Rengos? Mikine nyong ora mudheng apa kuwe rengos. Setelah saya buka kamus dialek Banyumas-Indonesia yang diterbitkan oleh Yayasan Swarahati Banyumas tahun 2012, rengos artinya gotong royong. -- rengos umah, menggotong rumah beramai-ramai. Sambatan, cara wong ndesane.
Oooo ... kaya kuwe tengane. Jadi, Rengos Boyongan Replika Saka Guru Si Panji yang dilaksanakan oleh Panitia Hari Jadi Kabupaten Banyumas setiap bulan Februari itu adalah arak-arakan dari Pendopo duplikat si Panji Kecamatan Banyumas ke pendopo si Panji di Purwokerto itu, gotong royong rame-rame nggotong pendhopo? Pendhopo duplikat dari Banyumas degotong ke pendopo  di Purwokerto.
Rengos Boyongan Duplikat Saka Guru Si Panji adalah arak-arakan atau  karnaval sejauh 16,4 km. Rengos boyongan ini dilaksanakan sebagai acara budaya dalam rangka memeriahkan peringatan Hari Jadi Kabupaten Banyumas. Bukankah pindahnya pendopo si Panji dari Banyumas ke Purwokerto disebabkan adanya Blabur Banyumas? Apa hubungannya rengos pendopo si Panji dengan peringatan Hari Jadi Kabupaten Banyumas.?
Ala, ora usah gegoh. Lha wong perkara tanggal hari jadi Banyumas saja, masih gegoh. Mungkin masih ada perdebatan antara tanggal 6 April atau tanggal  22 Februari. Sing bener sing endi? Kita jalani saja sesuai keputusan Pemerintah Kabupaten Banyumas. Mari mengacu hari jadi Banyumas yang ditetapkan tanggal 22 Februari.
Menurut Doktor sejarah Banyumas, Prof. Sugeng Priyadi, yang menetapkan 22 Februari 1571 sebagai hari jadi Banyumas berdasarkan penelitiannya dari naskah kuno di beberapa museum nasional hingga ke Negeri Belanda. Salah satunya adalah Babad Banyumas Kalibening yang merupakan naskah tertua dibanding naskah-naskah lain tentang Banyumas.
Mengacu pada naskah Babad Banyumas Kalibening,  Profesor Sugeng mengungkapkan  bahwa hari Kamis Wage atau Rabu Pon sore tanggal 27 Ramadhan 978 H atau 22 Februari 1571 Masehi, Djaka Kahiman atau Bagus Mangun menghadap Sultan Pajang untuk menyerahkan upeti lalu diangkat oleh Sultan Hadiwijaya sebagai Adipati Wirasaba.  Berdasarkan penelitian itu maka tanggal 22 Februari ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Banyumas menggantikan tanggal 6 April
Eiiit... eiiiit...! Kembali ke rengos, kembali ke arak-arakan boyongan duplikat si Panji. Saka Guru Pendhapa si Panji adalah buatan Raden Adipati Panji Gandhakusuma yang sebelumnya bernama  Raden Mertawijaya.  Raden Adipati Panji Gandhakusuma  adalah putra Adipati Yudhanegara I yang saat menjabat bupati Banyumas bergelar Adipati Nunggak Semi Yudhanegara II.
Blabur Banyumas terjadi pada hari Kamis Wage sampai Sabtu Manis tanggal 21-23 Februari 1861. Banjir setinggi 3 meter yang menggenangi Kota Banyumas itu sebelumnya telah diramalkan oleh para kami tua "Mengko bakale ana betik mangan manggar" yang artinya akan ada ikan betik memakan manggar, bunga kelapa.
Pada saat Blabur Banyumas yang menjadi bupati Banyumas adalah Kanjeng Raden Adipati Cakranegara I dan residen Banyumas S. Van Deventer. Akibat Kota Banyumas dekat dengan Sungai Serayu dan sering terjadi banjir maka ibukota Kadipaten Banyumas itu dipindah ke Purwokerto.
Seiring pindahnya ibukota Banyumas ke Purwokerto pada tanggal 5 Maret 1937 Saka Guru Pendhopo si Panji pun ikut diboyong. Tetapi boyongan pindahan Pendhopo si Panji pantang menyeberang, melewati Sungai Serayu. Bagaimana rute jalan pindahan Pendhopo si Panji ke Purwokerto yang  tidak boleh melewati Sungai Serayu ini, entahlah. Apakah sudah pernah ada yang melakukan napak tilas?
Nah kiye ana sing nylekamin. Ada yang menarik dan mengulik perhatian. Profesor sejarah Banyumas dari Universitas Mohammadiah Purwokerto Sugeng Priyadi telah membuat cuitan menggelitik  di akun FB-nya. Boyongan Saka Pendapa si Panji dulu yang katanya tidak boleh melewati Sungai Serayu tidak ada sumbernya. Boyongan Saka Guru si Panji itu diangkut dengan gerobag sapi melewati jembatan Kali Serayu. Apa enggane    Â
Prof. Sugeng mung guyon? Kayaknya tidak. Prof. Sugeng selalu serius dan siap membantai siapa pun yang melawan argumentasinya. Apakah tahun depan rengos boyongan ini akan dievaluasi? Entahlah.
Rengos Boyongan  Saka Guru Pendhopo si Panji ini pertama kali digelar pada saat peringatan Hari Jadi Kabupaten Banyumas yang ke-445 pada tahun 2016. Boyongan itu hanya membawa tiga replika saka guru dengan mobil antik. Lalu pada tahun 2017 rengos boyongan replika saka guru si Panji ini dilaksanakan dengan berjalan kaki, arak-arakan secara estafet menempuh jarak 16,4 km.
Ketiga replika saka guru Si Panji ini menempuh 16 etape dan akan berakhir di Pendapa Si Panji Purwokerto dimana sudah ada 1 (satu) replika saka guru Si Panji yang ceritanya sudah berada disana. Dalam perjalanannya, ketiga replika Saka Guru Pendapa Si Panji ini digotong bersama-sama oleh masyarakat secara sambatan atau rengos. Â Kesenian masyarakat di masing-masing wilayah juga turut berpartisipasi mengiringi boyongan ini.
Kirab prosesi dibuat agar terlihat greget, klasik dan gayeng, maka  para peraga menggunakan pakaian adat Banyumas.  Konsep sambatannya adalah setiap etape melibatkan semua unsur masyarakat. Satu saka dipikul oleh empat orang secara bergantian dan akan diikuti dibelakangnya kesenian yang dimiliki oleh masyarakat desa setempat secara estafet.
Ooo ... kaya kuwe. Jadi Rengos Boyongan Duplikat Saka Guru Pendhopo si Panji itu di samping untuk memperingati Hari Jadi Kabupaten Banyumas juga untuk memperingati peristiwa "Blabur Banyumas" yang terjadi pada tanggal 21-23 Februari 1861. Jadi, tidak ada hubungannya dengan  tanggal 22 Februari tahun 1571 yang ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Banyumas? Kayane kaya kuwe apa ya?Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI