Mohon tunggu...
Saeran Samsidi
Saeran Samsidi Mohon Tunggu... -

Saeran Samsidi alias Pak Banjir wong Banyumas sing coag, cablaka tur semblothongan!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pak Banjir Cerita Jenaka Banyumas Nyaris Hilang Tak Dikenal

18 Januari 2018   15:54 Diperbarui: 18 Januari 2018   16:01 1371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
hokiwin.biz307 × 448Search by image Folklor Indone

Catatan Penulis :

Dalam rangka menyambut Hari Jadi Banyumas ke-447, 22 Februari 2018, saya unggah beberapa tulisan yang ada kaitannya dengan Banyumas, khususnya seni dan budayanya. Dan yang kedua ini, cerita jenaka Pak Banjir.                     

Pada khasanah sastra lisan Banyumas, tokoh yang paling dikenal masyarakat Banyumas adalah Kamandaka yang diambil dari babad Pasirluhur. Memang ada Joko Kaiman, Jaka Mruyung, Jaka Gamel, Raden Kaligenteng, dll. Tokoh-tokoh ini adalah tokoh babad, cerita rakyat atau legenda.

Pak Banjir sebagai  sebuah karya sastra lisan Tlatah Banyumas kurang dikenal dibandingkan Kamandaka. Orang-orang Banyumas selalu menggarap Kamandaka yang berasal dari babad Pasirluhur ke berbagai media seni. Digarap menjadi sendratari, digunakan sebagai materi lomba mendongeng, serta diolah dalam bentuk drama bahkan film.

Bagaimana dengan Pak Banjir? Tampaknya, kurang dikenal. Padahal Pak Banjir merupakan produk sastra lisan Banyumas yang berupa cerita jenaka. Pak Banjir, dibanding dengan legenda Baturaden,   jauh lebih terkenal Baturaden karena dikaitkan dengan obyek wisata di kaki Gunung Slamet sebelah utara Purwokerto.

Pak Banjir ini, saya peroleh dari ayah saya almarhum. Ketika kecil tiap malam pasti saya minta didongengkan. Ayah akan mendongeng dengan syarat saya harus ngidek-idek, menginjak-injak tubuh ayah seperti memijat untuk menghilangkan pegal linu karena capai. Di antara dongeng-dongeng yang dikisahkan ayah, memang Pak Banjir lah yang paling menarik.

Ketika saya di SD dan sudah lancar membaca, saya pernah membaca buku Pak Banjir  terbitan Balai Pustaka kalau tidak salah. Sampai kini cerita Pak Banjir ini masih bisa saya ceritakan kembali. Melalui beberapa media saya mencoba memperkenalkan dan mempopulerkan tokoh Pak Banjir. Saya buat versi drama dan saya pentaskan beberapa kali. 

Ternyata di "zaman now" ketika teknologi informasi makin canggih saya dibantu Mbah Google dapat melacak Pak Banjir ini. Memang agak susah dan sedikit di dapat informasi. Beberapa mahasiswa Sastra Nusantara menyusun skripsi berdasarkan kajian tentang Pak Banjir ini. Misal, Nur Yahya dari Unriyo Yogyakarta, Hanifah Sari, Sastra Nusantara UGM.

Ada dua buku tentang Pak Banjir. Judul Pak Banjir yang Bertaubat, penulisnya Dhanu Priyo Prabowo berupa cerita anak dalam dua edisi bahasa Indonesia dan Inggris. Buku Pak Banjir yang Mujur terbitan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, merupakan bacaan untuk anak SD diceritakan oleh Yeni Mulyani.

Pak Banjir yang Mujur semula berupa cerita lisan berbahasa Jawa dari daerah Yogyakarta, susunan R.F. Bastian berjudul Carita Ginuritaken yang diterbitkan oleh penerbit G.C.T. van Dorp & Co, Semarang pada tahun 1873. Cerita ini digubah dalam bentuk syair. Selanjutnya, Carita Ginuritaken itu ditransliterasikan dan diterjemahkan oleh Drs. Siamet Riyadi serta diterbitkan oleh Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1991.

Masih ada lagi informasi tentang Pak Banjir. Ada  naskah Kaki Banjir di Perpustakaan Museum Dewantara Kirti Griya, Serat Pak Banjir Perpustakaan Senobudoyo dan cerita lisan yang dibukukan dalam buku cerita rakyat Pertobatan Seorang Pemalas di Perpustakaan Balai Bahasa Yogyakarta.

Namun, saya tetap berpegang pada pendapat  James Dananjaya  pakar folkslore Indonesia. Pak Banjir termasuk dalam cerita jenaka Banyumas. Di berbagai pelosok tanah air banyak terdapat cerita jenaka. Yang paling terkenal adalah si Kabayan, dari tanah Pasundan yang sudah menasional berkat Kang Ibing dan Didi Petet yang memerankan si Kabayan da- lam film. 

Di Sumatra Barat, pada sastra klasik Melayu, kita kenal Lebai Malang, Pak Pandir, Pak Kaduk, si Luncai dan Hikayat Meudehuak dari Aceh. Di mancanegara yang kita kenal adalah Don Qisot dari Spanyol dan Baron Mounchesen dari Jerman, Nasruddin Hoja (Turki) Mat Jenin (Hindu) dan paling populer di Indonesia Abu Nawas (Parsi)

Kembali ke Pak Banjir, nama Pak Banjir pernah  dijadikan nama tokoh saya dalam kolom di harian lokal Radar Banyumas. Juga  menjadi nama diri ketika   saya menjadi penyiar radio swasta serta nama samaran ketika saya menulis untuk Kompasiana. Pokoknya segala cara saya lakukan untuk memperkenalkan dan memopulerkan Pak Banjir, dua kali saya pentaskan diatas panggung kesenian dalam bentuk teater tradsional termasuk sudah saya jadikan skenario film, tinggal dieksekusi.

Jadi intinya, Pak Banjir  yang karakternya sama dengan si Kabayan kok tidak kunjung dikenal oleh masyarakat luas. Ironisnya warga Banyumas justru kurang mengetahuinya. Oleh karena itu saya sangat antusias untuk meracik Pak Banjir. Dengan mengacu pada sinopsis asli  saya ciptakan nama-nama tokoh pembantu hasil imajinasi saya. Secara khusus saya ramu dengan penggunaan bahasa lokal yaitu bahasa Banyumas, sebagai ciri saya sebagai wong Banyumas yang menggunakan bahasa ngapak. Untuk pembaca di luar kultur Banyumas, saya sediakan leksikon atau kamusnya.

Untuk lebih menyebarluaskan cerita jenaka Pak Banjir untuk diketahui khalayak ramai, khususnya masyarakat Banyumas Wong Penginyongan di mana pun berada, maka setelah artikel ini ditayangkan, saya susul dengan mengunggah cerita jenaka Pak Banjir dari Banyumas (James Dananjaya) dalam seri yang terbagi dalam enam episoda. Ben wong Banyumas ngerti ana cerita jenaka Pak Banjir, aja nganti kalah karo Si Kabayan neng Tanah Pasundan. Semoga Anda tertarik dan selamat membaca.  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun