterbitkan secara "indie njiplek" jadi dua buku dan opini saya yang dimuat di koran jadi satu buku. Â
"Indie njiplek" adalah istilah yang saya buat untuk mendokumentasikan kumpulan tulisan saya yang sudah saya publikasikan di media cetak atau media online atau yang tersimpan di folder laptop. Dari pada mlarah-mlarah ora genah maka saya dokumentasikan dalam bentuk buku. Tidak diterbitkan oleh penerbit dan tidak ber-ISBN buku terbitan saya itu. Semua dikerjakan mandiri. Ya ngetik, nyeting, nata letak, koreksi, ngedit dan buat sampul dikerjakan sendiri. Borongan decekel dhewek.
Sampul buku saya cetak di percetakan banner, badrop atau spanduk yang kini njeprah. Jumlahnya sesuai kebutuhan. Isinya saya setting lalu difoto kopi. Jadi, sampul buku dicetak fullcolour dalemannya foto kopi. Bisa 5 buku, 10 buku dan diedarkan sendiri melalui medsos atau ider keliling ke para teman. Buku habis dan masih ada yang pesan, cetak lagi. Begitulah cara saya menerbitkan buku secara "indie njiplek" dan begja ada tiga buku "indie njiplek" saya ditawar penerbit untuk diterbitkan dan jadi ber-ISBN.
Naaah ... teman-teman penulis yang berhobi menulis dan tulisannya mangkrak tersimpan di laptop atau njeprah di medsos dan berat diongkos untuk dicetak penerbit ber-ISBN, dokumentasikan saja dalam terbitan cara"indi njiplek" itu. Selamat mencoba!
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H