Buku tersebut merupakan kumpulan tulisan dari beberapa orang mengenai kesaksian terhadap Anies, yang kerap berhadap-hadapan dengan istana semenjak menduduki kursi Gubernur DKI Jakarta.
Salah satu isu yang menguat pada saat itu adalah upaya penjegalan Anies maju sebagai Capres 2024, melalui sikap agresif ketua KPK RI Firli Bahuri terkait dugaan adanya kasus formula E.
Entah mengapa Firli Bahuri mati-matian berupaya mentersangkakan Anies, selalu mencari bukti dan pendapat para ahli yang dapat digunakan untuk menjerat Anies, demi pembatalan pencapresan Anies.
Saya mendapatkan buku itu pada saat Anies berkunjung ke Kota Palu Sulawesi Tengah dalam rangka mengisi acara Munas KAHMI (Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam) ke-XI.
Beruntungnya saya pada saat itu dapat melihat Anies dari dekat, bukan hanya fisik, tetapi juga kata-kata, pikiran, gagasan, serta sikapnya terhadap respons negatif terhadap dirinya.
Anies dalam perjumpaan itu di benak saya bukan seorang pendendam. Dia tidak membalas tudingan miring yang selama ini dialamatkan kepadanya.
Dia menekankan, bahwa sesungguhnya tudingan itu tidak untuk diladeni dengan sikap sentimentil, melainkan dengan cara menunjukkan bukti bahwa yang dituduhkan tidak sesuai kenyataan.
Sederhananya Anies mengatakan bahwa apabila tudingan itu dilontarkan oleh seseorang, langsung minta buktinya, apabila ada maka bantah dengan bukti yang diyakini benar.Â
Apabila si penuduh tidak mampu menjawab bukti yang disodorkan dan malah mulai bersikap irasional, maka tinggalkanlah perdebatan, karena tidak ada gunanya.
Oleh sebab itu tidak heran apabila orang-orang itu selalu menilai negatif terhadap Anies, sebab mereka belum pernah melihat Anies dari dekat.***