Tambang-tambang baik legal maupun ilegal tidak mampu dibereskan oleh pemerintah. Kekayaan alam mengalir ke luar tetapi pendapatan negara hanya sedikit dari tambang-tambang itu.
Mengerikan! Gus Imin mengingatkan ancaman kiamat, yang maksudnya adalah bencana ekologis karena kebijakan yang ugal-ugalan tadi. Sayangnya ditanggapi Gibran sebagai upaya menakut-nakuti rakyat.
Cak Imin juga menghantamkan slepetnya terhadap food estate yang gagal. Anggaran negara dikucurkan secara besar-besaran untuk membiayai program ambisius tetapi tidak membuahkan hasil.
Slepet Cak Imin juga mengarah kepada orang tertentu di pemerintahan yang diberi penguasaan lahan sampai 500 ribu hektare, sementara petani gurem meningkat signifikan di 10 tahun terakhir.
"Ini artinya 16 juta rumah tangga petani hanya memiliki tanah setengah hektar sementara ada seseorang memiliki tanah 500 ribu hektare sebagai kekuasaan negara yang diberikan kepadanya," tegas Cak Imin.
Andaikata food estate dan penguasaan lahan yang sangat besar itu dialihkan ke para petani dalam bentuk investasi lahan dan pupuk, tentu akan lebih banyak mendatangkan manfaat bagi rakyat.
Sayangnya Cak Imin tidak menyeret tema ini ke isu bansos. Pemerintah membangun mental menunggu bansos ketimbang membangun jiwa bekerja dengan adanya investasi ke petani dan nelayan.
Alangkah bagusnya jika bansos yang entah beberapa kali disalurkan itu separuhnya diinvestasikan ke petani seperti pembiayaan pupuk, penambahan lahan, atau pemberian alat-alat pertanian. Hasilnya, petani menjual hasil pertaniannya ke pemerintah dengan harga layak.
Terlepas dari itu semua, Cak Imin menampilkan performa terbaiknya pada debat Cawapres malam itu. Bukan soal penampilan semata, tetapi isi gagasan yang dilontarkan menyelepet kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat secara tak terduga.
Cak Imin berhasil tampil sebagai seorang aktivis mantan Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), yang nalar pergerakannya masih menyala ketika ketidakadilan dipraktikkan di muka bumi.
Juga Cak Imin berhasil memposisikan sebagai seseorang yang memberi perlawanan terhadap kebijakan yang merugikan rakyat dan bangsa.