Mohon tunggu...
Saepul Alam
Saepul Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Geopolitics, Democracy, Activism, Politics, Law, and Social Culture.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Pasivitas PBB dan OKI dalam Merespons Konflik Palestina dan Israel

13 Maret 2024   14:27 Diperbarui: 13 Maret 2024   14:28 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sidang Umum PBB membahas terkait Agresi Israel ke Palestina. (sumber gambar: Kementrian Luar Negeri RI)

Sayangnya, kenyataan yang terjadi menunjukkan hal yang berbeda. Terdapat dominasi oligarki politik secara global di dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Skala konflik di Palestina dianggap sebagai situasi yang spesial dan kompleks. 

Meskipun agresi dari pihak Israel terus terjadi setiap harinya, dunia hanya menjadi penonton tanpa memberikan tindakan nyata untuk menghentikan dan menghukum Israel. Sepertinya kolonialisme yang berlangsung di tanah Palestina telah diciptakan dan dipertahankan demi kepentingan politik global dari kekuatan besar di kawasan tersebut.

Tanpa bermaksud meremehkan signifikansi bantuan kemanusiaan yang diberikan kepada warga Palestina, tampaknya bantuan tersebut memberikan makna tambahan bahwa dukungan dan bantuan global untuk Palestina terlihat lebih berfokus pada memperkuat kekuatan psikologis mereka menghadapi tekanan, penjajahan, penindasan, agresi, dan serangan dari pihak Israel. 

Sementara itu, dunia seolah membiarkan panggung dramatis pembantaian di Palestina terus berlangsung, sambil memberikan dua bentuk dukungan kepada kedua belah pihak yang terlibat dalam konflik tersebut.

Dukungan logistik kemanusiaan diberikan kepada pihak yang kurang berdaya untuk memungkinkan mereka bertahan menghadapi serangan, sementara bentuk dukungan lainnya diberikan kepada pihak yang lebih kuat agar mereka dapat terus melancarkan serangan. Dunia hanya menjadi penonton. Jika situasi ini diinginkan, maka satu-satunya harapan yang tersisa adalah evakuasi warga Gaza. Palestina akan ditinggalkan, dan penduduknya akan dibiarkan untuk bertahan dan berjuang sendirian.

Pemandangan yang terjadi di masyarakat Gaza Palestina sangat menggetarkan hati kemanusiaan. Demonstrasi Free Palestine terjadi di berbagai negara, melibatkan wilayah Asia, Eropa, dan Amerika. Banyak tokoh publik dunia juga mengungkapkan keprihatinan dan dukungannya terhadap rakyat Palestina melalui platform sosial media. 

Gerakan dukungan ini berlangsung hampir setiap minggu, dengan gelombang dukungan terus mengalir dari minggu ke minggu. Tekanan semakin meningkat hingga mencapai Sidang Umum PBB yang menghasilkan resolusi gencatan senjata. Namun sayangnya, Israel tetap tidak tertarik untuk menghentikan operasi pembantaian di wilayah Gaza yang terisolasi.

Namun yang lebih menyedihkan adalah ketidakresponsifnya negara-negara Islam yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan Liga Arab terhadap situasi di Jalur Gaza. 

Dunia Muslim bertanya-tanya, apa langkah yang diambil oleh negara-negara Arab dan OKI untuk menghentikan operasi militer Israel. Tak satupun negara Muslim yang mengirimkan pasukan dan armadanya ke wilayah dekat Palestina, setidaknya untuk bersiap-siap dan memberikan tekanan terhadap Israel agar menghentikan serangannya di Jalur Gaza. Sebaliknya, beberapa negara non-Muslim seperti Jerman, AS, Rusia, Inggris, dan China justru menggerakkan kekuatan militernya mendekati wilayah konflik.

Haruskah derita di tanah Palestina, khususnya di wilayah Baitul Maqdis, dikaitkan dengan kepentingan nasional masing-masing negara anggota OKI? Ataukah keamanan rakyat Palestina dan tanahnya tidak dianggap sebagai bagian dari kepentingan nasional negara-negara Muslim? Apakah para pemimpin negara-negara Muslim akan memberikan respons yang tegas dan menunjukkan kekuatan mereka hanya ketika Masjidil Aqsha menjadi sasaran tembakan rudal Israel? Seharusnya OKI, yang terbentuk pada tahun 1969 sebagai respons terhadap pembakaran Masjidil Aqsha oleh kelompok zionis, menunjukkan kepedulian terhadap situasi tersebut.

Organisasi Kerjasama Islam (OKI) didirikan pada tanggal 25 September 1969 di Rabat, Maroko, sebagai tanggapan terhadap peristiwa pembakaran Masjid Al-Aqsha oleh Israel pada tanggal 21 Agustus 1969. Kejadian tersebut memicu kemarahan dan kekhawatiran di kalangan umat Islam dan negara-negara Arab. Meskipun demikian, seiring berjalannya waktu, OKI justru mengembangkan tujuan yang lebih luas, melibatkan kerja sama dan solidaritas di antara negara-negara anggota dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Selain itu, OKI juga berkomitmen untuk menghormati Piagam PBB dan hak asasi manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun