Beredar di medsos potret struk honor sebulan guru swasta yang hanya Rp 35.000,00. Banyak warganet yang heran dan pilu melihat penghasilan guru swasta. Jangan baper bagaimana guru swasta tersebut dapat menghidupi keluarganya.
Sementara itu pada May Day para buruh ibukota menuntut kenaikan upah yang menurut warganet gajinya sudah sekitar 7 juta-12 juta sedangkan guru swasta yang S1 hanya ratusan ribu saja. Inilah ironi di Hardiknas yang melahirkan tragedi bagi guru swasta dibandingkan demo gerudugan di Hari Buruh. Buruh beringas menuntut kenaikan upah, guru swasta terdiam menerima saja walau tugasnya mencerdaskan anak bangsa.
Pada Hardiknas kali ini, mari kita kenang tragedi yang menimpa guru swasta di Purwokerto, Banyumas. Video LK guru SMK Kesatriaan Purwokerto yang menampar muridnya L viral setelah terunggah di medsos, baik itu facebook, Wa ataupun istagram.
Video ini pun mendapat kecaman dari berbagai pihak, salah satunya akun Purwanto Andree yang berkomentar "Guru yg sehrs nya jd panutan kok mlh tabiatnya bejat pak Dep diknas tolong pecat itu guru sprt itu tak bermoral", kemudian komentar juga datang dari akun Christof "Udeh bukan jamannya main nampol2 siswa didiknya. Miris ..."
Tragedi guru swasta pernah terjadi beberapa tahun yang lalu sebelum ada sertifikasi guru. Seorang guru pembina Osis di SMP Gunungjati 2 Purwokerto masuk hotel perdeo lapas Purwokerto karena dituntut orang tua siswa yang anaknya kena tindakan indisipliner oleh sang guru pembina Osis tersebut.
Mengapa guru  dituntut ke aparat kepolisian dituduh melakukan kekerasan kepada muridnya dan lebih banyak guru swasta yang mengalami tindak kekerasan? Berikut ini beberapa analisis saya berdasarkan pengalaman saya berpuluh tahun menjadi guru swasta di beberapa sekolah.
Pertama, guru swasta mengajar di sekolah swasta, input perolehan siswanya adalah siswa koredan, turahan. Siswa yang sudah tidak diterima di sekolah negeri karena nilai UN-nya rendah. Siswa koredan yang hasil UN-nya rendah berarti kurang pandai atau bodoh. Biasanya siswa bodoh akibat malas, kurang disiplin, cenderung nakal dan suka membuat keributan.
Kedua, guru masa kini dituntut untuk memiliki Kompetensi yaitu seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Dengan demikian kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam mendidik dan  mengajar.Â
Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Kompetensi itu meliputi, kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, kompetensi sosial.
Guru swasta di sekolah swasta sulit untuk mendapatkan akses untuk mendapatkan empat kompetensi guru tersebut. Mungkin faktor ijasah sebab rekruitmen guru di sekolah swasta tidak bisa memilih guru yang memadai karena terbatasnya dana. Pemkab dalam hal ini Diknas lebih mengutamakan guru ASN di sekolah negeri untuk penataran, pelatihan dll. Sekolah swasta dan gurunya kurang diperhatikan.
Ketiga, nah inilah yang bikin nelangsa. Di awal tulisan struk honor guru swasta yang hanya 35 ribu rupiah. Honor guru swasta berdasarkan jumlah jam mengajar. Satu jam pelajaran 25 ribu rupiah, sang guru mengajar 20 jam perminggu, maka ia akan menerima honor 20 X Rp 25.000,00 = Rp 500.000,00. Jadi guru swasta kerja sebulan hanya dibayar seminggu.
Jarang guru swasta bisa mendapatkan jam mengajar yang gemuk, lebih-lebih pada sekolah swasta gurem yang jumlah siswanya hanya puluhan saja. Penghasilan tinggi guru swasta tergantung pada kabegjan mendapat tunjangan sertifikasi guru. Untuk guru swasta sangatlah berat dan cukup lama menunggu.
Dalam situasi satu dua tiga  di atas, guru swasta di sekolah swasta yang bonafid pun mendapat tekanan dari yayasan dan orang tua murid.  Tekanan dari yayasan harus ini, harus itu, ijasah ditahan, tidak boleh mendaftar PNS,  pengurangan jam mengajar, tidak diberi jam mengajar sampai di-PHK. Tekanan berikut berasal dari orang tua  yang merasa sudah membayar mahal, memberikan sumbangan, bisa menekan  guru, mengintervensi yayasan agar guru yang tidak disukai karena keras  terhadap anaknya itu untuk di-PHK.
Untuk cari selamat, ya mengajar saja seadanya. Pagi datang siang pulang, tak perlu open terhadap anak didiknya. Mau nakal ke, mau kurang sopanlah, mau kurang ajarlah, biarkan saja, yang penting mentranfer ilmu, sudah. Perkara karakter, budi pekerti, berkompromilah dengan situasi dan keadaan. Susah dan terjepit menyangkut nasib.
Kalau berusaha ideal menjadi guru profesional, guru swasta di sekolah swasta, cekak modalnya, tipis nyalinya, karena ini menyangkut dapur ngebul, walau tak seberapa, di antara kerja serabutan yang lain untuk menutupinya, seperti memberii les, ngajar di beberapa sekolah,.jualan di kantin atau  terpaksa ngojek.
Tak punya emosi menghadapi kelakuan murid-muridnya baik di kelas maupun di luar kelas. Sebab di tengah kegeraman menghadapi karakter muridnya, kegalauan menerpa. Tindakan membina dan meluruskan bisa berakibat digruduk orang tua wali murid, digampar, di-PHK dan lebih apes  adalah dilaporkan ke aparat polisi dengan resiko masuk bui.
Kiranya, mungkin demikianlah sebabnya, situasi, posisi, keadaan LK guru SMK Kesatriaan Purwokerto ketika ia terpaksa menampar muridnya. Tak  bisa menahan emosi ketika tumpukan jepitan yang menekan dirinya berprofesi sebagai guru swasta di sekolah swasta yang rata-rata muridnya koredan. Itulah tragedi guru swasta.
Memang susah jadi guru swasta mengajar di sekolah swasta kalau tidak bisa mengendalikan diri menghadapi tekanan resikonya dihujat orang dan bisa berakhir di bui. Lain halnya dengan guru ASN di sekolah negeri, siswanya pintar-pintar nggak ada yang badung, fasilitas amat memadai, gaji tinggi ditambah tunjangan profesi, pastilah bermobil.
Akhirnya, selamat ber-Hardiknas 2018 bagi sang guru  pembangun insan cendekia khususnya bagi guru swasta di sekolah swasta. Di tengah resiko masuk bui, semoga masyarakat bisa memaklumi lepas komtrol sang guru. Bila sang anak ada UU Perlindungan Anak apakah ada juga UU Perlindungan Guru? Semoga tetap tabah dan berjuang membangun insan cendekia, jangan ikut-ikutan demo seperti buruh pada May Day untuk menuntut perbaikan. Dalam sunyi, marilah berdoa ada perubahan.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H