Mohon tunggu...
Saepul Alam
Saepul Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hidup hanya sekali, Jangan menua tanpa karya dan Inspirasi !!!

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perbandingan Pengaturan Sumpah dan Keterangan Palsu di Indonesia dan Amerika Serikat

4 Februari 2024   19:52 Diperbarui: 7 Februari 2024   05:27 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh Pengambilan Sumpah di Pengadilan (sumber gambar: Artikel LHK)

Pengaturan sumpah dan keterangan palsu adalah masalah hukum yang penting di Indonesia dan Amerika Serikat. Meskipun ada perbedaan dalam cara kedua negara mengatasi masalah ini, tujuan akhirnya adalah untuk menjaga integritas sistem peradilan dan kejujuran dalam memberikan keterangan.

Di Indonesia, pengaturan sumpah diatur dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Seseorang yang memberikan sumpah palsu dapat dikenai hukuman penjara maksimal 6 tahun. Selain itu, saksi yang memberikan keterangan palsu juga dapat dihukum dengan penjara maksimal 5 tahun dan denda. Tujuan hukuman ini adalah untuk mencegah orang-orang memberikan keterangan palsu yang dapat merusak keadilan.

Di Amerika Serikat, pengaturan sumpah dan keterangan palsu diatur berdasarkan hukum federal dan hukum negara bagian. Hukuman untuk memberikan keterangan palsu dapat bervariasi tergantung pada tingkat pelanggaran hukum dan yurisdiksi. Di beberapa negara bagian, memberikan keterangan palsu dalam sidang pengadilan dapat dianggap sebagai kejahatan serius yang dapat dihukum dengan penjara bertahun-tahun.

Namun, ada perbedaan dalam pendekatan kedua negara dalam mengatasi masalah ini. Di Indonesia, sistem peradilan lebih berfokus pada memperoleh kebenaran dan menegakkan keadilan. Oleh karena itu, saksi dan pihak yang memberikan sumpah harus memberikan keterangan yang sebenar-benarnya. Di Amerika Serikat, sistem peradilan lebih berfokus pada proses hukum yang adil, yang memungkinkan pihak yang bersangkutan untuk membela diri dan mengajukan bukti yang mendukung klaim mereka.

Selain itu, perbedaan lainnya adalah dalam hal bukti yang diperlukan untuk membuktikan keterangan palsu. Di Indonesia, seseorang dapat dinyatakan bersalah memberikan keterangan palsu jika ada bukti yang cukup untuk mendukung tuduhan tersebut. Di Amerika Serikat, pihak yang menuduh harus membuktikan bahwa saksi atau pihak yang memberikan keterangan palsu dengan sengaja membuat pernyataan palsu dengan niat untuk menyesatkan pengadilan.

Contoh kasus di Indonesia

Dalam contoh kasus ini, terdakwa memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang pidana secara daring menggunakan aplikasi Zoom. Sidang berlangsung di ruang sidang daring Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang terhubung dengan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang terbuka untuk umum. Sebelum memberikan keterangan, terdakwa diambil sumpahnya oleh majelis hakim.

Pada proses pemeriksaan saksi, pertanyaan dari Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum berkisar pada peristiwa penganiayaan yang terdakwa alami sebagai korban oleh AW, sesuai dengan surat dakwaan. Pada akhir pemeriksaan saksi, terdakwa menyatakan bahwa dalang pemukulan terhadapnya adalah NM, yang ternyata bertentangan dengan fakta bahwa saksi NM tidak pernah terlibat dalam pemukulan dan sudah dibuktikan di pengadilan.

Namun, setelah itu, ditemukan video berdurasi 44 detik yang dijadikan alat bukti oleh penyidik. Terdakwa membantah pernyataannya yang menyebut NM sebagai dalang pemukulan, mengklaim bahwa ia hanya menduga ada dalangnya saat persidangan. Terdakwa tetap pada bantahannya meskipun saksi bersikeras pada kesaksiannya.

Penting dicatat bahwa keterangan dari saksi tidak selalu akurat, dan beberapa mungkin menambahkan unsur kebohongan atau memberikan keterangan palsu. Ironisnya, kesaksian yang diberikan adalah pernyataan di bawah sumpah, yang berarti saksi bersedia berbohong meskipun telah bersumpah. Pada kasus seperti ini, pemberian keterangan palsu di bawah sumpah dapat dikenai hukuman sesuai dengan Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal tersebut memberikan hukuman penjara maksimal tujuh tahun untuk pelaku yang dengan sengaja memberikan keterangan palsu di bawah sumpah, dan jika perbuatannya merugikan terdakwa atau tersangka dalam perkara pidana, hukumannya dapat mencapai sembilan tahun penjara.

Contoh kasus di Amerika Serikat

  • Kasus Marilyn Mosby

Marilyn Mosby, Jaksa Penuntut Umum Baltimore, dihadapkan pada dakwaan karena diduga bersumpah palsu untuk mengakses dana pensiun dan memberikan pernyataan palsu terkait aplikasi pinjaman untuk membeli dua rumah liburan di Florida. Pada tahun 2020, Mosby mengajukan dua permintaan penarikan sekitar $90.000 dari rekening pensiunnya, dengan alasan kesulitan keuangan akibat pandemi. Namun, dakwaan menyatakan bahwa pada saat itu, Mosby bekerja penuh waktu dan memiliki pendapatan hampir $250.000 per tahun. Selain itu, Mosby dihadapkan pada tuduhan membuat pernyataan palsu dalam aplikasi pinjaman untuk kedua rumah tersebut. Dakwaan juga menunjukkan bahwa Mosby tidak mengungkapkan masalah pajaknya dalam perjanjian sewa rumah liburan, yang diyakini dapat mempengaruhi tingkat bunga hipoteknya. Akibatnya, Mosby menghadapi hukuman potensial hingga lima tahun penjara untuk tuduhan sumpah palsu dan 30 tahun penjara untuk tuduhan membuat aplikasi pinjaman palsu.

  • Kasus Alex Jones

Pada 5 Agustus 2022, di Texas, Alex Jones, seorang ahli teori konspirasi, diduga memberikan kesaksian palsu dalam kasus pencemaran nama baik yang diajukan oleh orang tua korban penembakan massal Sandy Hook pada 2012. Jones awalnya digugat karena menyatakan bahwa penembakan tersebut adalah tipuan. Selama persidangan, hakim mencela Jones karena tidak memberikan kesaksian yang sebenarnya tentang keuangan dan kurang patuh terhadap permintaan dokumen. Jones juga terbukti berbohong tentang pengiriman pesan terkait penembakan Sandy Hook. Akibatnya, hakim memerintahkan Jones membayar ganti rugi sebesar $4,1 juta dan $20,5 juta kepada orang tua korban, sebagai kompensasi atas penderitaan mental. Kasus ini tidak diperpanjang karena kedua belah pihak sepakat untuk menerima permintaan maaf dari Jones dan ganti rugi yang telah ditetapkan.

Dalam rangka menjaga integritas sistem peradilan, baik Indonesia maupun Amerika Serikat memiliki hukuman yang tegas bagi mereka yang terlibat dalam pengaturan sumpah dan memberikan keterangan palsu. Meskipun ada perbedaan dalam pendekatan hukum, tujuan akhirnya adalah sama, yaitu menjaga kejujuran dalam sistem peradilan dan memastikan bahwa keadilan diberikan kepada semua pihak yang terlibat dalam proses hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun