Mohon tunggu...
Saepul Alam
Saepul Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hidup hanya sekali, Jangan menua tanpa karya dan Inspirasi !!!

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Serangan Penjajah Israel dibalik Topeng Misi Bertahan

30 Mei 2024   10:06 Diperbarui: 30 Mei 2024   10:11 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan pengeboman yang dilakukan penjajah Israel terhadap pemukiman warga palestina di Gaza (sumber gambar: Getty Images/Anadolu)

Konflik antara Israel dan Palestina adalah salah satu konflik terpanjang dan paling kompleks dalam sejarah modern. Banyak pihak khusnya Amerika Serikat dan sekutunya melihat tindakan Israel sebagai upaya pertahanan dari ancaman eksternal. Namun, ketika kita menggali lebih dalam, kita menemukan bahwa banyak tindakan Israel bisa dilihat sebagai bagian dari strategi penjajahan yang disamarkan sebagai misi bertahan.

Taktik perang Israel terhadap Hamas sebenarnya adalah perpanjangan dari penjajahan yang telah berlangsung lama. Strategi bertahan yang mereka gunakan hanyalah kedok untuk terus mencaplok wilayah dan mengusir warga Palestina dari tanah mereka, secara bertahap. Serangkaian serangan yang menghancurkan baik fisik maupun mental, serta berbagai bentuk kekerasan kemanusiaan yang dilakukan dengan brutal terhadap rakyat Palestina, jelas menunjukkan perilaku Israel sebagai penjajah.

Serangan-serangan ke pemukiman dan fasilitas sipil tersebut dilakukan oleh pasukan militer IDF (Israel Defence Force) yang dilengkapi dengan persenjataan super canggih, berhadapan dengan kelompok Hamas yang bisa dibilang hanya Ormas. Sungguh perang yang sesungguhnya tidak berimbang (asymmetric war). Selama ini, Israel selalu berdalih bahwa serangan-serangannya ke wilayah Gaza adalah bentuk mempertahankan diri (self-defence).

Seperti yang tercantum dalam slogan di situs web mereka "Defense is our mission, security is our goal". Namun, melihat masifnya jumlah kematian yang menyentuh angka 36.000 lebih warga sipil termasuk wanita dan anak-anak serta kerugian penghancuran berbagai fasilitas di sisi Palestina menimbulkan pertanyaan, gaya atau strategi perang seperti apa yang selama ini dipertontonkan oleh Israel? Apakah itu hanya tindakan taktikal-insidental di medan perang atau memang adalah strategi IDF yang sudah direncanakan sebelumnya? Mari kita cek gaya dan pola IDF selama ini berdasarkan data dan konsep untuk menjawab pertanyaan seberapa defence-kah IDF selama ini?

Secara umum, konsep strategi perang dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu strategi bertahan (defence) dan strategi menyerang (offence). Menurut Carl Von Clausewitz, dalam bukunya yang berjudul "On war" menyatakan konsep bertahan adalah: "the parriying of a blow. What is its characteristic feature? Awaiting the blow. It is this feature that turns any action into a defensive one: it is only test by which defence can be distinguished from attact in war a battle is defensive if we await the attact await, that is, the appearance of the enemy in front of our lines and within range. A campaign is defensive if we wait for our theater of operations to be invaded."

Artinya: Menangkis pukulan. Apa ciri khasnya? Menunggu pukulan. Ciri inilah yang mengubah tindakan apa pun menjadi tindakan defensif: hanya dengan tes inilah pertahanan dapat dibedakan dari serangan dalam perang. Sebuah pertempuran bersifat defensif jika kita menunggu serangan yang ditunggu, yaitu munculnya musuh di depan garis kita dan dalam jangkauan. Sebuah kampanye bersifat defensif jika kita menunggu wilayah operasi kita diserang.

Berdasarkan konsep ini, dapat diidentifikasi bahwa strategi defensif memiliki beberapa ide dasar, antara lain: bersifat pasif, bukan aktif. Kapan waktu untuk menunggu? Saat serangan musuh muncul di depan garis pertahanan. Di mana lokasi untuk menunggu? Ketika musuh berada dalam jarak jangkauan. Di mana jarak jangkauannya? Di dalam wilayah operasinya sendiri saat diserang. Apa tujuan dari bertahan? Untuk proteksi atau melindungi, bukan untuk menaklukkan.

Ide dasar strategi defensif ini memang telah berkembang, namun tetap berbeda jauh dari apa yang dipraktikkan oleh IDF selama ini, meskipun Israel berulang kali menegaskan bahwa postur militernya adalah defensif. Dalam situs resminya, IDF menyatakan bahwa tujuannya adalah melindungi eksistensi negara Israel, kemerdekaannya, serta keamanan warganya dan penduduknya. Misi ini menunjukkan bahwa wilayah operasionalnya berada di wilayah mereka sendiri, yaitu tempat tinggal warganya atau lokasi yang masih dalam jangkauan mereka. Tujuan utama dari strategi defensif adalah melindungi wilayah sendiri.

