Komponen terakhir adalah Fathanah, yang mengacu pada konsep kecerdasan dalam kepemimpinan profetik. Seorang pemimpin harus senantiasa cerdas agar mampu menyelesaikan persoalan dalam menjalankan kepemimpinan. Allah berfirman dalam Q.S Al An'am ayat 83:
"Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui."
Kepemimpinan Prophetik memiliki ciri otentik yang dijunjung tinggi yakni shidik, amanah, tabligh dan fathonah. Dari kesemua ciri otentik tersebut, maka kepemimpinan prophetik mampu menjawab tantangan di setiap zamannya. Seperti halnya yang telah dicontohkan Rasullah pada zamannya, yang mana beliau mampu diterima oleh umatnya karena beliau mampu beradaptasi dengan kondisi yang ada pada waktu itu.
Inilah bentuk kepemimpinan yang dibutuhkan dalam menghadapi problematika perkembangan zaman yang terjadi di era disrupsi ini. Nilai dasar shidiq, amanah, tabligh dan fhathanah merupakan nilai yang mutlak dalam menjalankan kepemimpinan. Model kepemimpinan inilah yang telah dicontohkan oleh Rasullah untuk memimpin organisasi yang dinamakan pemerintahanan di madinah. Secara mendalam dapat kita lihat bahwasanya kepemimpinan prophetik ini sangat cocok untuk di implementasikan dimanapun guna mampu menjawab perkembangan zaman di era disrupsi.
Asas Resiprositas sebagai penunjang kepemimpinan prophetik dalam menjawab perkembangan zaman di era disrupsi teknologi
Kepemimpinan tidak hanya terkait dengan posisi ketua atau pemimpin semata, tetapi seharusnya dimiliki oleh setiap individu yang terlibat, baik sebagai bawahan maupun atasan. Asas resiprositas atau hubungan timbal balik memiliki peran penting dalam dinamika kepemimpinan. Asas resiprositas menciptakan hubungan saling menguntungkan antara individu-individu atau negara-negara, dan konsep ini sering dihubungkan dengan Ekstradiksi Hukum Pidana Internasional.
Dalam konteks kepemimpinan, Asas resiprositas menjadi landasan berpikir yang esensial, sementara resiprositas sendiri mencerminkan interaksi timbal balik. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus memiliki pemahaman yang kuat tentang hubungan timbal balik antara dirinya dan yang dipimpin, sesuai dengan tugas yang diemban dalam kerangka konstitusi. Asas resiprositas perlu diintegrasikan dengan kepemimpinan untuk memengaruhi individu yang bekerja sama. Dengan menjunjung tinggi Asas resiprositas dalam kepemimpinan, keselarasan dapat tercipta.
Adanya hubungan yang positif antara pemimpin dan yang dipimpin, dengan saling mempengaruhi dalam hal kebenaran, mendorong perubahan positif dalam etos kerja menuju kemajuan. Oleh karena itu, kepemimpinan prophetik harus mematuhi prinsip Asas resiprositas dalam menjalankan tugasnya. Dengan semua orang menjalin hubungan baik dan mempengaruhi satu sama lain, maka penyelesaian masalah, termasuk tantangan perkembangan era disrupsi, dapat tercapai secara harmonis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H