Di Purwokerto ibukota Banyumas cowongan sebagai bentuk seni pertunjukan sering digelar di lapangan dan di jalan-jalan pada perayaan Hari Jadi Banyumas atau Suran oleh Padhepokan Cowong Sewu. Cowongan juga pernah digelar di manca negara diusung oleh DKKB (Dewan Kesenian Kabupaten Banyumas) menjadi duta seni Banyumas pada ajang internasional Mezinarodni Folklorni Festival, 12 -- 18 Juni 2007 di Frydek-Mistex  Republik Ceko Eropa Tengah yang diselenggarakan oleh CIOFF / UNESCO.
Kemudian tampil di Dataran Merdeka Kuala Lumpur Malaysia  mengikuti International Drum Festival pada akhir Desember 2007. Sungguh raihan prestasi membanggakan tlatah Banyumas  dalam memperkenalkan seni budaya Banyumas di kancah internasional.
Barit Cowong
Upacara Adat Barit Cowong merupakan upacara adat permohonan untuk meminta turunya hujan di Dusun Gandaria Desa Pekuncen Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap. Berlatar belakang dari cerita rakyat Jaka Tarub yang beristikan seorang dewi dari khayangan bernama Dewi Nawang Wulan, yang dari pernikahan mereka lahir seorang anak yang bernama Dewi Nawangsih.Â
Sampai suatu saat Sang Dewi Nawang Wulan harus kembali ke khayangan dan Jaka Tarub mengasuh Dewi Nawangsih. Sang Dewi berpesan jika Dewi Nawangsih kecil menangis dan tidak mau diam, benturkan saja kepala Dewi Nawangsih kepohon pisang raja dan letakan dibawahnya maka Sang Dewi Nawang Wulan akan turun dari khayangan menemui anaknya.Â
Sejarah awal mula adanya Upacara Barit Cowong dalam masyarakat Gandaria di kabupaten Cilacap yaitu pada masa peralihan penjajahan Belanda dan Jepang dahulu pada masa itu terjadi kekeringan sangat panjang yang lebih dari dua tahun di Dusun Gandaria dan sekitarnya.
Pada waktu itu salah seorang sesepuh masyarakat Dusun Gandaria mengundang lima orang tetangganya, pada saat itu diminta siwur kepada orang yang mempunyai siwur (alat untuk mengambil air dari batok kelapa). Sebagai sarana perantara meminta hujan kepada Allah SWT, siwur dilukis menggunakan kapur sirih (enjet) dan arang.Â
Sebagai ritual, Siwur dipegang dua orang dan diiringi tembang dan bunyi-bunyian dari suara orang-orang. Dengan doa-doa yang ditujukan kepada Tuhan, mereka mengharapkan turunnya hujan agar mereka dapat kembali mengolah tanah sehingga dapat ditanami benih yang akan dapat menghasilkan sumber makanan.
Begitulah upacara Barit Cowong adalah sebagai perantara pemanggilan hujan di Dusun Gandaria Desa Pekuncen dan di desa Ayamalas Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap merupakan upacara tradisi meminta turunya hujan melalui media boneka dari siwur batok kelapa yang dihias dan dilakukan pada saat musim kemarau panjang tiba.
- Cingcowong
- Cingcowong adalah seni ritual agraris untuk mengundang hujan dari Desa Luragung Landeuh, Kabupaten Kuningan. Cingcowong berasal dari kata "cing" yang berarti "teguh" (dalam bahasa Indonesia artinya 'terka') dan "cowong"merupakan kependekan dari kata "wong" yang dalam bahasa Jawa berarti 'orang'. Maka dengan demikian jika disatukan kata "cingcowong" tersebut memiliki arti: " coba terka siapa orang ini". Mengapa dinamakan demikian? Karena bahasa yang dipakai sehari-hari oleh masyarakat Desa Luragung merupakan campuran antara bahasa Jawa dan bahasa Sunda karena desa ini merupakan desa terujung di Kabupaten Kuningan yang berbatasan dengan kabupaten Brebes di Jawa Tengah.
Peristiwa yang melatarbelakangi diselenggarakannya upacara ini adalah terjadinya kemarau panjang yang mengakibatkan kekeringan sehingga berdampak kepada penghasilan masyarakat yang mayoritas adalah petani. Pada saat itu Desa Luragung terdampak kekeringan karena kemarau panjang. Para petani resah dan keadaan mendesak akibat sawah dan ladang gagal panen.
Pada situasi sulit tersebut, Rantasih  leluhur Desa Luragung mengajak  masyarakat sekitar untuk berusaha mengatasi keadaan. Ia kemudian mengajak masyarakat untuk mencari sumber mata air, tetapi usahanya gagal karena masyarakat yang sudah terlanjur putus asa tidak bersedia memenuhi ajakannya. Dalam keadaan demikian Rantasih tidak berputus asa, ia tetap berupaya mencari jalan keluar mengatasi kekeringan.