Fakta dan bukti menunjukkan hal sebaliknya gaya IDF selama ini jelas bukan defensif, melainkan ofensif (menyerang). Ironi utamanya terlihat pada manuver IDF yang lebih menunjukkan sikap agresif aktif dengan menyerang warga sipil Palestina berulang kali selama beberapa dekade. Israel secara terang-terangan menunjukkan bahwa IDF melakukan serangan keluar dari wilayah operasinya, melampaui jarak jangkauannya sendiri, dengan tujuan melumpuhkan Palestina sepenuhnya. Pola ini bukan hanya terjadi kali ini saja, tetapi juga dalam serangan-serangan sebelumnya ke Gaza, Tepi Barat, dan Ramallah. Bagaimana mungkin disebut defensif jika statistik di berbagai media menunjukkan bahwa korban jiwa dan kerusakan justru lebih banyak di pihak sipil Palestina? Tujuan utama strategi ofensif ini adalah menaklukkan musuh, itulah yang dilakukan IDF dengan memasuki wilayah Gaza dan menghancurkan segala yang ada di dalamnya.

Gaya ofensif Israel ini bukanlah hal baru. Bukti dari wawancara lama para prajurit IDF menunjukkan bahwa label "defensif" Israel sebenarnya hanya kedok. Ini hanyalah lip service yang menyebut diri defensif, tetapi bertindak ofensif, kata Muhammad Ali Khalidi, yang menemukan kontradiksi antara dokumen resmi IDF dan pengakuan prajuritnya sendiri di lapangan "Soldiers Testimonies: Breaking the Silence." Pernyataan tegas dan gamblang dari seorang komandan militer IDF pernah difilmkan oleh televisi Israel, di mana ia menginstruksikan tentaranya untuk tidak perlu berpikir panjang saat menghadapi warga Palestina.

"I want aggression! If we suspect a building, we take down this building! If there's a suspect in one of the floors of that building, we shell it. No second thoughts. If it's either them or us, let it be them. No second thoughts. If someone approaches us, unarmed, and keeps coming despite our warning shot in the air, he's dead. No one has second thoughts. Let errors take their lives, not ours"

Artinya: "Saya ingin agresi! Jika kita mencurigai sebuah gedung, kita runtuhkan gedung itu! Jika ada yang dicurigai di salah satu lantai gedung itu, kita tembaki. Tidak ada pikiran kedua. Jika itu adalah mereka atau kita, biarkan mereka. Tidak ada pikiran kedua. Jika seseorang mendekati kita, tidak bersenjata, dan terus datang meskipun kita telah memberikan tembakan peringatan di udara, dia akan mati. Tidak ada yang berpikir dua kali. Biarkan kesalahan yang merenggut nyawa mereka, bukan nyawa kita."

Maka tak mengherankan jika penjajah Israel dengan kejinya membantai warga palestina di jalanan, camp-camp pengungsian dengan menjatuhkan berbagai bom. Seperti peristiwa tragis yang terbaru dengan menggunakan jet tempur penjajah Israel menjatuhkan tujuh bom seberat hampir 1 ton atau 2.000 pon serta rudal di kamp pengungsian di kamp darurat di Rafah, menyebabkan kebakaran yang menghanguskan sekitar 14 tenda 45 orang tewas dalam serangan itu. Sebanyak 249 orang lainnya luka parah.

Ironi ini juga bertentangan dengan janji Human Dignity yang tercantum di situs resmi IDF. "The IDF and its soldiers are obligated to preserve human dignity. All human beings are of inherent value regardless of race, faith, nationality, gender or status.". yang artinya: ("IDF dan para prajuritnya berkewajiban untuk menjaga martabat manusia. Semua manusia memiliki nilai yang melekat tanpa memandang ras, keyakinan, kebangsaan, jenis kelamin, atau status.") Semangat IDF memuat pedoman bagi prajuritnya untuk menggunakan senjata dan kekuatan mereka hanya untuk mencapai tujuan misi, sejauh yang diperlukan, dan untuk menjaga kemanusiaan bahkan selama pertempuran. Tentara IDF tidak akan menggunakan senjata dan kekuatan mereka untuk menyakiti warga sipil atau tawanan perang, dan akan berusaha sekuat tenaga untuk menghindari kerugian jiwa, tubuh, martabat, dan harta benda.

Namun, semua itu hanyalah pernyataan yang tertera di dokumen. Kenyataannya, komandan IDF memberikan instruksi kepada pasukannya untuk mengeksekusi siapa pun yang mereka lihat, bahkan jika itu hanya seorang anak kecil yang memegang batu, atau seorang gadis kecil yang memegang gunting, para prajurit diperintahkan untuk menembaknya. "You see something and you're not quite sure? You shoot we were generally instructed: if you feel threatened, shoot. They kept repeating to us that this is war and in war opening fire is not restricted." Mereka tak ragu menembak non-kombatan, tak heran jika korban anak-anak adalah pemandangan biasa di Palestina.

Pengakuan pelanggaran IDF itu dulu pernah disampaikan sendiri oleh wakil kepala staf IDF, Mayjen Yair Golan saat memberikan pidato pada Hari Peringatan Holocaust. Dia melihat kesamaan antara Nazi Jerman pada tahun 1930-an (yang melakukan gesida atau pembunuhan massal kaum Yahudi) dengan tentara Israel saat ini dalam hal "Signs of intolerance and violence" Jadi, kendati para petinggi IDF, para pembela Zionisme terus saja mengelak, berapologi, dan menutupinya, namun sesungguhnya dunia sudah bisa melihat dan menilai dengan mata kepala sendiri.

 "There is no flag large enough to cover the shame of killing innocent people."

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun