Jarang guru swasta bisa mendapatkan jam mengajar yang gemuk, lebih-lebih pada sekolah swasta gurem yang jumlah siswanya hanya puluhan saja. Penghasilan tinggi guru swasta tergantung pada kabegjan mendapat tunjangan sertifikasi guru. Untuk guru swasta sangatlah berat dan cukup lama menunggu.
Dalam situasi satu dua tiga  di atas, guru swasta di sekolah swasta yang bonafid pun mendapat tekanan dari yayasan dan orang tua murid.  Tekanan dari yayasan harus ini, harus itu, ijasah ditahan, tidak boleh mendaftar PNS,  pengurangan jam mengajar, tidak diberi jam mengajar sampai di-PHK. Tekanan berikut berasal dari orang tua  yang merasa sudah membayar mahal, memberikan sumbangan, bisa menekan  guru, mengintervensi yayasan agar guru yang tidak disukai karena keras  terhadap anaknya itu untuk di-PHK.
Untuk cari selamat, ya mengajar saja seadanya. Pagi datang siang pulang, tak perlu open terhadap anak didiknya. Mau nakal ke, mau kurang sopanlah, mau kurang ajarlah, biarkan saja, yang penting mentranfer ilmu, sudah. Perkara karakter, budi pekerti, berkompromilah dengan situasi dan keadaan. Susah dan terjepit menyangkut nasib.
Kalau berusaha ideal menjadi guru profesional, guru swasta di sekolah swasta, cekak modalnya, tipis nyalinya, karena ini menyangkut dapur ngebul, walau tak seberapa, di antara kerja serabutan yang lain untuk menutupinya, seperti memberii les, ngajar di beberapa sekolah,.jualan di kantin atau  terpaksa ngojek.
Tak punya emosi menghadapi kelakuan murid-muridnya baik di kelas maupun di luar kelas. Sebab di tengah kegeraman menghadapi karakter muridnya, kegalauan menerpa. Tindakan membina dan meluruskan bisa berakibat digruduk orang tua wali murid, digampar, di-PHK dan lebih apes  adalah dilaporkan ke aparat polisi dengan resiko masuk bui.
Kiranya, mungkin demikianlah sebabnya, situasi, posisi, keadaan LK guru SMK Kesatriaan Purwokerto ketika ia terpaksa menampar muridnya. Tak  bisa menahan emosi ketika tumpukan jepitan yang menekan dirinya berprofesi sebagai guru swasta di sekolah swasta yang rata-rata muridnya koredan. Itulah tragedi guru swasta.
Memang susah jadi guru swasta mengajar di sekolah swasta kalau tidak bisa mengendalikan diri menghadapi tekanan resikonya dihujat orang dan bisa berakhir di bui. Lain halnya dengan guru ASN di sekolah negeri, siswanya pintar-pintar nggak ada yang badung, fasilitas amat memadai, gaji tinggi ditambah tunjangan profesi, pastilah bermobil.
Akhirnya, selamat ber-Hardiknas 2018 bagi sang guru  pembangun insan cendekia khususnya bagi guru swasta di sekolah swasta. Di tengah resiko masuk bui, semoga masyarakat bisa memaklumi lepas komtrol sang guru. Bila sang anak ada UU Perlindungan Anak apakah ada juga UU Perlindungan Guru? Semoga tetap tabah dan berjuang membangun insan cendekia, jangan ikut-ikutan demo seperti buruh pada May Day untuk menuntut perbaikan. Dalam sunyi, marilah berdoa ada perubahan.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H