Mohon tunggu...
Saepullah
Saepullah Mohon Tunggu... Guru - Aku adalah manusia pembelajar, berusaha belajar dan juga berbagi info yang baik untuk perbaikan diri selaku manusia. Melihat info yang kubagikan bisa melalui: https://www.ceritasae.blogspot.com https://www.kompasiana.com/saepullahabuzaza https://www.twitter.com/543full https://www.instagram.com/543full https://www.youtube.com/channel/UCQ2kugoiBozYdvxVK5-7m3w menghubungi aku bisa via email: saeitu543@yahoo.com

Aku adalah manusia pembelajar, berusaha belajar dan juga berbagi info yang baik untuk perbaikan diri selaku manusia. Melihat info yang kubagikan bisa melalui: https://www.ceritasae.blogspot.com https://www.kompasiana.com/saepullahabuzaza https://www.twitter.com/543full https://www.instagram.com/543full https://www.youtube.com/channel/UCQ2kugoiBozYdvxVK5-7m3w menghubungi aku bisa via email: saeitu543@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Bangkit (2016): Ketika CGI Pertama di Indonesia Membawa Kita ke Tengah Bencana

24 November 2024   11:30 Diperbarui: 24 November 2024   11:41 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta, kota penuh hiruk-pikuk yang tidak pernah tidur, selalu punya cerita. Namun, apa jadinya jika kisah kota ini berubah menjadi mimpi buruk akibat banjir dahsyat yang melumpuhkan segalanya? Bangkit (2016), sebuah film garapan Rako Prijanto, berani menjawab pertanyaan tersebut dengan pendekatan yang belum pernah ada sebelumnya di perfilman Indonesia: penggunaan CGI (Computer-Generated Imagery) untuk menghadirkan skenario bencana yang epik.

Film ini bukan hanya tentang banjir, tetapi juga tentang bagaimana manusia menghadapi krisis: antara tanggung jawab dan keluarga, antara ego dan pengorbanan, antara harapan dan kenyataan. Sebagai film bencana pertama yang menggunakan CGI di Indonesia, Bangkit membuka pintu baru untuk kreativitas di dunia sinema kita. Namun, apakah ia mampu memenuhi ekspektasi?

Jakarta Tenggelam: Bencana yang Dekat dengan Kita

Bagi penonton Indonesia, cerita Bangkit terasa sangat akrab. Banjir bukanlah sesuatu yang asing. Hujan deras yang mengguyur Jakarta selama berhari-hari menjadi pembuka film ini, membawa kita langsung ke tengah krisis. Dalam situasi ini, kita diperkenalkan pada Aditya Bayu (diperankan oleh Vino G. Bastian), seorang anggota Basarnas yang sehari-harinya sudah terbiasa menyelamatkan nyawa.

Namun, kali ini berbeda. Ketika hujan yang tak kunjung berhenti mengancam untuk meruntuhkan tanggul utama Jakarta, Aditya dihadapkan pada pilihan sulit: menjalankan tugas menyelamatkan ribuan nyawa atau melindungi keluarganya sendiri, yang juga terjebak dalam bahaya.

Konflik ini menjadi inti cerita Bangkit, di mana ketegangan personal dan bencana skala besar berpadu menjadi satu. Di sisi lain, ada Arifin (Deva Mahenra), seorang ahli meteorologi yang berjuang menyampaikan peringatan tentang potensi bahaya yang lebih besar, meski sering diabaikan. Sementara itu, istri Aditya, Denanda (Acha Septriasa), mencoba bertahan bersama anak-anak mereka di tengah kekacauan kota yang hampir tenggelam.

Poster Bangkit (dok.CGV) 
Poster Bangkit (dok.CGV) 


CGI: Berani Bermimpi di Industri Film Lokal

Bicara soal CGI, Bangkit adalah pionir di Indonesia. Inilah film pertama yang berani membawa teknologi ini ke level yang lebih serius. Adegan banjir, runtuhnya gedung, dan kepanikan massal dibuat dengan efek visual yang cukup memukau untuk ukuran film lokal.

