Catatan Penulis :
Dalam rangka menyambut Hari Jadi Banyumas ke-447, 22 Februari 2018, saya unggah beberapa tulisan yang ada kaitannya dengan Banyumas, khususnya seni dan budayanya. Dan yang kedua ini, cerita jenaka Pak Banjir.          Â
Pada khasanah sastra lisan Banyumas, tokoh yang paling dikenal masyarakat Banyumas adalah Kamandaka yang diambil dari babad Pasirluhur. Memang ada Joko Kaiman, Jaka Mruyung, Jaka Gamel, Raden Kaligenteng, dll. Tokoh-tokoh ini adalah tokoh babad, cerita rakyat atau legenda.
Pak Banjir sebagai  sebuah karya sastra lisan Tlatah Banyumas kurang dikenal dibandingkan Kamandaka. Orang-orang Banyumas selalu menggarap Kamandaka yang berasal dari babad Pasirluhur ke berbagai media seni. Digarap menjadi sendratari, digunakan sebagai materi lomba mendongeng, serta diolah dalam bentuk drama bahkan film.
Bagaimana dengan Pak Banjir? Tampaknya, kurang dikenal. Padahal Pak Banjir merupakan produk sastra lisan Banyumas yang berupa cerita jenaka. Pak Banjir, dibanding dengan legenda Baturaden, Â jauh lebih terkenal Baturaden karena dikaitkan dengan obyek wisata di kaki Gunung Slamet sebelah utara Purwokerto.
Pak Banjir ini, saya peroleh dari ayah saya almarhum. Ketika kecil tiap malam pasti saya minta didongengkan. Ayah akan mendongeng dengan syarat saya harus ngidek-idek, menginjak-injak tubuh ayah seperti memijat untuk menghilangkan pegal linu karena capai. Di antara dongeng-dongeng yang dikisahkan ayah, memang Pak Banjir lah yang paling menarik.
Ketika saya di SD dan sudah lancar membaca, saya pernah membaca buku Pak Banjir  terbitan Balai Pustaka kalau tidak salah. Sampai kini cerita Pak Banjir ini masih bisa saya ceritakan kembali. Melalui beberapa media saya mencoba memperkenalkan dan mempopulerkan tokoh Pak Banjir. Saya buat versi drama dan saya pentaskan beberapa kali.Â
Ternyata di "zaman now" ketika teknologi informasi makin canggih saya dibantu Mbah Google dapat melacak Pak Banjir ini. Memang agak susah dan sedikit di dapat informasi. Beberapa mahasiswa Sastra Nusantara menyusun skripsi berdasarkan kajian tentang Pak Banjir ini. Misal, Nur Yahya dari Unriyo Yogyakarta, Hanifah Sari, Sastra Nusantara UGM.
Ada dua buku tentang Pak Banjir. Judul Pak Banjir yang Bertaubat, penulisnya Dhanu Priyo Prabowo berupa cerita anak dalam dua edisi bahasa Indonesia dan Inggris. Buku Pak Banjir yang Mujur terbitan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, merupakan bacaan untuk anak SD diceritakan oleh Yeni Mulyani.
Pak Banjir yang Mujur semula berupa cerita lisan berbahasa Jawa dari daerah Yogyakarta, susunan R.F. Bastian berjudul Carita Ginuritaken yang diterbitkan oleh penerbit G.C.T. van Dorp & Co, Semarang pada tahun 1873. Cerita ini digubah dalam bentuk syair. Selanjutnya, Carita Ginuritaken itu ditransliterasikan dan diterjemahkan oleh Drs. Siamet Riyadi serta diterbitkan oleh Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1991.
Masih ada lagi informasi tentang Pak Banjir. Ada  naskah Kaki Banjir di Perpustakaan Museum Dewantara Kirti Griya, Serat Pak Banjir Perpustakaan Senobudoyo dan cerita lisan yang dibukukan dalam buku cerita rakyat Pertobatan Seorang Pemalas di Perpustakaan Balai Bahasa Yogyakarta.