Momen paling mendebarkan adalah ketika tanggul utama mulai retak dan akhirnya runtuh. Adegan ini memperlihatkan air yang meluap deras, menyapu segala sesuatu di jalurnya, lengkap dengan kehancuran yang terasa nyata. Anda bisa merasakan ketegangan yang sama seperti film-film bencana Hollywood, meskipun dengan beberapa keterbatasan teknis.

Ya, CGI dalam Bangkit memang belum sempurna. Beberapa adegan masih terlihat kasar jika dibandingkan dengan standar internasional. Namun, keberanian untuk menggunakan teknologi ini dalam film lokal adalah langkah besar yang patut diapresiasi.

Menghidupkan Emosi di Tengah Kekacauan

Di balik megahnya visualisasi bencana, Bangkit tetaplah sebuah drama yang menyentuh hati. Hubungan antara Aditya dan keluarganya menjadi inti emosional yang membuat kita terhubung dengan cerita.

Vino G. Bastian membawa Aditya menjadi karakter yang hidup, seorang pria yang terjebak antara tugas dan cinta pada keluarganya. Di sisi lain, Acha Septriasa menunjukkan kekuatan seorang ibu yang berjuang untuk tetap tenang di tengah kepanikan. Penampilan mereka membuat film ini lebih dari sekadar tontonan aksi---ia menjadi sebuah refleksi tentang kemanusiaan.

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa ceritanya masih terkesan klise. Konflik antara tugas dan keluarga adalah tema yang sudah sering diangkat, sehingga alurnya terasa mudah ditebak. Beberapa dialog pun terdengar kaku, kurang emosional, dan kadang terlalu formal untuk situasi genting yang sedang digambarkan.

Meski demikian, film ini tetap memiliki banyak momen emosional yang kuat. Salah satunya adalah ketika Aditya harus menghadapi rasa bersalah karena tidak bisa sepenuhnya melindungi keluarganya. Dilema ini digarap dengan baik, membuat penonton ikut terhanyut dalam perjuangan tokoh utamanya.

Pesan yang Tak Lekang oleh Waktu

Lebih dari sekadar hiburan, Bangkit menyampaikan pesan penting yang sangat relevan bagi masyarakat Indonesia. Sebagai negara yang kerap dilanda bencana alam, kita diingatkan tentang pentingnya kesiapsiagaan dan solidaritas. Film ini menggarisbawahi bagaimana infrastruktur yang kuat, kerja sama antara masyarakat dan pemerintah, serta kesadaran akan bahaya bisa menjadi kunci untuk bertahan dalam situasi darurat.

Di sisi lain, Bangkit juga menyoroti perjuangan individu, khususnya para petugas penyelamat yang seringkali harus mengorbankan kebahagiaan pribadi demi tugas mereka. Lewat karakter Aditya, penonton diajak untuk memahami beban moral yang harus ditanggung oleh para pahlawan tanpa tanda jasa ini.

Tonggak Baru bagi Film Indonesia

Sebagai film bencana pertama dengan CGI di Indonesia, Bangkit adalah sebuah langkah besar. Visual yang berani, akting yang kuat, dan pesan yang relevan membuatnya menjadi karya yang patut diapresiasi.

Namun, seperti langkah pertama lainnya, film ini tentu tidak sempurna. CGI yang kadang terlihat kasar, dialog yang kurang alami, serta alur cerita yang terasa familiar adalah beberapa kelemahan yang dapat diperbaiki di masa depan.

Meskipun begitu, Bangkit tetap berhasil menyampaikan apa yang ingin disampaikannya: sebuah cerita tentang ketangguhan manusia di tengah bencana. Film ini adalah pengingat bahwa kita, sebagai bangsa, harus selalu siap menghadapi tantangan, baik itu dari alam maupun dari diri kita sendiri.

Film Bangkit, sebagai CGI pertama di Indonesia tentu tidak sempurna. Namun sebagai langkah awal dalam perfilman Indonesia yang menarik. Film ini juga sudah berhasil menggugah emosi dan memberikan pesan kuat.

Sebagai film yang bermodal cukup besar, Film ini perlu diapresiasi sebagai karya anak bangsa yang berani bermimpi besar!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun